Sekitar 544 hektar Lahan Sawah Terdampak Penutupan Selokan Mataram
KORANBERNAS.ID, SLEMAN – Sekitar 544 hektar lahan pertanian dan 23 hektar lebih kolam perikanan, terdampak akibat Selokan Mataram yang menjadi urat nadi pertanian di Sleman ditutup. Penghentian aliran air Selokan Mataram ini berlangsung tiga bulan sejak Agustus 2022. Langkah ini harus diambil pemerintah kabupaten, dalam upaya pemeliharaan saluran irigasi Selokan Mataram. Di banyak tempat, dilakukan pembangunan ulang dinding selokan, juga pengerukan dasar selokan.
Kepala Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan Sleman, Suparmono mengatakan, bangunan Selokan Mataram sudah cukup tua, sehingga perlu segera diperbaiki. Apabila terlambat melakukan rehabilitasi saluran, maka justru akan memperparah titik-titik bocor dan dapat mengakibatkan banjir di beberapa tempat.
"Dengan dilakukannya perbaikan dan pembenahan, maka saat ini Selokan Mataram dimatikan selama tiga bulan. Beberapa bulan sebelum dimatikan, Dinas Pertanian, Pangan dan Perikanan sudah melakukan sosialisasi pada petani/Poktan yang bakal terkena dampaknya. Mereka kemudian menjadi lebih siap menghadapi resiko tersebut," kata Suparmono di Sleman, Selasa (13/9/2022).
Menurut Suparmono, kegiatan budidaya pertanian baik dalam pengembangan tanaman pangan, holtikultura, peternakan maupun perkebunan, ketersediaan air merupakan faktor yang sangat strategis. Tanpa adanya dukungan ketersediaan air yang sesuai dengan kebutuhan, baik dalam dimensi jumlah, mutu, ruang maupun waktunya, maka dapat dipastikan kegiatan budidaya tersebut akan berjalan dengan tidak optimal.
Perbaikan Selokan Mataram, tentu akan berpengaruh terhadap kegiatan usaha tani tanaman pangan, hortikultura, peternakan maupun perkebunan.
"Lahan sawah di Sleman yang terkena dampak akibat dimatikannya Selokan Mataram total ada 544 hektar, kolam ikan ada 230.120 m2, ternak sapi ada 55 ekor dan ternak domba 33 ekor," jelas Suparmono.
Lahan pertanian seluas 544 hektar tersebut berada di 15 kalurahan dan 8 kapanewon. Beberapa Poktan yang sudah memiliki sumber air dan pompa air, bisa mengantisipasi masalah ini. Namun ada juga petani/Poktan yang tetap membiarkan tanahnya menjadi bero/tidak produktif.
"Dari jumlah 544 hektar tersebut yang bero (tidak ditanami) ada 293 hektar dan 251 hektar yang ada di Purwomartani, Tirtomartani dan Tamanmartani, Kapanewon Kalasan, ditanami palawija umur sekitar 1 – 2 bulan," jelas Suparmono.
Sementara data kolam perikanan di Sleman yang terdampak penutupan Selokan Mataram ada 28 kelompok perikanan yang berada di 8 kalurahan dan 4 kapanewon dengan luas lahan 230.120 m2.
"Dengan dilakukannya pemutusan aliran air Selokan Mataram, maka sebagian petani/Poktan yang sudah siap menanam padi terpaksa menunda menanam padi dan atau mengalihkan pada tanaman palawija dan hortikultura yang tidak terlalu banyak membutuhkan air," tambah Suparmono.
Selokan Mataram dibangun tahun 1909. Keberadaannya membelah Kabupaten Sleman sejauh 30,8 kilometer. Ujung hulu berada di Sungai Progo - Bendungan Karang Talun, Desa Bligo, Kecamatan Ngluwar, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Sedangkan hilir berlokasi di Tempuran, Sungai Opak, Randugunting, Kalasan, Kabupaten Sleman.
Selokan Mataram yang melintasi dari ujung barat hingga timur memiliki lebar antara 2 sampai 6 meter dan mampu mengairi 15.734 hektar persawahan di sepanjang alirannya.
"Untuk menanggulangi kekeringan apabila Selokan Mataram sewaktu-waktu diperbaiki atau rusak, perlu dipertimbangkan adanya embung dan sumur ladang, sehingga air tetap tersedia untuk mendukung aktifitas pertanian dan perikanan di Kabupaten Sleman," papar Suparmono. (*)