Pemda Dikritik Hanya Fokus Mengurusi Jadup
KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA – Wakil Ketua Komisi B DPRD DIY, RB Dwi Wahyu B, melontarkan kritik keras untuk Pemda DIY yang terkesan hanya fokus mengurusi jatah hidup (jadup) bagi warga terdampak Covid-19. Sedangkan sektor lain seperti pariwisata dan ekonomi seolah-olah terabaikan.
“Menyikapi perkembangan virus Corona kapan akan berakhir pemerintah harus punya konsep yang cetha. Konsepnya itu apa? Harus jelas. Jangan kita hanya fokus jadup terus, bagaimana membangkitkan sektor ekonomi dan pariwisata?” ujarnya kepada wartawan di DPRD DIY, Senin (29/6/2020).
Dia melihat, kebijakan Pemda DIY pada masa perpanjangan tanggap darurat penanganan Covid-19 sampai 31 Juli 2020 masih bersifat parsial. Penanganan belum dilakukan komprehensif dan tertintegrasi antara semua Organisasi Perangkat Daerah (OPD).
“Penanganannya masih parsial. Kenapa masing-masing OPD tidak diberikan kewenangan? OPD punya basis dan segmen yang terdampak,” ungkap Ketua Fraksi PDI Perjuangan DPRD DIY ini.
Dwi lantas menyebut sektor pariwisata, seni, UMKM, koperasi, perindustrian dan perdagangan yang sebenarnya sangat terdampak namun belum ada sentuhan-sentuhan.
Saat pandemi, perusahaan tidak bisa berproduksi. Sedangkan sekarang ini mau berproduksi lagi duitnya habis. “Mereka itu terdampak betul tetapi tidak tercatat karena kita jelek dalam hal data,” katanya.
Dwi mengingatkan pada masa perpanjangan tanggap darurat Pemda jangan fokus pada satu OPD saja. “Semua jangan terfokus Dinas Sosial, nyatanya Dinas Pariwisata bisa bekerja sama dengan Kementerian Pariwisata,” tambahnya.
Demikian pula Dinas Perindag barus diberikan kewenangan supaya bisa leluasa bergerak. “Yang namanya desa saja diberikan kewenangan dengan dana desa kok,” ujarnya mencontohkan.
Artinya, realokasi APBD DIY 2020 jangan hanya dipusatkan satu kegiatan saja tetapi juga untuk kebutuhan lain yang tidak kalah mendesak dan penting. “Jangan kita hanya ngomong realokasi anggaran itu hanya untuk jadup,” tandasnya.
Menurut Dwi, masing-masing OPD pasti memiliki perspektif sendiri. “Dinas Sosial perspektifnya berbeda dengan Dinas pariwisata, Perindag, Koperasi dan UMKM,” kata dia.
Untuk itu, Gubernur DIY harus segera membuat keputusan kemudian di-break down ke SOP (Standar Operasional Prosedur). “Nek ora mengko bisa konflik horizontal,” ujarnya.
Dwi heran, perpanjangan masa tanggap darurat percepatan penanganan Covid-19 DIY tidak diikuti penjelasan kenapa diperpanjang, apa sebabnya, apa alasannya? Kebijakan itu selalu datang tiba-tiba.
“Misalnya ada lonjakan kasus sekian, nggak ada keterangan resmi. Ketika masa tanggap darurat diperpanjang konsekuensinya kepiye? Cah sekolah kepiye dan sebagainya, dari sisi aktivitas perekonomian kayak apa,” katanya lagi.
Yang pasti, kebijakan Pemda DIY harus membawa konsekuensi di semua sektor yaitu sosial, ekonomi, pendidikan dan tetek bengeknya. “Bar kuwi setelah Juli arep ngapa?” ujarnya bertanya.
Dia juga mengkritisi SOP-SOP yang didengungkan selama ini belum tersosialisasi ke masyarakat. “Kalau pun sudah tersosialisasi sejauh mana masyarakat taat, nyatane pit-pitan ya akeh sampai Ngarsa Dalem marah,” kata dia. (sol)