Pameran FKY 2023, Menggali Kearifan Lokal untuk Mengatasi Urgensi Ketahanan Pangan

Dalam karya mural selebar 6 meter yang menggunakan Mix Media keramik dan kayu ini, Dyah ingin berbagi ke audience mengenai tradisi makan tanah sebagai pengganti nasi yang terdapat di beberapa negara di dunia. Memberikan informasi atas tradisi tersebut sebagai upaya menyebarkan urgensi ketahanan pangan melalui pendekatan seni. Jika dilihat dari garis equator ada beberapa daerah  memiliki tradisi makan tanah seperti Haiti, Tanzania bahkan di Tuban Indonesia. Secara garis besar alasan mereka membuat makanan dari tanah adalah karena kekeringan dan gagal panen yang berkepanjangan.

Pameran FKY 2023, Menggali Kearifan Lokal untuk Mengatasi Urgensi Ketahanan Pangan
Karya Dyah Retno berjudul Le (Mah): Waspa Kemembeng Jroning Kalbu di Pameran "Nget-Ngetan" FKY 2023. (muhammad zukhronnee ms/koranbernas.id)

KORANBERNAS.ID, KULONPROGO -- Festival Kebudayaan Yogyakarta (FKY) 2023 telah resmi membuka pameran bertajuk "Nget-Ngetan", sebuah peristiwa seni dan budaya ini diadakan di Gedung Kesenian Wates dan berlangsung mulai dari 28 September hingga 12 Oktober 2023.

Dengan tema "Nget-Ngetan", pameran ini bertujuan untuk mengeksplorasi berbagai aspek ketahanan pangan dengan cara yang sangat kreatif dan kolaboratif. Ini bukan sekadar pameran seni biasa, tetapi juga sebuah platform di mana seniman, pelajar, budayawan dan masyarakat dapat berkolaborasi memunculkan gagasan perihal ketahan pangan.

Pameran "Nget-Ngetan" FKY 2023 tidak hanya menghadirkan karya seniman ternama, tetapi juga melibatkan generasi muda, pelajar, untuk berpartisipasi aktif dalam mendiskusikan dan menciptakan solusi terkait ketahanan pangan. Kolaborasi lintas generasi ini memberikan inspirasi dan perspektif yang beragam dalam menghadapi tantangan ini.

Perupa Dyah Retno ikut serta dalam pameran Fetival Kebudayaan Yogyakarta (FKY). Dalam karya berjudul Le (Mah): Waspa Kemembeng Jroning Kalbu, Dyah berkolaborasi dengan Uwitan dan mahasiswa ISI Yogyakarta, mereka adalah Sinatria Afghan, Fransisca Putri, Adjassevva Rakadhaizza Pancapana, Muhamad Abdurrazaq, Naila Anarza, Salsabilla Chynta Sekar A, Evran Andika, Fahrizal Arrahim, Salma, Davin Messa dan Tita.

Dalam karya mural selebar 6 meter yang menggunakan Mix Media keramik dan kayu ini, Dyah ingin berbagi ke audience mengenai tradisi makan tanah sebagai pengganti nasi yang terdapat di beberapa negara di dunia.

"Memberikan informasi atas tradisi tersebut sebagai upaya menyebarkan urgensi ketahanan pangan melalui pendekatan seni," paparnya di sela pembukaan pameran Kamis (28/9/2023) di Gedung Kesenian Wates.

Jika dilihat dari garis equator ada beberapa daerah  memiliki tradisi makan tanah seperti Haiti, Tanzania bahkan di Tuban Indonesia. Secara garis besar alasan mereka membuat makanan dari tanah adalah karena kekeringan dan gagal panen yang berkepanjangan.

"Dalam karya ini secara gamblang saya menyampaikan tentang tradisi makan tanah. Audience bisa mencicipi dan mendapatkan pengalaman merasakan. Saya ingin menyampaikan pengalaman makan tanah tersebut." imbuhnya.

Karya ini dibuat dengan konsep partisipatori, sehingga audience boleh menjadi bagian/terlibat dalam karya dengan cara ikut merasakan/mencicipi ampo, tradisi makan tanah dari Tuban. Selain dikenal di Tuban, Jawa Timur, ampo juga merupakan camilan yang populer di beberapa wilayah lain di Indonesia. Daerah Jawa Tengah dan Cirebon, Jawa Barat, juga mengenal dan mengonsumsi camilan ini.

Ampo adalah sejenis camilan tradisional dengan bahan dasar utamanya terbuat dari tanah liat. Namun, perlu dicatat bahwa tanah yang digunakan untuk pembuatan ampo bukanlah tanah sembarangan. Tanah yang ideal untuk ampo harus memiliki tekstur yang lembut dan tidak mengandung pasir, kerikil, atau batu.

Dalam hal ini, seniman tidak hanya menciptakan karya seni visual, tetapi juga mencoba memanfaatkan pengetahuan tradisional untuk mengatasi masalah kontemporer. Ini menciptakan perpaduan unik antara masa lalu dan masa kini serta pendekatannya yang mencakup kearifan lokal dan pengetahuan leluhur.

Selain Dyah, berbagai institusi terlibat dalam Pameran "Nget-Ngetan" FKY 2023. Termasuk Perpustakaan Widya Budaya Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat, Museum Sonobudoyo. Mereka berkontribusi dalam penyajian pengetahuan tentang ketahanan pangan serta menciptakan sumber daya yang berharga untuk pemahaman lebih lanjut.

Pameran "Nget-Ngetan" FKY 2023 bukan hanya acara seni, tetapi juga merupakan peristiwa budaya yang merangkul keragaman, kreativitas, dan kolaborasi dalam mengatasi tantangan ketahanan pangan. (*)