Ini Bukan Soal Menang atau Kalah di PTUN...

Ini Bukan Soal Menang atau Kalah di PTUN...

KORANBERNAS.ID, TUBAN -- Tanda Daftar Rumah Ibadah Agama Buddha yang sebelumnya tersemat di Kelenteng Kwan Sing Bio Tuban, secara resmi akhirnya dicabut. Dirjen Bimas Buddha Kementerian Agama RI, mengeluarkan surat pencabutan tertanggal 25 Maret 2021.

Melalui surat dimaksud, Dirjen Bimbingan Masyarakat Buddha Caliadi SH MH, menyatakan mencabut Putusan Tata Usaha Negara yang sebelumnya mereka terbitkan. Adapun Putusan Tata Usaha Negara yang sebelumnya diterbitkan itu berisi dua hal.

Pertama, mengenai Tanda Daftar Rumah Ibadah Agama Buddha (08.06.35.23.00708), tertanggal 08 Juli 2020. Kedua, terkait Surat Dirjen Bimas Buddha No : B.1196.DJ.VII/DT.VII.1/BA.01.1/07/2020, tertanggal 13 Juli 2020 mengenai Pengurus dan Penilik Tempat Ibadah Tri Dharma (TITD) Kwan Sing Bio dan Tjoe Ling Kiong Tuban.

Caliadi di dalam suratnya menyebutkan, ini dalam rangka melaksanakan Keputusan Pengadilan Tata Usaha Negara Nomor 177/G/2020/PTUN-JKT. Surat tersebut, ditujukan kepada Pengurus/Umat Tempat Ibadah Tri Dharma Kwan Sing Bio dan Tjoe Ling Kiong Tuban.

“Untuk selanjutnya, status pendaftaran TITD Kwan Sing Bio dan Tjoe Ling Kiong Tuban dikembalikan kepada Umat Tri Dharma Tuban.” Bunyi surat tersebut.

Menerima surat keputusan ini, Ketua Penilik Demisioner TITD Kwan Sing Bio Tuban, Alim Sugiantoro, mengaku bersyukur segala polemik terkait kelenteng terbesar di Asia Tenggara ini akhirnya berakhir.

Baginya, surat keputusan dari Dirjen Bimas Buddha Kementerian Agama RI ini menjadi sebuah keharusan untuk mengembalikan Kelenteng Kwan Sing Bio sebagai tempat ibadah bersama bagi umat Konghucu, Buddha dan Tao.

“Jadi ini sekaligus menegaskan kelenteng ini bukan wihara. Mari kita jaga bersama, kita manfaatkan bersama untuk kepentingan umat secara keseluruhan,”  kata Alim, Jumat (27/3/2021) malam melalui pesan tertulisnya.

Alim mengatakan, segala upayanya termasuk mengajukan gugatan terhadap Ditjen Bimas Buddha, semata demi kedamaian dan ketentraman umat dan orang untuk beribadah. Dia juga ingin ke depan semua pihak menyadari tanggung jawabnya untuk bersama-sama menjaga kesatuan dan keharmonisan agama di Indonesia.

“Keputusan PTUN nya sudah jelas, apa yang kami gugat dikabulkan dan kita menang. Tapi dengan kerendahan hati, saya ingin mengatakan bukan soal menang atau kalah di pengadilannya yang penting. Keputusan itu hanya untuk mempertegas kedudukan hukum saja. Yang lebih penting adalah kita sama-sama sadar untuk menjaga persatuan dan keharmonisan. Menjaga toleransi demi kepentingan semua umat, dan juga kepentingan bangsa dan negara,” tandas Alim yang juga salah seorang tokoh Khonghucu ini.

Alim bersyukur masih bisa merasakan kehadiran negara dalam kasus ini. Melalui Kementerian Agama RI, dalam hal ini kehadiran Sekjen Kemenag Nizar Ali dan Dirjen Bimas Buddha Caliadi dan tim ke Kelenteng Kwan Sing Bio Tuban Januari lalu, sebenarnya sudah menjadi hal menyejukkan bagi umat di Tuban khususnya dan Indonesia pada umumnya.

Kehadiran para petinggi Kementerian Agama RI dan juga tokoh-tokoh pemuda lintas agama menjadi bukti besarnya kepedulian para pemangku kepentingan terhadap keberadaan semua agama di Indonesia.

“Kami merasakan sudah tidak ada persoalan lagi dan dengan kepala dingin ingin menyelesaikan persoalan ini demi kepentingan yang lebih besar. Yakni kepentingan kerukunan umat beragama. Ingin saling menjaga, menghormati dan tentu menjunjung toleransi. Jadi kalau sekarang surat keputusan dari PTUN dan Dirjen Bimas Buddha terbit dan kami juga menerimanya suratnya, itu sesungguhnya hanya untuk memperkuat kejelasan status hukum keberadaan kelenteng ini saja,” ungkap Alim.

Surat keputusan Dirjen Bimas Buddha Kemenag RI. (istimewa)

Diminta tanggapannya soal tergugat II Mardjojo yang mengajukan banding di PTUN, Alim mengatakan hal itu sepenuhnya menjadi hak yang bersangkutan. Dia berharap, apapun yang ditempuh oleh semua pihak, hendaknya dilakukan demi kepentingan umat secara keseluruhan dan kepentingan bangsa dan negara.

“Tapi kalau menurut hemat saya pribadi, kok rasanya berlebihan ya. Sebab pihak yang berwenang memberikan izin tanda daftar rumah ibadah saja sudah mencabut produk administrasi tata usaha negaranya dan tidak banding. Itu bukti kalau Pak Caliadi bijaksana dan tegas demi kepentingan umum dan patuh dengan hukum. Tapi ya tidak apa-apa, semua demi kejelasan jauh ke depannya,” kata Alim lagi.

Sebagaimana diberitakan banyak media, Tempat Ibadah Tri Dharma (TTID) ini sebelumnya ditutup sejak 28 Juli 2020, akibat konflik kepengurusan. Kelenteng Kwan Sing Bio yang sudah ratusan tahun berdiri kokoh di Kabupaten Tuban terusik. Pemicunya adalah keputusan Ditjen Bimas Buddha yang mengubah status kelenteng menjadi Vihara atau tempat ibadah Umat Buddha pada 27 Juli 2020.

Pasca-keputusan tersebut, ada upaya pengalihan penguasaan secara paksa oleh pihak yang merasa diuntungkan dengan keputusan Ditjen Bimas Agama Buddha dengan cara mengembok atau mengunci Kelenteng Kwan Sing Bio.

Selama enam bulan kelenteng dalam kondisi terkunci, Pengurus Tempat Ibadah Tri Dharma (PTITD) selaku pengelola Kelenteng Kwan Sing Bio pun protes atas perlakukan yang diskriminatif terhadap warga Konghucu. Bahkan pengelola Kelenteng Kwan Sing Bio mengajukan gugatan kepada Ditjen Bimas Agama Buddha Kementerian Agama ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta Timur pada Jumat 11 September 2020).

Dalam perkembangannya kemudian, PTUN mengabulkan gugatan pengurus Tempat Ibadah Tri Dharma secara keseluruhan. Majelis hakim PTUN memerintahkan Dirjen Bimas Buddha Kementerian Agama sebagai Tergugat I untuk mencabut Keputusan Tata Usaha Negara berupa Tanda Daftar Rumah Ibadah Buddha tertanggal 08 Juli 2020, serta mencabut Surat Direktur Jenderal Bimas Buddha  Kementerian Agama RI tertanggal 13 Juli 2020 menyangkut hal Pengurus dan Penilik TITD Kwan Sing Bio dan Tjoe Ling Kiong Tuban.

Majelis Hakim PTUN juga menghukum Tergugat dan Tergugat II intervensi secara bersama untuk membayar biaya perkara sejumlah Rp 520.000. (*)