Pinjol Ilegal, Mati Satu Tumbuh Seribu

Pinjol Ilegal, Mati Satu Tumbuh Seribu

MUSIM pandemi berkawan erat dengan teknologi. Media digital menjadi perburuan dan dinilai cukup efektif untuk menyikapi terjalnya Covid-19, dengan menerapkan phisical distancing dan social distancing melalui zoom, microsoft team, dan sebagainya. Namun demikian, sisi kelamnya makin menjamurnya pinjaman online alias pinjol ilegal. Praktik kusam ini sebenarnya sama dengan rentenir yang sering berkeliling menawarkan pinjaman uang di pasar atau di kampung-kampung.

Pinjol abal-abal menawarkan ke nomor-nomor HP yang saat ini mudah sekali didapat. Modus rentenir dan pinjol ini pun sama, yaitu memberikan kemudahan dan kecepatan dalam mengajukan pinjaman dana, bahkan tanpa perjanjian tertulis. Uang pinjaman pun tidak diberikan penuh sesuai dengan permintaan. Proses angsuran utang dibayar dalam tempo sesingkat-singkatnya dengan pengenaan bunga berbunga.

Hal-hal yang menggiurkan, tentu menarik. Muaranya bagi yang kurang hati-hati dan tidak waspada, akan cepat merespon dengan cepat dan segera menggelontorkan uangnya untuk berinvestasi. Demikian pula, bagi pihak yang butuh uang secara mendesak, kadang tidak teliti dan kurang berfikir panjang terhadap dampak pinjol liar dan investasi bodong. Muaranya, bagi yang invest akan mengalami kerugian karena ditinggal glanggang oleh investor bodong. 

Sementara itu, pinjol ilegal acap menggunakan metode teror penagihan dengan kekerasan dan ancaman serta penyebaran identitas, bahkan foto-foto peminjam ke sejumlah kontak telepon yang telah diminta pelaku pinjol ilegal. Banyak korban pinjol ilegal merintih, mulai pekerja, ibu rumah tangga, petani, nelayan, UMKM, ASN dan lainnya.

Siaran pers OJK Jateng-DIY pada tanggal 25 September 2020 menyebutkan, Satgas Waspada Investasi (SWI) menemukan 126 fintech peer-to-peer landing illegal yang sengaja memanfaatkan kesulitan keuangan sebagian masyarakat pada masa pandemi ini. OJK juga mencatat total kerugian masyarakat akibat investasi ilegal tahun 2011–2021 sebanyak ±Rp 117,4 Trilyun. Sejak 2018 – hingga Oktober 2021 SWI telah menutup 1.096 entitas investasi ilegal, 3.631 entitas fintech ilegal dan 160 entitas gadai ilegal.

Kita tak bisa mengandalkan pada Lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai satu-satunya pengawas di sektor jasa keuangan. Terkait hal tersebut, di sinilah perlunya kehati-hatian semua pihak. Tercakup di dalamnya tidak jemu menanamkan kesadaran kepada masyarakat untuk lebih cermat dan waspada tehadap praktik pinjaman kusut ini. Terpaksanya, pinjam mesti mawas diri atas kemampuannya, jangan kegedhèn empyak kurang cagak. Kita tak perlu membeli gaya hidup, kita harus punya skala prioritas kebutuhan, bukan keinginan. Karena kala kita lalai, lupa atau terlambat mengembalikan, kita bakal hancur di-bully habis-habisan.

Penggerebegan kantor pinjol ilegal di Jakarta dan Yogyakarta beberapa waktu lalu, bahkan berbagai upaya yang dilakukan SWI dan OJK selama ini, seperti sosialisasi maupun dengan memblokir ribuan aplikasi, website, serta nomor HP penawaran pinjol ilegal, belum sepenuhnya mampu menghentikan ruang gerak pelaku pinjol ilegal. Seolah pinjol ilegal itu mati satu tumbuh seribu. Kasus masyarakat yang menjadi korban pinjol ilegal seperti tidak ada ending-nya, mungkin juga tidak akan pernah hilang selama masyarakat masih terus menerima penawaran pinjaman yang disebarkan lewat SMS atau WA di telepon genggamnya.

Bank Daerah

Menyikapi hal tersebut, penting untuk selalu mengingatkan dan mengedukasi masyarakat agar saat mau pinjam, harus paham akan pihak yang meminjami uang, setidaknya harus memahami prinsip 2L (dua L), yaitu Legal dan Logis. Bagi OJK, tentunya perlu mengenalkan kanal akses layanan konsumen OJK, baik alamat surat, email, website maupun medsos dan layanan 24 jam. Dengan demikian, masyarakat merasa terlindungi.

Ekstra pengawasan dan regulasi dengan ancaman sanksi yang tak ringan harus ditegakkan. Butuh kerja keras dan ketegasan penindakan oleh aparat untuk menangkap pihak-pihak yang telah membodohi dan merugikan masyarakat dengan pinjol ilegal dan investasi bodong, koperasi bodong maupun arisan bodong. Itu karena secara hukum sudah melakukan tindak pidana kejahatan, seperti penipuan dan teror ancaman kekerasan saat penagihan. Upaya pencegahan penting, tapi penindakan juga amat perlu, mengingat aktor pinjol ilegal selama ini masih banyak beroperasi dengan bebas. Perlu aksi gotong royong dengan seluruh pemangku kepentingan.

Dengan kerja-kerja keroyokan para pemangku kepentingan, maka ruang gerak pelaku pinjol ilegal harus terus dipersempit agar bisa diberantas habis, seperti dengan mengeluarkan ketentuan yang mengatur perlindungan data pribadi. Sekali lagi, pencegahan dan edukasi kepada masyarakat mengenai bahaya pinjol ilegal harus terus dilakukan bersama untuk semakin memberikan perlindungan kepada masyarakat.

Cara sederhana dan gampang untuk mengedukasi masyarakat ialah jika menerima tawaran pinjaman uang melalui SMS atau WA, itu sudah pasti dilakukan pinjol ilegal yang akan menipu dan meneror peminjam. Jadi, jangan sampai pinjol ilegal jadi berhala baru dan manfaatkanlah pinjol yang sudah terdaftar dan berizin OJK. Jangan terjebak pada praktik underground dengan menempuh jalan instan, utamanya para kaum muda. Masih banyak bank konvensional, bank modern, bank daerah bahkan koperasi maupun BPR BKK yang cukup sehat menopang usaha kita. *

Marjono

ASN Pemprov Jateng, Penulis Buku.