Tim Kuasa Hukum Terdakwa Menemukan Kejanggalan Baru Kasus Jual Beli Tanah

Tim Kuasa Hukum Terdakwa Menemukan Kejanggalan Baru Kasus Jual Beli Tanah

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Sidang kasus jual beli tanah dan bangunan antara pasutri Agus Artadi dan Yenni Indarto dengan pembeli Gemawan Wahyadhiamika, masih berlanjut. Pada sidang dengan agenda pemeriksaan terdakwa, Kamis (15/10/2020), di ruang sidang Sari, Pengadilan Negeri Yogyakarta, tim kuasa hukum terdakwa menemukan beberapa kejanggalan dan bukti baru.

Sidang pemeriksaan terdakwa dilaksanakan lebih dari dua jam dipimpin Bandung Suharmoyo SH Mhum, dengan anggota Ida Ratnawati SH MH, Sundari SH MH dan Suparman SH MH, mendengar keterangan terdakwa pasutri Agus Artadi dan Yenni Indarto.

Ketua tim kuasa hukum terdakwa, Oncan Poerba SH, mengatakan sidang hari itu mengungkapkan suatu kebenaran baru menyangkut permasalahan kliennya ini. Jika sebelumnya saksi-saksi dianggap telah memberikan keterangan-keterangan yang memutar balikan fakta, ditambah saat ini ada keterangan tentang barang bukti palsu yang telah disampaikan.

"Jika sebelumnya terdapat surat pernyataan palsu yang diungkap, hari ini menjadi catatan kami terdapat BG (Bilyet Giro-red) yang katanya sudah dicairkan untuk membayar hutang, padahal itu tidak benar sama sekali," terangnya usai persidangan.

"BG yang dikatakan sudah cair tapi yang dijadikan bukti hanya fotocopy tanpa ada [dokumen] aslinya. Karena tindakan yang demikian, kami akan melakukan tindakan hukum selanjutnya. Terutama bahwa ada pemalsuan terhadap penggunaan keterangan dan barang bukti," lanjutnya.

Oncan menambahkan, barang bukti BG asli yang disebut tidak ada dalam berkas yang dibawa di persidangan dan kedua BG tersebut tidak ada kaitan dengan pembayaran jual beli tanah.

"Sejak awal perkara ini kami yakin adalah menyangkut jual beli, sejak dari pemeriksaan saksi-saksi dan tidak ada yang bisa memenuhi syarat pasal 167 KUHP. Karena hal ini murni menyangkut wanprestasi dalam jual beli. Jika ada yang belum lunas bayar, itu semestinya dengan hukum perdata, tidak dengan pidana begini," imbuhnya.

"Jika ini bisa menjadi pidana, rusak hukum kita. Maka hal ini harus bisa menjadi perhatian untuk semuanya, jaksa, hakim, polisi dan juga pengacara harus belajar banyak untuk melihat kebenaran ini," tutupnya.

Sementara Willyam H. Saragih SH selaku anggota tim kuasa hukum menambahkan, terdapat kejanggalan lain dari berkas yang dibawa tim Gemawan Wahyadhiamika. Dalam keterangan terdakwa telah empat kali diperiksa kepolisian, namun dalam berita acara dipersidangan hanya dua kali. Hal ini berarti ada dua berita acara yang tidak disertakan dalam persidangan.

Yang pertama kali memperingatkan kepada pembeli adalah terdakwa dengan surat peringatannya agar pembeli segera melunasi pembayaran sebesar Rp 1.5 miliar. Pada saat itu di kepolisian surat bukti peringatan itu diberikan photocopynya.

"Semua itu tercatat dalam berita acara. Namun ternyata pemeriksaan berita acara tersebut tidak ditemukan dalam berkas yang dibawa ke persidangan dan kepada kami sebagai penasihat hukum," ujarnya.

Para terdakwa, lanjut William, tidak pernah menyetujui harga dituangkan sejumlah Rp 3 miliar di perikatan jual beli. Dalam hal ini terdakwa hanya manut saja atas permohonan pihak bank. Terdakwa bersepakat dengan pembeli di harga Rp 6.5 miliar, sementara pada waktu itu pembeli hanya punya uang Rp 3 miliar.

"Selain BG yang saat ini terindikasi palsu, sebelumnya juga terdapat surat pernyataan tertanggal 27 September 2018 yang dijadikan barang bukti. Surat pernyataan ini tidak pernah dibuat oleh klien kami, karena itu telah klien kami laporkan ke polda DIY," tandasnya. (*)