Dalang Kondang Ki Geter Pamuji Menggetarkan DPRD DIY

Pergelaran wayang kulit yang rutin digelar oleh DPRD DIY ini tidak hanya menjadi ajang hiburan, tetapi juga sarana penguatan nilai spiritual dan kebangsaan.

Dalang Kondang Ki Geter Pamuji Menggetarkan DPRD DIY
Dalang Ki Geter Pamuji menerima tokoh wayang dari Ketua Komisi A DPRD DIY Eko Suwanto saat pentas di DPRD DIY. (istimewa)

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Dalang kondang Ki Geter Pamuji Widodo menggetarkan DPRD DIY tatkala tampil semalam suntuk membawakan lakon Semar Mbangun Kahyangan, Sabtu (21/6/2025), malam di halaman gedung wakil rakyat Jalan Malioboro Yogyakarta.

Dengan dukungan sound system yang kuat serta para pengrawit dan sindhen profesional, penampilannya tak hanya memperoleh apresiasi dari anggota dewan tetapi juga pengunjung serta wisatawan yang kebetulan malam itu berada di kawasan Malioboro, salah satu destinasi wisata unggulan Yogyakarta.

Pergelaran wayang kulit kali ini selain untuk nguri-uri budaya juga dalam rangka memperingati Bulan Bung Karno. Sebelum pergelaran dimulai, secara simbolis Ketua Komisi A DPRD DIY Eko Suwanto menyerahkan tokoh wayang Semar kepada dalang.

Ratusan warga terlihat hadir memadati halaman gedung dewan untuk menyaksikan pertunjukan budaya yang sarat makna itu. Sejumlah tamu undangan dari kalangan eksekutif, legislatif, budayawan, hingga tokoh masyarakat juga hadir.

Refleksi kebudayaan

Eko Suwanto menyatakan lakon Semar Mbangun Kahyangan dipilih sebagai refleksi kebudayaan dan nilai-nilai moral yang relevan dengan situasi kebangsaan saat ini.

Menurutnya, kisah ini bukan hanya kisah pewayangan semata, melainkan mengandung pesan kebijaksanaan, kritik sosial dan pengingat atas pentingnya etika dalam kehidupan bernegara.

“Semar Mbangun Kahyangan merupakan mimpi bersama untuk mewujudkan cita-cita dalam mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil makmur dan sejahtera, di mana pemerintah hadir untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta menjaga ketertiban dunia berdasarkan Pancasila,” kata Eko.

Menurut dia, penyelenggaraan wayang kulit ini merupakan bentuk pembelajaran sejarah dan aktualisasi nilai Pancasila melalui pendekatan budaya, sejalan dengan semangat “Sinau Pancasila” yang selama ini digaungkan DPRD DIY.

Tonggak sejarah

Bulan Juni adalah momentum penting bagi bangsa Indonesia, karena di bulan inilah tiga tonggak sejarah nasional terjadi yaitu 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila, 6 Juni Hari Lahir Bung Karno, dan 21 Juni hari wafatnya Proklamator itu.

"Selain menjadi wahana edukasi budaya, pagelaran ini juga sekaligus menjadi haul, sebagai bentuk doa dan penghormatan kita kepada Bung Karno," lanjutnya.

Dalam kesempatan tersebut, Eko mengingatkan tentang pentingnya meneladani tokoh-tokoh kebangsaan yang berasal dari Yogyakarta seperti Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Sri Paduka Paku Alam VIII, Ki Hadjar Dewantara, Ki Bagus Hadikusumo, serta anggota BPUPKI dari DIY seperti Radjiman Wediodiningrat, BPH Bintoro, dan BPH Puruboyo.

Selain sebagai tontonan dan tuntunan, pergelaran wayang kulit yang rutin digelar oleh DPRD DIY ini tidak hanya menjadi ajang hiburan, tetapi juga sarana penguatan nilai spiritual dan kebangsaan.

Tetap relevan

Lakon yang ditampilkan menjadi simbol cita-cita luhur bangsa membangun negeri yang berdaulat, adil dan sejahtera berdasarkan Pancasila.

Dengan atmosfer khas Yogyakarta dan semangat gotong royong, gelaran wayang kulit ini menjadi penanda bahwa budaya tradisi tetap relevan untuk menjawab tantangan zaman, serta menjadi media penyampaian nilai-nilai luhur bangsa kepada generasi muda. (*)