Polda DIY Dikabarkan sudah Menahan 6 Tersangka dalam Kasus Mafia Tanah Mbah Tupon

Satu tersangka lainnya, Notaris AR tidak ditahan karena sakit
Polda DIY Dikabarkan sudah Menahan 6 Tersangka dalam Kasus Mafia Tanah Mbah Tupon
Jumpa pers tim hukum Mbah Tupon. (sariyati wijaya/koranbernas.id)

KORANBERNAS.ID, BANTUL -- Kasus mafia tanah yang dialami Mbah Tupon (67 tahun) warga Ngentak, Kalurahan Bangunjiwo, Kapanewon Kasihan, Kabupaten Bantul memasuki babak baru. Penyidik Polda DIY menetapkan 7 tersangka dalam kasus ini. Enam ditahan dan 1 menjalani perawatan karena sakit.

"Kami baru saja mendapatkan informasi bahwa dalam kasus ini telah ditetapkan 7 orang sebagai tersangka. Hari ini enam orang tersangka telah ditahan Polda DIY dan 1 menjalani perawatan karena sakit," kata Tim Hukum Mbah Tupon, Suki Ratnasari SH dalam jumpa.pers di rumah Mbah Tupon, Kamis (19/6/2025) malam.

Nampak mendampingi tim penasehat hukum lainya Romi Hafie SH dan Sigit Fajar Rahman SH. Turut mendampingi Mbah Tupon adalah istri serta anak sulungnya Heri Setiawan.

Enam orang yang ditahan tersebut adalah BR, SH (laki-laki, mantan anggota DPRD Bantul), Ft (perempuan,anak buah BR), TR alias kumis (laki-laki), TY(laki-llaki), IF (perempuan) dan AHM (suami IF). Sementara notaris AR, SH tidak ditahan karena sedang menjalani perawatan akibat sakit yang dideritanya.

Adapun untuk sidang perdana pada kasus dugaan mafia tanah yang menimpa Mbah Tupon akan digelar di Pengadilan Negeri Bantul pada 1 Juli 2025 mendatang.

Tersangka Menggugat Perdata

Suki Ratnasari menambahkan, bahwa di tengah perkara pidana yang sedang berproses, pihak tersangka yakni AHM melakukan gugatan perdata melalui Pengadilan Negeri Bantul terhadap tergugat 1 TR. Juga turut tergugat TY serta kliennya Mbah Tupon.

Gugatan ini diawali saat AHM mendapat informasi dari TY bahwa ada orang yang membutuhkan pinjaman uang karena sakit, yakni Mbah Tupon  dengan menjaminkan tanah  yang di atasnya ada bangunan rumah serta bisa dibalik nama.

AHM kemudian melakukan transfer uang pinjaman  ke Triyono 2 (TY) dan Trinono 1 (TR) secara bertahap hingga total mencapai Rp 500 juta yang dimaksudkan untuk pinjaman ke  Mbah Tupon. Setelahnya terjadi proses Akta Jual Beli (AJB) melalui notaris AR, SH dan tanah beralih nama kepemilikan menjadi Indah Fatmawati (IF).

Setelah kasus ini viral dan meluas, AHM merasa dirugikan dan nama baiknya tercemar karena dianggap terlibat dalam mafia tanah. Sehingga melakukan gugatan perdata untuk kerugian material Rp 500 juta dan kerugian in material Rp 1 miliar.

"Pada kenyataannya, klien kami tidak pernah meminta Triono alias kumis untuk mencarikan pinjaman. Namun saat itu akan melakukan pecah waris tanah miliknya," kata Kiki.

Kemudian saat itu Mbah Tupon menandatangani beberapa berkas yang ternyata merupakan AJB. Sementara Mbah Tupon sendiri tidak bisa membaca tulis dan tidak paham terhadap surat yang ditandatangani karena tahunya tanda tangan tersebut untuk pecah waris tanah miliknya untuk anak-anaknya.

"Dan dengan adanya gugatan perdata tersebut, kami tim hukum tetap akan konsisten mendampingi  dan memberikan bantuan baik di dalam maupun di luar pengadilan dalam proses hukum manapun. Sampai beliau mendapatkan hak dan keadilan yang layak. Dan per hari ini kami tadi juga sudah meminta tanda tangan untuk surat kuasa supaya kami bisa menghadiri sidang tanggal 1 Juli 2025 mendatang," kata Kiki seraya menunjukkan surat kuasa yang dimaksud.

Dirinya  juga menyampaikan terima kasih dan memberikan apresiasi yang setinggi-tingginya atas kerja keras kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta khususnya pada tim penyidik dalam upaya pemberantasan mafia tanah. 

"Kami  juga siap  bekerja sama khususnya  dengan Kanwil  Agraria dan Tata Ruang/ BPN DIY cq Kantor ATR/BPN Bantul. Juga terimakasih  dukungan dari Pemerintah Kabupaten Bantul agar hak atas tanah tersebut dapat kembali pada klien kami. Tim hukum juga menyampaikan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada semua pihak yang mendukung jalannya kasus ini dari awal hingga hari ini khususnya untuk teman-teman jurnalis yang telah terus-menerus membantu menyebarkan informasi terkait masalah yang menimpa Mbah Tupon sehingga menjadi viral dan mendapatkan rasa empati baik dari pemerintah pusat,Pemerintah Kabupaten Bantul, DPR RI dan DPRD Kabupaten Bantul, tokoh-tokoh masyarakat serta masyarakat Indonesia pada umumnya," urainya.

Sementara Mbah Tupon sendiri tidak paham terhadap gugatan perdata di mana dirinya turut menjadi tergugat dalam kasus tersebut.

"Kula mboten paham, bingung. Kula niku namung pengin sertifikat kula enggal-enggal wangsul. (Saya tidak paham,bingung. Saya itu cuma ingin sertifikat saya cepat kembali,") kata Mbah Tupon. (*)