ARTJOG 2025, Merayakan Seni yang Berdaya Guna dan Bermakna
KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA – Tak sekadar suguhan visual nan estetis, ARTJOG 2025 hadir dengan semangat baru yang lebih membumi: seni yang hidup, menyatu dengan masyarakat, dan memberi daya ubah.
Digelar di Jogja National Museum mulai 20 Juni hingga 31 Agustus 2025, festival seni rupa kontemporer paling bergengsi di Indonesia ini menutup trilogi tema MOTIF yang telah bergulir sejak 2023. Setelah sebelumnya mengangkat "Alur" dan "Pattern", kini ARTJOG mengajak publik memasuki tahap penghayatan: seni sebagai amalan hidup.
Dengan tajuk Motif: Amalan, ARTJOG 2025 mendorong praktik seni yang bersifat aktif dan partisipatif, menekankan bahwa seni bukan semata-mata objek untuk dikagumi, tetapi juga cara untuk memahami, merawat, dan mentransformasikan kehidupan.
Seni dan Realitas Sosial
“Tema tahun ini adalah penegasan dari misi jangka panjang ARTJOG: menghidupkan seni dalam keseharian dan membuatnya relevan dengan realitas sosial,” ujar Heri Pemad, Direktur ARTJOG saat konferensi pers Kamis (12/6/2025).
Ia menambahkan bahwa lewat Motif: Amalan, ARTJOG mencoba memperlihatkan bahwa seni tidak selalu harus spektakuler atau monumental; ia bisa hadir dalam bentuk yang sederhana namun bermakna, bahkan dalam keseharian kita.
Kurator Bambang “Toko” Wicaksono juga menekankan pentingnya keterlibatan masyarakat dalam seni.
“Kami melihat praktik seni yang kuat itu bukan hanya soal gagasan, tetapi bagaimana seniman dan masyarakat saling bertemu, berbagi, dan menciptakan nilai bersama. Dalam ARTJOG tahun ini, proses itu sangat nyata,” katanya.
Instalasi dari Kayu Bekas dan Robot Mainan
Konsistensi ARTJOG untuk selalu menggandeng seniman-seniman progresif kembali terlihat melalui undangan kepada dua nama besar: Anusapati dari Yogyakarta dan REcycle-EXPerience dari Bandung.
Anusapati—maestro patung Indonesia—membawa karya instalasi dari kayu bekas, sebuah refleksi mendalam atas relasi manusia dengan alam serta degradasi lingkungan.
Sementara REcycle-EXPerience, proyek seni dari pasangan seniman Evan Driyananda dan Attina Nuraini, menciptakan robot besar dari mainan rusak yang dikumpulkan secara partisipatif dari pengunjung. Karya ini bukan hanya pameran, melainkan proyek kolaboratif lintas usia dan pengalaman.
Seni yang Kolektif dan Kontekstual
Dalam skala lebih luas, ARTJOG memperkuat pendekatan partisipatif melalui program Special Project. Tiga kolektor lintas daerah diundang: Murakabi Movement (Yogyakarta), ruangrupa (Jakarta), dan DEVFTO Printmaking Institute (Bali).
Ketiganya membawa pendekatan unik yang menekankan pada keterlibatan komunitas, regenerasi pengetahuan, serta keberlanjutan dalam praktik seni.
“Special Project ini bukan sekadar proyek kuratorial, tapi bentuk nyata dari bagaimana komunitas seni terus hidup dan berkembang di tengah masyarakat,” jelas Bambang Toko.
Seni Rupa Bertemu Seni Peran
Program baru bertajuk Spotlight menjadi jembatan antara seni rupa dan seni peran. Tahun ini, Spotlight menyoroti aktor Reza Rahardian dalam rangka 20 tahun perjalanan kariernya.
Bersama seniman-seniman lintas disiplin seperti Garin Nugroho, Siko Setyanto, Andra Matin, Davy Linggar, dan Aditya Surya Taruna, Reza menampilkan karya berjudul Eudaimonia—sebuah instalasi personal sekaligus universal tentang pencarian kebahagiaan sejati.
Menurut Heri Pemad, Spotlight menjadi cara ARTJOG untuk menjelajahi ruang seni yang lebih luas. “Seni rupa tidak harus eksklusif. Ketika bersentuhan dengan seni peran, arsitektur, musik, dan film, akan ada narasi baru yang lebih kaya. Itulah yang kami dorong lewat Spotlight.”
Inklusi Difabel
ARTJOG 2025 juga semakin menegaskan komitmennya terhadap inklusivitas. Bekerja sama dengan Open Arms dari Selasar Sunaryo Art Space, ARTJOG menyelenggarakan mini residensi seni untuk pelaku seni difabel.
Dalam program LoveARTJOG, mereka tak hanya diberi ruang untuk belajar dan berproses, tetapi juga tampil langsung dalam pameran dan diskusi.
Bagi ARTJOG, inklusi bukan hanya program, tapi filosofi kerja. “Kami percaya semua orang bisa menjadi bagian dari proses seni. Tidak ada batasan bagi siapa pun untuk terlibat,” tuturnya.
Setiap akhir pekan, panggung performa ARTJOG akan diisi oleh pertunjukan yang merespons tema utama. Kolaborasi antara Bottlesmoker dan Rumah Atsiri Indonesia menjadi salah satu pertunjukan yang ditunggu, begitu pula kolaborasi Garasi Performance Institute dengan Ishvara Devati dan Lembana Artgroecosystem.
Tak hanya itu, ARTJOG juga memperluas kolaborasi internasional. Bersama Liquid Architecture, hadir Tralala Blip (grup musisi difabel dari Australia), serta kerja sama dengan IFI Yogyakarta menghadirkan musisi Prancis Ko Shin Moon dan Rouge.
Program-program unggulan lainnya kembali hadir: Young Artist Award, Exhibition Tour, Meet the Artist, Artcare Indonesia, dan Jogja Art Weeks akan terus memperkuat ekosistem seni di Jogja dan sekitarnya.
Sementara itu, kolaborasi dalam Merchandise Project menggandeng brand kreatif seperti Dagadu dan Rumah Atsiri Indonesia, menghasilkan produk seni aplikatif yang bisa dibawa pulang.
Tiket dan Informasi
Tiket masuk ARTJOG 2025 dapat dibeli daring maupun langsung di lokasi, dengan harga Rp 80.000 untuk dewasa dan Rp 50.000 untuk anak-anak. Informasi lebih lanjut seputar program, jadwal, dan seniman peserta bisa diakses melalui situs resmi www.artjog.id serta akun media sosial ARTJOG. (*)