Setelah Puluhan Tahun, Pasutri Ini Hendak Membatalkan Akta Kelahiran Anaknya

Setelah Puluhan Tahun, Pasutri Ini Hendak Membatalkan Akta Kelahiran Anaknya

KORANBERNAS ID, YOGYAKARTA -- Pasangan suami istri (pasutri) Ali Fatoni dan Liong Lie Djiang warga Ngupasan Kemantren Gondomanan Yogyakarta menggugat kakak beradik Ali Adji dan Linda yang secara hukum merupakan anaknya sendiri. Tidak main-main, kedua pasutri ini ingin Akta Kelahiran kedua  kakak beradik Ali Adji dan Linda dibatalkan secara hukum.

Padahal di dalam akta kelahiran no 47/1974 atas nama Ali Adji dan akta kelahiran no 48/1974 atas nama Linda yang diterbitkan oleh Kantor Catatan Sipil Kabupaten Bandung tertanggal 1 Juli 1974, disebutkan pasangan Ali Fatoni dan Liong Lie Djiang merupakan orang tua dari keduanya.

Dalam gugatannya yang dilayangkan melalui Pengadilan Negeri Yogyakarta itu penggugat mengungkapkan Akta Kelahiran Nomor 47/1974 atas nama Ali Adji tergugat III dan Akta Kelahiran Nomor 48/1974 atas nama Linda (tergugat IV) di dalamnya mengandung cacat yuridis.

Penggugat memohon kepada Majelis Hakim yang dipimpin Sri Ari Astuti menyatakan secara hukum dokumen kependudukan lainnya atas nama Ali Adji dan Linda, sepanjang yang menyatakan bahwa keduanya adalah anak kandung dari penggugat, adalah cacat yuridis. Artinya, tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat beserta segala konsekuensinya.

Dalam gugatan tersebut, tergugat I Lie Liat Kiong alias Ali Hasan dan tergugat II Chong Gie Ling oleh penggugat I dan II harus dinyatakan sebagai orang tua tergugat III dan tergugat IV.

Oncan Poerba selaku kuasa hukum Ali Adji dan Linda menyatakan apa yang dilakukan penggugat ini sangat aneh dan tidak berdasar. Alasannya dalam proses pembuatan akta tentunya orang tua telah menandatangani yang menyatakan anak tersebut merupakan anak kandung.

"Kan nggak mungkin baru lahir mereka (tergugat) bisa membuat akta kelahiran sendiri. Kan penggugat juga yang bertanda tangan," kata Oncan saat ditemui usai persidangan, Rabu (6/12/2022), di Pengadilan Negeri Yogyakarta.

Selain itu, semua berkas, rapor sekolah hingga tamat dia (penggugat) juga yang menandatangani. “Namun sekarang semua itu digugat oleh mereka sendiri,” tambahnya.

Kuasa hukum tergugat, Oncan Poerba yang didampingi Willyam H Saragih dan FX Yoga Nugrahanto, merasakan keanehan lain dalam kasus ini. Sejak tahun 1974, kenapa baru sekarang orang tua mengajukan gugatan bahwa tergugat bukanlah anak kandungnya.

Padahal seluruh bukti-bukti telah menunjukkan jika kliennya merupakan anak kandung dari penggugat. Bahkan akta kelahiran tersebut juga bisa dilegalisir sehingga di mata hukum surat itu benar-benar memiliki kekuatan.

Willyam H Saragih menambahkan, dari dokumen dan foto-foto yang dikumpulkan ada foto pernikahan tergugat, dalam foto tersebut tampak tergugat sedang menjalani prosesi Tea Pai, yaitu tradisi meminum teh sembari memohon restu kepada kedua orang tua.

"Prosesi ini tidak mungkin dilakukan jika penggugat bukan orang tua kandung dari tergugat," tegasnya.

Willy melanjutkan, berdasarkan tradisi atau adat di Indonesia, jika seorang anak telah dirawat sejak bayi hingga dinikahkan, apalagi memiliki surat-surat kependudukan lengkap berarti kedudukannya sebagai anak telah memiliki kekuatan hukum. (*)