Pengajuan Putin ke Mahkamah Pidana Internasional Hanya Gertak Sambal

Pengajuan Putin ke Mahkamah Pidana Internasional Hanya Gertak Sambal

KORANBERNAS.ID, KULONPROGO--Vladimir Putin dalam SMU PBB (1/3/2022) di Jenewa direkomendasikan Uni Eropa untuk diajukan ke International Crime Court (ICC) atau Mahkamah Pidana Internasional atas kejahatan perang yang dilakukan terhadap Ukraina. Namun, hal ini sulit dilakukan mengingat Rusia tidak masuk dalam Yuridiksi ICC karena Rusia bukan anggota dari ICC.

Pakar Hukum Internasional Universitas Gadjah Mada Heribertus Jaka Triyana kepada koranbernas.id, Sabtu (5/3/2022) menyampaikan, Parlemen Uni Eropa memberi statemen yang intinya adalah mengutuk keras tindakan agresi Rusia ke Ukrania. Ketika Presiden Uni Eropa Roberta Metsola sangat mendukung nantinya invasi berakhir, maka Pengadilan ICC Den Hagg didorong untuk melakukan penyelidikan dan penyidikian terkait terjadinya war crime atau kejahatan perang ataupun kejahatan kemanusiaan yang dilakukan oleh Putin di Ukraina.

“Pertanyaannya adalah, apakah ini satu pernyataan yang hypocrite ini menjadi sebuah kajian yang mendalam ketika kita tahu bahwa ICC itu memiliki yuridiksi terhadap kejahatan kemanusiaan genosida, kejahatan perang. Namun demikian, Rusia itu bukan anggota ICC. Bagaimana caranya inisiasi dari Presiden Parlemen Uni Eropa ini dapat diterima dan dilakukan,” kata Jaka Triyana yang akrab dipanggil Jetto.

Menurut Jetto, terkait hal ini tentunya Rusia tidak bodoh. Rusia bukan anggota ICC , tapi anggota tetap Dewan Keamanan PBB. Di sini yang menjadi pertanyaan lagi adalah, bagaimana yurisdiksi adminibilitas ICC dapat diterapkan Presiden Putin ketika terbukti atau ada dugaan kejahatan perang atau kejahatan terhadap kemanusiaan di Ukraina.

“Untuk membuktikan terjadinya kejahatan kemanusiaan di Ukraina, salah satunya adalah dengan adanya Resolusi Dewan Keamanan PBB. Berdasarkan Pasal 13 ayat 1 Statuta Roma yang mengintrodosir kewenangan pengadilan untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, penuntutan terhadap tersangka pelaku kejahatan perang, tentu Resolusi Dewan Keamanan PBB menjadi dasar Pasal 13 Ayat 1 Statuta Roma ini. Sedangkan kita tahu, Rusia itu adalah anggota tetap Dewan Keamanan PBB. Apakah mekanisme ini dapat dilakukan dan diberlakukan?,”imbuh Jetto dengan nada tanya.

Jetto menegaskan, bahwa pasti Rusia akan menggunakan hak vetonya. Sudah pasti juga, China sebagai negara sahabat Rusia akan memvetonya. Sehingga pengutukan dan inisiasi ICC adalah gertak sambal yang dalam pelaksanaannya tentu akan sulit dilakukan.

“Perkembangan terakhir yang dilakukan, bagaimana reaksi politik regional organisasi keamanan regional terkait dengan apa yang dilakukan oleh Rusia di bawah komando Vladimir Putin. Tentu kita berharap, agar ini segera berakhir. Tapi pertanyaan selanjutnya adalah, walaupun terjadi korban dan kesengsaraan, Hukum Internasional untuk melakukan penuntutan terhadap tersangka pelaku pelangaran HAM berat seperti misalnya Vladimir Putin yang punya kekuasaan, mekanisme internasional akan sulit untuk dilakukan. Sehingga kita akan melihat di sinilah hukum internasional mempunyai kelemahan yang sangat fundamental. Sehingga akan sulit ketika bertemu dengan negara yang mempunyai kekuasaan,” tegas Jetto.

Direktur Eropa 2 Kementerian Luar Negeri, Winardi Lucky Hanafi, kepada koranbernas.id, Sabtu (5/3/2022) malam mengatakan, bahwa posisi Indonesia di Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (SMU PBB) sejalan dengan prinsip “Bebas Aktif”. Indonesia mendorong adanya pernyataan dunia (melalui PBB) yang tidak hanya memenuhi tuntutan 1 pihak, tapi mencoba seimbang isi resolusi yang tidak hanya menyampaikan posisi dasar, tapi juga mengenai penghormatan kedaulatan. Indonesia meminta penarikan mundur pasukan, menciptakan situasi kondusif, memulai perundingan, menyediakan safe passage, penanganan isu kemanusiaan (humanitarian).

“Sikap wakil Indonesia dalam SMU PBB melakukan walk out ini merupakan hal lumrah dalam praktek diplomasi sebagai suatu expression of disapproval secara silent yang ditafsirkan juga sebagai freedom of association, seraya mengakui freedom of speech pihak lainnya. Jadi dalam hal ini kita hanya bisa katakan. Itu hal lumrah dan merupakan pernyataan sikap politis mereka,”kata Winardi Lucy.

Winardi Lucy menjelaskan ada 4 hal yang bisa diajukan ke International Crime Court (ICC) atau Mahkamah Pindana Internasional. Yakni kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, genosida, dan kejahatan agresi.

“Walaupun Rusia telah menarik diri sebagai pihak pada ICC di tahun 2016, namun Rusia akan terganggu profil dan posturnya di tataran internasional karena misalnya Putin sebagai simbol pemerintahan tertinggi Rusia dipermasalahkan di ICC. Kredibilitas dan trustworthiness Rusia di mata Internasional secara tidak langsung akan terpengaruh,”pungkasnya. (*)