Guru dan Murid dalam Bahasa Visual, Mewarnai Hari Menggambar Nasional

Guru dan Murid dalam Bahasa Visual, Mewarnai Hari Menggambar Nasional
Seniman-seniman senior Yogyakarta ikut mendukung pameran di rumah DAS. (istimewa)

Guru dan Murid dalam Bahasa Visual, Mewarnai Hari Menggambar Nasional

 

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA – Suasana di Galeri Rumah DAS, Sleman, berbeda dari biasanya. Aroma cat, tawa anak-anak, dan diskusi hangat antara guru dan seniman mewarnai ruangan yang dipenuhi karya seni rupa. Inilah momen istimewa dalam rangka memperingati Hari Menggambar Nasional yang bertepatan dengan Hari Pendidikan Nasional, setiap tanggal 2 Mei. 

Tahun ini, Rumah DAS menghadirkan sesuatu yang lebih dari sekadar pameran. Mereka membawa narasi kuat tentang hubungan guru dan murid ke dalam bahasa visual: lukisan.

Dengan tajuk “Guru dan Murid”, pameran yang berlangsung sejak 18 Mei hingga 17 Juni 2025 ini bukan hanya menampilkan karya, tetapi juga menampilkan ikatan emosional dan intelektual yang tumbuh di balik proses belajar mengajar seni. 

Lebih dari 50 karya siswa dan 14 guru seni rupa dari berbagai tingkatan pendidikan—SD, SMP, SMA/SMK, serta lembaga nonformal di Yogyakarta—dipajang untuk publik. Masing-masing lukisan seolah menyimpan cerita tentang proses, pencarian identitas, serta kebersamaan dalam berkarya.

Menyentuh makna sosial menggambar

Tidak banyak yang tahu bahwa Hari Menggambar Nasional adalah gerakan akar rumput yang diinisiasi oleh Forum Drawing Indonesia sejak 2018. Tujuannya sederhana, namun mendalam: mengembalikan menggambar sebagai bagian penting dari proses berpikir dan memahami dunia.

Menggambar dianggap sebagai alat pertama manusia untuk mengekspresikan diri. Sayangnya, dalam sistem pendidikan hari ini, ia sering dipojokkan, hanya dianggap pelengkap ekstrakurikuler.

“Kami ingin mengingatkan kembali bahwa menggambar adalah bentuk dasar ekspresi manusia. Ia bukan hanya milik seniman, tetapi milik semua orang,” ujar salah satu penggagas acara di Rumah DAS.

Kurator Achmad Fiqhi W.D tidak sekadar menata karya berdasarkan estetika, tetapi juga menyusun narasi. Ia memilih karya-karya yang bisa menggambarkan hubungan dinamis antara pendidik dan peserta didik. 

Dalam beberapa karya, terlihat eksplorasi teknik yang berani dari siswa muda. Di sisi lain, karya para guru terlihat lebih reflektif dan matang, namun tetap menunjukkan ruang untuk pertumbuhan bersama.

“Tema ini adalah bentuk penghormatan kepada guru sebagai fasilitator, bukan sekadar penyampai materi,” ujar Fiqhi. 

“Melalui karya-karya ini, kita bisa melihat bahwa pembelajaran seni bukan satu arah, tapi kolaboratif. Guru dan murid saling belajar satu sama lain," imbuhnya.

Harus beriringan

Humas Rumah DAS, Dhyka Vasminingtya menegaskan, pameran ini adalah hasil dari semangat kolektif yang dibangun sejak awal.

“Kami percaya bahwa pendidikan tidak bisa dipisahkan dari seni. Lewat seni rupa, murid bisa belajar tentang emosi, empati, dan berpikir kreatif. Kami ingin pameran ini menjadi ruang aman bagi mereka untuk mengekspresikan diri secara bebas,” ujarnya.

Dhyka juga menyampaikan bahwa Galeri Rumah DAS selalu terbuka untuk kolaborasi lintas bidang. 

“Kami ingin Rumah DAS menjadi tempat di mana karya bukan hanya dipamerkan, tapi juga dirayakan bersama. Ada banyak program aktivasi yang kami siapkan agar masyarakat bisa ikut terlibat, bukan hanya sebagai penonton,” tambahnya.

Pameran dibuka pada Minggu, 18 Mei 2025, dengan menghadirkan pelukis surealis kontemporer, Edo Pop, yang telah mengukir nama di galeri internasional. Kehadirannya menjadi daya tarik tersendiri. 

Ia membuka pameran dengan pesan menyentuh tentang pentingnya membangun imajinasi dan membebaskan ekspresi sejak usia dini. Tak ketinggalan, Komunitas Pamiranti memberikan penampilan spesial yang memadukan seni suara dan gerak, menambah kehangatan pembukaan.

Agenda tur pameran bersama pun digelar, memperkenalkan para pengunjung kepada latar belakang dan makna setiap karya yang dipajang. 

Anak-anak, guru, seniman, dan masyarakat umum turut menikmati setiap detail karya yang tergantung di dinding galeri yang semula adalah ruang pribadi seniman Dyah Anggraini, kini telah berkembang menjadi ruang bersama yang hidup.

Selama pameran berlangsung, pengunjung tidak hanya diajak untuk melihat. Mereka juga bisa ikut dalam berbagai program aktivasi: mulai dari lokakarya botanical monoprinting, diskusi seni, kelas yoga, hingga rujak party sebagai acara penutup yang tidak biasa, namun sangat membumi.

Pameran ini dibuka setiap hari pukul 11.00 – 17.00 WIB, dan menjadi salah satu acara seni yang paling inklusif tahun ini di Yogyakarta. Semua kalangan, dari pelajar, orang tua, guru, hingga pecinta seni, datang dan saling berbagi pandangan.

Menggambar untuk masa depan

Melalui pameran ini, Rumah DAS dan para partisipannya ingin menegaskan bahwa menggambar bukanlah aktivitas eksklusif, melainkan aktivitas universal. Ia bisa menjadi alat belajar, cara berpikir, hingga sarana healing di tengah dunia yang serba cepat. 

Lebih dari itu, pameran “Guru dan Murid” menjadi panggung untuk menampilkan wajah pendidikan yang lebih manusiawi—berbasis imajinasi, kebebasan dan dialog.

Di dinding Galeri Rumah DAS, para pengunjung tidak hanya melihat lukisan, tetapi juga melihat cermin dari dunia pendidikan yang kita impikan: ruang yang merangkul, membimbing, dan membebaskan. (*)