Sannipata Waisak Satukan Alissa Wahid hingga Romo dalam Panggung Kedamaian Jogja
Momen langka ini menjadi bukti hidup komitmen Yogyakarta dalam merawat kerukunan
KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA--Sannipata Waisak, yang menjadi puncak perayaan Festival Waisak Jogja 2025, bukan sekadar sebuah seremoni penutupan. Acara yang digelar dengan khidmat di Royal Ambarrukmo Yogyakarta pada Sabtu (7/6/2025) lalu, menjelma menjadi sebuah panggung toleransi yang megah, sebuah deklarasi nyata tentang wajah asli Yogyakarta yang merayakan keberagaman.
Di saat umat Buddha merayakan hari sucinya, momen paling menonjol dari Sannipata Waisak adalah sesi “Refleksi dan Ucapan Waisak Lintas Agama”. Panggung yang sama menjadi saksi bisu saat tokoh-tokoh dari berbagai keyakinan bersatu padu menyampaikan pesan damai. Nama-nama besar seperti Alissa Wahid (Muslim), Elga Sarapung (Kristiani), Romo Dr. Joko Lelono (Katolik), hingga perwakilan Hindu, Konghucu, dan Sapta Darma, bergantian menyuarakan harapan dan welas asih.
Momen langka ini menjadi bukti hidup komitmen Yogyakarta dalam merawat kerukunan. Sebagaimana disampaikan perwakilan Pemerintah DIY, acara ini menjadi simbol harmoni sosial dan spiritual yang nyata.
Pesan Waisak utama yang disampaikan oleh Bhikkhu Sri Pannyavaro Mahāthera tentang menumbuhkan welas asih dan hidup damai, seolah menjadi benang merah yang mengikat semua pesan kebaikan dari para tokoh lintas iman tersebut.
Ketua Panitia, Henky Sampatti Huang, sejak awal memang memimpikan sebuah perayaan yang berdampak luas. Namun, Sanipata Waisak berhasil melampaui sekadar dampak ekonomi dan pariwisata.
Ia berhasil menunjukkan kepada Indonesia—bahkan dunia—bagaimana sebuah perayaan keagamaan dapat menjadi milik bersama, meruntuhkan sekat, dan merajut persatuan dalam bingkai kebhinekaan yang indah.
Dengan menjadikan toleransi sebagai atraksi utamanya, Sanipata Waisak telah menetapkan standar baru. Ini bukan lagi sekadar perayaan umat Buddha, melainkan sebuah festival kebangsaan yang membanggakan, di mana Jogja sekali lagi membuktikan dirinya sebagai miniatur Indonesia yang damai. (*)