Sekolah di Jogja Perlu Digitalisasi Pengelolaan Sampah
KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA – Permasalahan sampah masih menjadi tantangan serius di Kota Yogyakarta. Tidak hanya di tingkat rumah tangga dan kawasan publik, tetapi juga di lingkungan sekolah. Setiap hari, ratusan kilogram sampah dihasilkan dari aktivitas sekolah. Namun belum seluruh institusi pendidikan mampu mengelola sampah tersebut secara mandiri dan berkelanjutan.
"Karena itu, digitalisasi dalam pengelolaan sampah menjadi kebutuhan mendesak, agar pengelolaan sampah di lingkungan sekolah lebih efektif dan terukur," papar Maulana Sriyono, Direktur Shind Jogja, dalam acara Sosialisasi dan Pelatihan Digitalisasi Pengelolaan Sampah Sekolah di Yogyakarta, Rabu (18/6/2025).
Menurut data Lembaga Penggiat Lingkungan Hidup Shind Jogja, satu siswa di Kota Yogyakarta rata-rata menghasilkan antara 0,3 hingga 0,5 kilogram sampah per hari. Jika satu sekolah memiliki 200 siswa, maka total sampah yang dihasilkan dapat mencapai 60 hingga 100 kilogram per hari, mencakup sampah organik maupun nonorganik. Angka ini tentu akan melonjak jauh lebih tinggi di sekolah dengan jumlah siswa lebih dari seribu.
"Ini bukan jumlah yang kecil. Namun sayangnya, pengelolaan sampah di sekolah masih sangat terbatas. Hanya kurang dari 10 persen sekolah yang memiliki Bank Sampah aktif," tandasnya.
Untuk menjawab tantangan tersebut, Maulana menekankan pentingnya digitalisasi sistem pengelolaan sampah di lingkungan sekolah. Salah satu langkah konkret yang kini mulai dijalankan adalah penggunaan platform Samtaku, sebuah sistem daring yang memungkinkan pencatatan transaksi sampah secara digital, pemantauan jumlah sampah yang dihasilkan, hingga kolaborasi dengan pengelola sampah profesional.
“Dengan data yang akurat dan real-time, pihak sekolah dan pemangku kepentingan dapat merancang strategi pengelolaan sampah yang lebih tepat sasaran. Ini juga sekaligus mendorong partisipasi aktif dari siswa dalam menjaga lingkungan sekolah yang bersih dan sehat,” ungkapnya.
Melalui platform Samtaku, sekolah-sekolah akan mendapatkan pendampingan dalam mengukur jumlah sampah yang dihasilkan setiap harinya, baik sampah organik maupun anorganik.
Data tersebut nantinya bisa menjadi bahan evaluasi sekolah, serta menjadi database yang berguna bagi Pemerintah Kota Yogyakarta dalam mengembangkan sistem pengelolaan sampah dari hulu ke hilir.
“Pengelolaan sampah tidak cukup hanya membangun infrastruktur. Yang paling penting adalah perubahan perilaku masyarakat, dimulai dari siswa. Lewat sistem digital ini, siswa diajak memahami konsep pengurangan sampah sejak dini,” ungkapnya.
Sementara itu, Sekretaris Daerah Kota Yogyakarta, Aman Yuriadijaya, menyatakan, bahwa pemerintah kota terus berupaya memperkuat budaya bersih dan ramah lingkungan di dunia pendidikan. Salah satu upaya yang tengah dikembangkan adalah program Gerakan Sekolah Bersih, yang tidak hanya mencakup area sekolah, tetapi juga hingga radius 200 meter dari lingkungan sekolah.
“Lingkungan belajar yang nyaman dan sehat menjadi syarat penting dalam mendidik generasi muda. Lewat gerakan ini, kami ingin menanamkan nilai-nilai kebersihan tidak hanya di kalangan siswa dan guru, tetapi juga masyarakat di sekitar sekolah,” ujarnya. (*)