Ketika Boneka Sarung Jadi Inspirasi Seniman Suarakan Kritik Sosial
Manusia bak boneka sarung, mainan tradisional yang tak punya kendali atas dirinya.
KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Sebuah boneka sederhana berbahan kain sarung menjadi sumber inspirasi yang kuat bagi Agustan, seorang seniman asal Sulawesi Selatan. Lewat sapuan kuas dan warna-warna yang berani, dia menghidupkan kembali memori masa kecil namun dengan makna yang jauh lebih dalam.
Dia menyampaikan kritik terhadap sistem sosial yang mengekang manusia sejak dini. Agustan bukan sendiri. Bersama seniman lainnya, Firma Summa, dia menggelar pameran bertajuk Emerging Echoes di Artspace Artotel Suites Bianti Yogyakarta yang berlangsung mulai 30 Mei hingga 30 Agustus 2025.
Pameran itu tak hanya menyajikan karya visual yang estetis tetapi juga menjadi ruang refleksi atas peran manusia di tengah realitas sosial yang kompleks.
Dalam salah satu karyanya, Agustan menggambarkan manusia bak boneka sarung, mainan tradisional yang tak punya kendali atas dirinya.
Menjadi boneka
“Kita tumbuh dalam sistem yang sudah dikondisikan, dari sekolah sampai dunia kerja. Bahkan setelah dewasa, banyak dari kita masih menjadi boneka dalam struktur yang tidak kita pilih,” ungkapnya.
Baginya, boneka sarung bukan sekadar simbol nostalgia, tapi juga metafora tajam tentang bagaimana manusia sering kehilangan kedaulatan atas hidupnya sendiri.
Pada sisi lain, Firma Summa menggambarkan visualisasi tokoh-tokoh imajinatif yang terinspirasi dari kartun dan budaya pop, namun tak lepas dari pesan yang sama kuatnya. Dalam lukisan berjudul Role Play,
ditampilkan karakter yang mewakili berbagai peran yang ‘dipaksa’ dijalani oleh individu dalam masyarakat.
“Kita diajarkan menjadi ini dan itu sejak kecil -- anak yang baik, pelajar yang patuh, pekerja yang produktif. Tapi di mana ruang untuk menjadi diri sendiri?” ujar Firma.
Realitas sosial
Meski berbeda pendekatan visual, kedua seniman ini saling melengkapi. Boneka dan karakter yang mereka pamerkan menjadi medium untuk menyuarakan keresahan tentang realitas sosial yang membentuk, dan kadang mengekang, manusia.
Pameran ini tidak hanya menjadi ajang pamer karya, tapi juga percakapan -- tentang identitas, kebebasan dan peran dalam sistem yang lebih besar. Bagi siapa pun yang berkunjung, Emerging Echoes bukan sekadar melihat lukisan, tapi merasakan gema dari suara-suara yang selama ini mungkin tak terdengar. (*)