Kemendikbud Butuh Lebih Banyak Guru Penggerak

Kemendikbud Butuh Lebih Banyak Guru Penggerak

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA – Jajaran Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) ke depan lebih banyak membutuhkan guru-guru penggerak, menyusul ditetapkannya empat program pokok kebijakan pendidikan “Merdeka Belajar” oleh Mendikbud Nadiem Anwar Makarim.

Kepala Biro Komunikasi dan Layanan Masyarakat Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) RI, Ade Erlangga Masdiana, saat berbincang dengan media, Kamis (26/12/2019) malam di Mantra Indian Kitchen Jalan Urip Sumoharjo 103 Yogyakarta mengatakan pihaknya mulai sekarang sudah menyiapkan guru-guru yang berjiwa penggerak.

“Kesiapan kita mulai dari sekarang. Kita memakai guru penggerak. Guru yang pembelajar betul-betul akan kita kembangkan. Mulai dari sekarang. Tidak harus menunggu empat program itu siap 100 persen,” paparnya.

Adapun kriteria guru penggerak antara lain memiliki semangat juang serta rasa humanisme yang tinggi.

Bagaimana pun, guru merupakan salah satu pilar penting pendidikan, selain keluarga, sekolah dan juga media massa. Apalagi era sekarang ini bukan lagi bicara kompetisi di antara kalangan sendiri melainkan antar-negara.

“Pendidikan berperan penting bagi pembentukan sumber daya manusia (SDM) unggul. Kita kejar ketertinggalan dari Vietnam atau Malaysia. Yang patut kita waspadai sekarang ini Kamboja,” ujarnya.

Di tengah persaingan SDM antar-negara maupun dunia kerja formal yang jumlahnya terbatas, sudah pasti setiap individu harus mampu mengembangkan kreativitas dan inovasi. “Kalau tidak ada inovasi kita kalah bersaing,” tambahnya.

Ade menegaskan, Kemendikbud sekarang ini membutuhkan guru-guru yang hebat seperti halnya guru di era perjuangan. “Jika guru-gurunya hebat, ibarat kurikulum berjalan, pasti akan mengubah segalanya. Tentu, pemerintah akan membantu dengan menyediakan fasilitas yang ada,” ujarnya.

Ade kemudian mencontohkan kaisar Jepang yang sangat hormat terhadap guru maupun Nelson Mandela yang menganggap guru dan pendidikan merupakan sarana yang mampu mengubah dunia.

RPP Cukup Dua Halaman

Para guru yang selama ini disibukkan harus membuat Rancangan Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) setebal 19 sampai 20 halaman, pada tahun-tahun mendatang hal seperti itu tidak terjadi lagi. Empat program tersebut adalah Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN), Ujian Nasional (UN), Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan Peraturan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) Zonasi.

Sekian lama RPP memang menjadi momok bagi para guru. Mereka harus membuatnya secara detail dengan poin yang jumlahnya sangat banyak. Berdasarkan surat edaran (SE) Mendikbud tahun 2019 akhirnya diputuskan untuk melakukan penyederhanaan.

“Ke depan, administrasinya kita sederhanakan tidak lagi njlimet. RPP cukup dua halaman saja sehingga guru bisa memanfaatkan waktunya lebih banyak untuk mengajar,” ungkap Ade.

Menurut Ade, pada dasarnya masing-masing anak memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Kemampuan setiap anak tidak sama. Tidak semuanya memiliki kemampuan matematika.

“Jika ingin menjadi scientist siswa dituntut menguasai pelajaran matematika. Selama ini kesannya begitu. Kak Seto saja matematika nilainya 4. Setiap anak perlu dinilai secara unik. Sekarang ini gebyah uyah,” kata dia.

Pada bagian lain mengenai zonasi, Ade menjelaskan, tetap diberlakukan dengan pertimbangan pemerataan maupun peningkatan kualitas pendidikan. Hanya saja porsinya berbeda, sedikit fleksibel.

“Zonasi minimal 50 persen. Anak-anak pemegang KIP (Kartu Indonesia Pintar) porsinya minimal 15 persen porsi. Pindahan maksimal 5 persen. Jalur prestasi porsinya lebih. Pada tahun 2019 sebesar 15 persen pada 2020 maksimal 30 persen,” kata dia.(yve)