'Aisyiyah Mendorong Ketahanan Pangan Berbasis Komunitas Desa
KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA — Di tengah meningkatnya ancaman perubahan iklim, krisis pangan global, dan lemahnya ketahanan pangan nasional, organisasi perempuan Muhammadiyah, ‘Aisyiyah, menandai Milad ke-108 dengan peluncuran gerakan strategis berbasis komunitas desa yang dikenal sebagai Qaryah Thayyibah.
Gerakan ini disebut menjadi titik balik peran masyarakat sipil, khususnya perempuan, dalam memperkuat sistem pangan nasional dari akar rumput.
Ketua Umum Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, Salmah Orbayinah, menekankan bahwa ketahanan pangan bukan hanya soal ketersediaan pangan, tapi menyentuh aspek sosial, ekonomi, hingga spiritual.
“Indonesia masih dihadapkan pada problem ketahanan pangan yang kompleks. Mulai dari keterbatasan lahan, penurunan produktivitas, hingga minimnya pengakuan terhadap perempuan petani. Untuk itu, ‘Aisyiyah mengambil posisi tegas, bahwa perubahan harus dimulai dari desa,” ujar Salmah kepada wartawan pada Senin (19/5/2025).
Solusi dari desa
Qaryah Thayyibah, secara harfiah berarti “desa yang baik”, menjadi pijakan program pembangunan berkelanjutan yang dicanangkan oleh ‘Aisyiyah. Gerakan ini menyasar penguatan seluruh sektor kehidupan desa—pangan, ekonomi, kesehatan, pendidikan dan lingkungan—dengan penekanan pada partisipasi aktif perempuan.
Salmah menjelaskan bahwa ketahanan nasional sejatinya dimulai dari ketahanan keluarga dan komunitas.
“Sebuah bangsa tidak bisa kuat bila masyarakat desa hidup dalam ketidakpastian. Kita ingin desa-desa menjadi pusat kebangkitan pangan, pusat etika, dan pusat spiritualitas,” tuturnya.
Dalam kerangka inilah, Gerakan Lumbung Hidup 'Aisyiyah (GLHA) diluncurkan dan diperluas ke lebih dari 100 kabupaten/kota di Indonesia. GLHA mengajak warga, khususnya perempuan, memanfaatkan lahan pekarangan untuk menanam tanaman pangan, memelihara ternak, dan budidaya ikan sebagai sumber gizi dan pendapatan.
Tantangan generasi dan krisis gizi
Ketahanan pangan yang dicanangkan ‘Aisyiyah juga menyasar isu gizi buruk dan stunting. Sekretaris Umum Pimpinan Pusat ‘Aisyiyah, Tri Hastuti Nur Rochimah, menyampaikan bahwa hasil dari program GLHA digunakan untuk konsumsi keluarga maupun kelompok rentan seperti ibu hamil, lansia, dan anak-anak stunting.
“Selain menanam, kami juga edukasi pengolahan makanan lokal bergizi. Rumah keluarga ‘Aisyiyah kami desain agar dikenal sebagai rumah hijau penuh tanaman pangan, bahkan di lahan terbatas,” kata Tri.
Melalui Rumah Gizi, ‘Aisyiyah menguatkan edukasi tentang pentingnya pangan lokal dan pemberdayaan perempuan petani. Program ini bukan hanya solusi gizi, tetapi juga memperkuat daya tahan keluarga dari pengaruh negatif seperti budaya konsumtif, konten digital destruktif, hingga ketergantungan pada pangan impor.
Ketahanan pangan yang ditawarkan ‘Aisyiyah tidak berjalan sendiri. Isu pendidikan dan perlindungan sosial juga dijadikan fondasi dari Qaryah Thayyibah. Salah satunya dengan mendirikan PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat) untuk menanggulangi putus sekolah di desa-desa binaan, serta membuka akses layanan pencegahan kekerasan seksual berbasis komunitas.
“Kami ingin desa tidak hanya kuat secara pangan, tapi juga bebas dari kekerasan, memiliki akses pendidikan, dan kehidupan keluarga yang damai,” tegasnya.
Sementara itu, Kementerian Desa dan Kementerian Koperasi juga dilibatkan dalam sinergi program, guna memperkuat pengelolaan keuangan usaha lokal lewat koperasi. Pendekatan ini dinilai krusial dalam menjamin keberlanjutan usaha petani dan komunitas desa.
Petani perempuan di garda depan
Dalam konteks global, perubahan iklim semakin memperburuk nasib petani, terutama petani perempuan yang selama ini kurang mendapat perhatian. 'Aisyiyah menjawab tantangan ini dengan membentuk dan memperkuat ratusan kelompok tani perempuan di berbagai daerah.
“Petani perempuan sering tidak dianggap, padahal mereka penopang utama dapur dan ladang. Kami berikan mereka akses pelatihan, modal, dan penguatan organisasi agar mereka tangguh menghadapi iklim ekstrem,” jelas Tri.
Model integrated farming yang menggabungkan pertanian dan peternakan turut diperkenalkan untuk menyesuaikan dengan tantangan iklim sekaligus menambah nilai ekonomi petani.
Bertepatan dengan perayaan Milad ke-108, 'Aisyiyah menyampaikan bahwa pendekatan ketahanan pangan yang mereka lakukan merupakan kontribusi nyata terhadap agenda nasional. Swasembada pangan menjadi prioritas dalam RPJMN 2025–2029 dan masuk dalam Asta Cita 2 Presiden.
Dengan misi membentuk generasi sehat dan berdaya, ‘Aisyiyah berharap program-program ini tidak hanya dijalankan oleh anggotanya, tapi bisa menjadi inspirasi bagi gerakan masyarakat sipil lain di Indonesia.
“Milad ke-108 bukan sekadar peringatan usia. Ini adalah seruan moral dan sosial untuk menyelamatkan bangsa melalui desa, keluarga, dan perempuan,” pungkasnya. (*)