Musik Lintas Generasi Menyemarakkan Prambanan Jazz Festival 2025

Musik Lintas Generasi Menyemarakkan Prambanan Jazz Festival 2025
Penampilan Kla Project pada hari kedua Prambanan Jazz Festival 2025 dalam kemegahan Candi Roro Jonggrang. (muhammad zukhronnee ms/koranbernas.id)
Musik Lintas Generasi Menyemarakkan Prambanan Jazz Festival 2025

KORANBERNAS.ID, SLEMAN -- Kawasan Candi Prambanan kembali berdenyut pada hari kedua Prambanan Jazz Festival (PJF) 2025. Kali ini PJF menyuguhkan rangkaian penampilan lintas generasi yang menyentuh banyak emosi—dari tawa, haru, hingga nostalgia mendalam.

Sejak pukul 14.00 WIB, festival sudah mulai dipadati pengunjung. Di panggung BRImo, Komunitas Jogja ‘90s membuka suasana dengan nuansa 90an yang hangat, diikuti suara lembut Monita Tahalea pukul 15.10 WIB yang menyihir sore menjadi tenang dan syahdu.

Sementara itu, panggung Qlola tak kalah semarak. OM Lorenza hadir dengan warna khasnya sejak pukul 14.15 WIB, disusul oleh energi muda dari I’m Jazz Kids Superband – IRAMA yang menyuarakan semangat regenerasi di jalur jazz.

Sekitar pukul 15.00 WIB giliran Panbers mengalun dengan lagu-lagu klasiknya, membawa penonton kembali ke era emas musik Indonesia. Dilanjutkan dengan Rony Parulian, disambung Dere dengan lagu-lagu liris yang mampu menyentuh jiwa penonton, termasuk “Berisik” dan “Tanya”.

Yovie & Nuno, salah satu grup yang paling ditunggu, tampil di panggung Qlola saat menjelang Maghrib. Dengan harmoni pop yang sudah tak asing bagi telinga generasi 2000-an, lagu-lagu seperti “Janji Suci” dan “Menjaga Hati” menggema dan dinyanyikan bersama ribuan orang.

Sore menjelang malam, Letto x Kiai Kanjeng tampil penuh makna. Kolaborasi spiritual ini membawa nuansa reflektif lewat lagu-lagu kontemplatif yang diramu dalam aransemen khas Sabrang MDP dan kawan-kawan.

Sementara Karimata, grup fusion jazz legendaris, hadir pukul 18.00 WIB menampilkan kematangan musikal dari para pemain kawakan yang seakan tak pernah kehilangan sentuhannya.

Pukul 19.05 WIB, panggung BRImo dikejutkan oleh kehadiran Nasida Ria, grup qasidah era 80an yang menghadirkan nuansa religi dengan pesan damai. Menyusul Raisa dan Bernadya yang membawakan kolaborasi suara merdu dalam aransemen megah. Kemudian, Nadin Amizah tampil seperti puisi berjalan, membisikkan narasi cinta dan rindu ke dalam hati penonton.

Lalu datanglah penampilan yang menjadi salah satu highlight malam: KLa Project bersama Hendri Lamiri. Mereka memulai dengan “Gerimis,” disusul “Menjemput Impian” dan “Satu Kayuh Berdua”.

Lilo sempat menyapa penonton dengan gaya jenaka, “Terima kasih buat Prambanan Jazz Festival yang kasih KLa Project tampil lagi… ya, memang sedikit waktu,” ujarnya, menirukan lantunan lagu Dewa 19.

Kehadiran Hendri Lamiri dengan biola merah khasnya benar-benar menyihir suasana. Setelah memainkan “Tanah Air Beta”, suara senarnya mengalir ke dalam intro “Terpurukku di Sini”.

“Sebenarnya lagu ini tentang keterpurukan, tapi kamu semua malah happy. Happy-nya adalah... tak terkira…” sambung Katon melanjutkan potongan refrain lagu.

Mereka lanjut dengan “Belahan Jiwa,” lalu Katon menyinggung era analog, saat surat cinta memerlukan empat hari untuk sampai dan dibalas. Penonton pun berteriak minta lagu “Yogyakarta”, namun Lilo menahan, “Itu lagu terakhir. Kalau kita bawain sekarang, kalian langsung pulang dong,” katanya sambil tertawa.

KLa membawakan lagu baru berkolaborasi dengan tarian dari mahasiswa ISI Yogyakarta, sebelum menutup dengan rangkaian “Tak Bisa ke Lain Hati,” “Yogyakarta,” dan “Kembali” yang membanjiri ruang dengan nostalgia.

Malam belum usai. Pukul 22.55 WIB, EAJ tampil dengan energi internasional yang segar, dan terakhir, Pamungkas menutup hari pukul 23.05 WIB dengan lagu-lagu penuh perasaan dan sentuhan pop modern yang kuat.

Hari kedua Prambanan Jazz Festival 2025 bukan sekadar konser musik. Ia menjadi tempat berbagai generasi bertemu, menyatu, dan saling menghidupkan kenangan. (*)