Mengurai Benang Kusut

Mengurai Benang Kusut

APAKAH penyelidikan terhadap tewasnya tiga polisi dari Sektor Negara Batin, Kabupaten Way Kanan, Provinsi Lampung seperti mengurai benang kusut? Mengapa lewat tujuh hari dari peristiwanya belum juga ada penetapan tersangka? Padahal sudah ada dua oknum anggota TNI-AD yang ditahan oleh Polisi Militer setempat. Penjelasan Pangdam II/Sriwijaya Mayjen TNI Ujang Darwis menegaskan, dua oknum anggota TNI yang ditahan masih sebatas saksi, belum menjadi tersangka. Untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka, perlu alat bukti yang cukup. Sekalipun belum ada tersangka, Kodam II/Sriwijaya memastikan bahwa siapa pun anggota TNI yang bersalah, akan ditindak tegas.

Setelah tragedi gugurnya tiga abdi hukum itu, banyak informasi berseliweran baik di media resmi maupun media sosial. Salah satunya, dan yang paling banyak dipergunjingkan masyarakat, adalah soal “uang setoran” arena judi sabung ayam yang diselenggarakan oknum TNI. Dan muncullah tuduhan banyak pihak bahwa ada upaya untuk membelokkan kasus penembakan tiga polisi dengan kasus suap. Salah satu yang bersuara keras adalah Komisi Kepolisian Nasional.

Sepanjang pemberitaan yang dapat kita baca, Kapolda Lampung Irjen Pol. Helmy Santika menegaskan, ia meminta bukti adanya “uang setoran” bila memang ada. Bukti mana bakal ia gunakan untuk menindak jajarannya yang melanggar hukum.

Dalam dunia 303 (istilah ini merujuk padal pasal 303 KUHP tentang perjudian), istilah “uang jatah” atau “uang keamanan”, pasti tak akan pernah didokumentasikan dalam bentuk tanda serah terima uang atau kwitansi.

KUHP memang baru akan berlaku efektif mulai tahun 2026, akan tetapi pasal 303 yang mengatur tentang perjudian sama saja dengan KUHP lama. Perjudian adalah kegiatan yang secara umum melanggar hukum. Sanksi hukumnya jelas. Pidana penjara maksimal 10 tahun atau denda maksimal Rp 25 juta.

Manajemen perjudian dibangun dan dilaksanakan dengan prinsip saling mengerti, saling percaya. Siapa pun mereka yang berkecimpung dalam dunia perjudian, sangat paham soal ini. Uang keamanan adalah prasyarat mutlak bagi usaha penyelenggaraan perjudian. Tanpa yang satu ini, mustahil arena perjudian seperti arena sabung ayam dapat dilaksanakan. Aliran uang keamanan bisa ke siapa saja. Bisa oknum aparat, bisa preman. Tentu saja, hampir mustahil mencari alat bukti adanya “uang setoran” atau “uang keamanan”. Paling banter, yang didapat adalah informasi berstatus “katanya” atau “dengar-dengar”.

Mencermati perkembangan kasus gugurnya tiga aparat penegak hukum ketika menggerebeg arena sabung ayam, setidaknya ada tiga perkara hukum yang terjadi. Selain kasus penembakannya yang tentu saja menjadi kasus utama, ada dua perkara hukum lainnya, yakni penyelenggaraan judi sabung ayam serta kasus “uang keamanan” atau “uang setoran” yang diduga mengalir ke oknum polisi setempat.

Sebuah peristiwa terjadi karena hubungan sebab-akibat. Namun, sekalipun penembakan terhadap tiga polisi itu memiliki kasus penyerta sebagai sebab, Kasus utama tak boleh lenyap.

Kita yakin, TNI tidak akan mengeliminasi perkara ini. Sebab, menghilangkan perkara penembakan terhadap tiga aparat penegak hukum yang sedang bertugas, akan menuai badai ketidakpercayaan publik terhadap institusi TNI. Penyelidikan yang komprehensif terhadap perkara ini memang harus dilakukan. Komitmen yang sudah ditegaskan oleh pimpinan TNI dan Polri, harus kita hormati untuk mengurai benang kusut yang terjadi dalam kasus ini.

Penyelidikan komprehensif itu misalnya, menggali informasi alasan oknum anggota TNI menembak polisi. Informasi yang beredar menyebutkan, antara pelaku dengan korban sudah berteman baik. Kalau kemudian ada “kemarahan” yang memuncak dan memicu pelatuk senapan, pasti ada penyebab yang tak boleh diabaikan.

Arena judi sabung ayam itu memang berada jauh dari pemukiman. Namun, sepanjang informasi yang beredar di kalangan masyarakat, arena judi itu bukan rahasia lagi. Artinya, institusi TNI dan Polri di atas Koramil dan Polsek, boleh jadi juga tahu. Setidaknya, secara tidak resmi.

Jatuhnya hukuman terhadap oknum penembak tiga polisi, agaknya tinggal menunggu waktu. Kita tentu berharap tidak terlalu lama, karena peradilan militer berbeda dengan peradilan sipil.

Peristiwa di Kecamatan Negara Batin, Kabupaten Way Kanan, Lampung, seyogyanya menjadi momentum bagi Panglima TNI dan Kapolri untuk melarang dengan keras praktik perjudian di bumi Indonesia. Gaji prajurit dan aparat mungkin memang masih jauh dari cukup, tetapi mencari tambahan penghasilan dari judi, adalah sesuatu yang tak elok dilakukan. **