Geguritan Bagian dari Upaya Menjaga Bahasa Jawa

Geguritan Bagian dari Upaya Menjaga Bahasa Jawa

KORANBERNAS.ID – Bukan untuk pertama kalinya  geguritan mengisi event rutin Sastra Bulan Purnama. Kali ini kumpulan geguritan Wanodya  dan sudah terbit dalam tiga edisi dari tahun 2017-2019 dibacakan pada Jumat (15/11/2019) malam di Tembi Rumah Budaya Jalan Parangtritis Km 8,5 Sewon Bantul.

Bertajuk Geguritan di Tengah Wanodya, para penggurit perempuan siap membacakan karyanya.

Mereka adalah Alfiah Ariswati Sofyah (Karanganyar), Esti Suryani (Surakarta), Nia Samsihono (Jakarta), Ninuk Retno Raras, Tri Sumarni (Yogya), Puspo Endah (Kediri), Resmiyati (Klaten), Sulis Bambang, Yani S.Sastro (Semarang), Suratmini (Bojonegoro), Tino Jooshe (Surabaya), Trinilya Kinasih (Blitar) serta Widya Hastuti Ningrum dari Kudus.

Adapun pembaca tamu Sri Surya Widati, Tara Nusantara, Rieta En dan Arieyoko. Sedangkan penampilan musik diisi Bengkel Sastra Taman Maluku dan Institut Karinding Nusantara.

Puisi yang ditulis dalam bahasa Cilacap atau dikenal dengan sebutan bahasa panginyongan akan mengawali pertunjukan.

Koordinator Sastra Bulan Purnama Ons Untoro mengatakan, perempuan penggurit profesinya berbeda-beda mulai dari guru, dosen maupun ibu rumah tangga.

Mereka berusaha menjaga bahasa daerah khususnya bahasa Jawa agar terus digunakan meskipun logatnya berbeda-beda.

“Saya kira usaha mereka untuk menjaga bahasa Jawa tidak akan dilupakan. Mereka menjaga bahasa Jawa melalui penulisan karya sastra dalam hal ini geguritan. Ini perlu diapresiasi dan diberi ruang,” ujar Ons.

Halim HD, seorang pekerja jaringan kebudayaan yang tinggal di Solo, dalam pengantarnya di buku Wanodya, di antaranya mengatakan Wanodya ingin menyatakan dan menyampaikan inilah suara mereka.

Suara dari pengalaman keseharian dan dengan bahasa Jawa yang berangkat dari basa keseharian.

“Dalam konteks bahasa Jawa keseharian inilah, kita bisa mencatat perkembangan sastra Jawa yang tidak berpusat bahasa Jawa Krama Hinggil,”  ujar Halim.

Arieyoko dari Komunitas Sastra Etnik yang menerbitkan kumpulan geguritan Wanodya ini mengatakan buku ini sebagai wujud kongkret Sastra Etnik Jawa yang masih terus hidup subur, berkembang mewangi menjadi keragaman dari sekian ratus sastra-sastra etnik lainnya. (sol)