Pakar UGM Bicara, Isu Lingkungan Bikin Susah Tidur

Pelestarian lingkungan tidak bisa lepas dari kearifan lokal yang diwariskan turun temurun.

Pakar UGM Bicara, Isu Lingkungan Bikin Susah Tidur

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA – Persoalan lingkungan hidup akhir-akhir ini mencuat, tak hanya menjadi perbincangan publik tetapi juga pelik, paradoks dan bisa bikin orang susah tidur.

Inilah pendapat pakar lingkungan hidup Universitas Gadjah Mada (UGM), Oka Karyanto. Dosen Fakultas Kehutanan itu pun angkat bicara di hadapan 20 jurnalis peserta pelatihan Green Growth Journalism Batch 1 untuk wilayah Jakarta, Jawa, Bali dan Nusa Tenggara yang berlangsung tiga hari 11-13 September 2023 di Swissbell Hotel Yogyakarta.

Pada pelatihan yang diselenggarakan Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) bersama BBC Media Action kali ini, Oka bercerita seputar pengalamannya puluhan tahun mendalami seluk beluk lingkungan hidup.

Tidak jarang, peneliti berpenampilan nyentrik itu dihadapkan pada kenyataan yang kurang mengenakkan begitu hasil risetnya dibawa ke forum internasional. Ada semacam rasa frustasi saat semuanya berbalik tatkala berhadapan dengan konstelasi kekuatan politik dan ekonomi global.

ARTIKEL LAINNYA: Khawatir Gagal Panen, Petani di Klaten Jual Tanaman Padi untuk Pakan Ternak

“Saya agak sakit karena sulit tidur,” ujarnya. Tanpa melepas kebiasaannya yang suka bercanda, Oka berharap kalangan kampus tetap bersuara kritis.

Pelatihan kali ini dibuka oleh Wenseslaus Manggut, Ketua Umum AMSI Periode 2020-2023. Peserta yang berasal dari Jakarta, Jawa Tengah, Nusa Tenggara Barat, Yogyakarta, Jawa Timur, Jawa Barat dan Bali, berkesempatan meraih fellowship dan mentoring pembuatan karya jurnalistik terkait tema Green Growth Journalism.

Selain dari akademisi, narasumber lainnya adalah jurnalis senior yang juga aktivis lingkungan dari Bali, I Nengah Muliarta, kemudian Rudy Andanu dan Anas dari AMSI serta Vita dari BBC Media Action.

I Nengah Muliarta antara lain menyampaikan kiat-kiat pelestarian lingkungan yang ternyata tidak bisa lepas dari kearifan lokal yang diwariskan turun temurun.

ARTIKEL LAINNYA: Aset Berharga, PHRI Bersihkan Sampah Plastik Pantai Kukup

Dia menyarankan jurnalis melakukan pendekatan budaya di daerah setempat sehingga mampu memberikan solusi atas persoalan yang terjadi. Persoalan lingkungan tidak bisa lepas dari realita sosial, ekonomi, politik serta gaya hidup.

Sedangkan Vita menyampaikan generasi milenial atau generasi Z memiliki kepedulian terhadap lingkungan hidup. Sekecil apapun perubahan lingkungan di sekitar mereka direspons secara cepat. Bahkan generasi yang identik dengan perangkat digital itu sangat peka terhadap perubahan iklim.

Merujuk data Badan Pusat Statitistik (BPS), Vita menjelaskan jumlah generasi Z saat ini pada kisaran 60 juta jiwa. Sedangkan We Are Social mencatat dari total populasi penduduk Indonesia 276,4 juta jiwa, mereka yang terhubung telepon seluler sejumlah 353,8 juta. Artinya, satu orang memiliki lebih dari satu smartphone. Adapun pengguna internet 212,9 juta, pengguna aktif sosial media sejumlah 167 juta.

Tak lupa, Vita juga berbagi kiat mengemas isu lingkungan sesuai dengan target audiens, berapa usia mereka, di mana mereka tinggal, apa yang mereka sukai dan apa yang mereka butuhkan.

ARTIKEL LAINNYA: Kisah Soleh, Siswa SMK Gunungkidul yang Memulung Sampah Demi Biaya Sekolah

Penting diingat, kata dia, konten soal lingkungan harus menarik agar bermanfaat membantu perubahan perilaku masyarakat, membantu perubahan kebijakan yang dianggap menganggu keberlangsungan lingkungan atau masyarakat serta memberikan voice to the voiceless.

Direktur Eksekutif AMSI, Adi Prasetya, menyatakan Training for Green Growth Journalism dijadwalkan berlangsung tiga seri. Seri kedua untuk wilayah Sumatera dan Kalimantan sedangkan seri ketiga wilayah Indonesia Timur. (*)