Merdeka Belajar Cenderung Tanpa Batas Bikin Gelisah Tamansiswa
KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA – Pamong-pamong pendidikan tergabung
dalam Pengurus Pusat Perkumpulan Keluarga Besar Tamansiswa (PKBTS) merasa
gelisah. Kebijakan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) tentang Merdeka
Belajar mestinya tidak mengacu sistem luar negeri yang cenderung merdeka tanpa
batas.
Kegelisahan para
pendidik akan nasib pendidikam di negeri ini terungkap saat berlangsung Sosialisasi
Empat Pilar MPR RI (Pancasila, Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia Republik Indonesia, Bhinneka
Tunggal Ika), Sabtu (25/7/2020), di Hotel Cavinton Yogyakarta.
Kegiatan bertema
Ki Hadjar Dewantara: Mata Air Kebangsaan kerja sama PP PKBTS dan MPR RI kali dihadiri
narasumber Taufik Basari selaku Wakil Ketua Badan Sosialisasi MPR RI, Anggota
MPR RI sekaligus Pembina PP PKBTS Idham Samawi serta anggota MPR RI Nurul
Arifin.
Di hadapan
180-an peserta yang menerapkan protokol kesehatan Covid-19, Ketua Umum PKBTS Ki
Prof Dr Cahyono Agus mengakui kualitas pendidikan Indonesia saat ini bisa
disebut terpuruk.
Ini terjadi
akibat mis-manajemen. Sistem pendidikan Indonesia belum sepenuhnya mengacu
nilai-nilai luhur Tamansiswa sebaliknya cenderung mengarah liberalisasi.
Apabila sekarang
pendidikan di Indonesia meniru konsep Australia, Korea atau Finlandia, rasanya
bertolak belakang mengingat Tamansiswa sejak seabad silam sudah mengadopsi budaya
dasar nusantara. “Kalau sekarang mencari-cari berarti mundur satu abad,†ungkap
Prof Cahyono.
Sebagai
bentuk keprihatinan atas keberlangsungan sistem pendidikan nasional dan nasionalisme,
PKBTS menyampaikan enam poin pernyataan sikap yang juga ditandatangani Sekretaris
Umum PKBTS, Ki Hazwan Iskandar Jaya M Med.
Pertama, PP
PKBTS menjunjung tinggi asas Panca Darma Tamansiswa berupa kodrat alam, kemerdekaan
(yang bertanggung jawab), kebudayaan, kebangsaan dan kemanusiaan, sebagai ruh
genetik unggulan seluruh insan Tamansiswa. Nilai-nilai itu tetap relevan
diterapkan sepenuhnya dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kedua, PP
PKBTS menyatakan konsep Merdeka Belajar Kemendikbud harus mengacu dan berakar
kuat pada unggulan budaya nusantara. “Tidak harus mengacu sistem luar negeri,â€
kata Cahyono.
Ketiga, penggunaan
teknologi infomasi pembelajaran modern pada masa darurat Covid-19 dan
Pendidikan 4,0 tetap harus mampu mengasah kecerdasan otak, kehalusan budi
pekerti dan keterampilan tangan, melalui sistem among dengan pola momong,
ngemong dan among secara asah, asih, asuh.
Keempat, “Sekolah
dari rumah†pada masa pandemi Covid-19 perlu diimbangi harmonisasi Tri-Pusat
Pendidikan di lingkungan keluarga, sekolah dan masyarakat, serta melalui
Pendidikan Semesta.
Artinya, setiap
tempat adalah sekolah. Setiap orang adalah pamong. “Itulah yang dikembangkan Bapak
Pendidikan Ki Hadjar Dewantara,†kata dia.
Kelima, PP
PKBTS menyatakan RUU Omnibus Law Cipta Kerja juga akan mengubah UU Sistem
Pendidikan Nasional, UU Guru dan Dosen, UU Pendidikan Dikti, UU Pendidikan
Kedokteran, UU Kebidanan dan UU Perfilman, cenderung akan bersifat
komersialisasi, privatisasi dan liberalisasi pendidikan.
Pada poin keenam,
Cahyono menegaskan Tamansiswa yang berdiri pada 3 Juli 1922 merupakan salah
satu Mata Air Kebangsaan sehingga mendukung sepenuhnya Pancasila, UUD 1945,
NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika.
Dalam
kesempatan itu Idham Samawi mengajak semua pihak bersyukur Indonesia yang berpenduduk
270 juta jiwa tetap utuh. Sebagai perbandingan, Uni Soviet yang dibangun kurang
dari 100 budaya dan bahasa serta Yugoslavia kurang dari 20 suku bangsa,
akhirnya bubar.
Faktanya, Indonesia
yang dibangun lebih dari 700 suku bangsa lebih dari 1.000 bahasa tetap bertahan
sampai sekarang, karena Pancasila yang digali
dari bumi Indonesia tidak bertentangan dengan budaya yang beragam. (sol)