Protes PPDB, Orangtua Siswa Menangis di Gedung Dewan

Protes PPDB, Orangtua Siswa Menangis di Gedung Dewan

KORANBERNAS.ID, BANTUL -- “Kami minta keadilan,” kata Wiyartini (41), warga Desa Karangtengah, Kecamatan Imogiri, sambil menangis di gedung DPRD Bantul, Senin (29/6/2020) siang.

Wiyartini mencari keadilan bagi anaknya, Efi Mariska, yang baru lulus SDN Karangtengan Baru dan gagal masuk ke SMPN 1 Imogiri dan SMPN 2 Imogiri di hari pertama Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB) online. Yang membuat dirinya sedih, kegagalan itu bukan karena masalah zonasi jarak, namun karena umurnya masih muda. Kalah tua dari pendaftar yang lain.

“Anak saya pilihan pertama SMPN 1 Imogiri, tidak diterima. Kemudian kelempar ke SMPN 2 Imogiri, juga gagal. Ternyata karena anak saya baru berumur 12 tahun 5 bulan,” kata Wiyartini sambil terisak.

Hal itu tentu menjadi pukulan bagi anaknya  yang sampai menangis meraung-raung karena merasa usahanya sejak kelas 1 hingga kelas 6 untuk mendapat nilai yang bagus, menjadi sia-sia. Harapanya, ketika belajar sungguh-sungguh, dia bisa masuk sekolah yang diinginkan. Apalagi rumahnya juga masuk zona.

Senada dikatakan Rini Trianto, warga Desa Tamanan, Kecamatan Banguntapan. Anaknya  bernama Risang Jalu, lulusan SDN Tamanan, gagal masuk ke SMPN 1 Banguntapan dan SMPN 3 Banguntapan saat pendaftaran online. Hal itu karena umurnya kalah tua dari pendaftar lain. Risang saat ini berusia 12 tahun 5 bulan dan 14 hari.

“Saya waktu kelulusan SD mendapat informasi dari pihak sekolah agar cepat-cepat mendaftar ke sekolah yang masuk zonasi karena ada kuota 100 siswa. Karena saya masuk zonasi SMPN 1 Banguntapan, tengah malam saya mendaftar biar dapat kuota. Namun baru tiga jam, nama anak saya terlempar karena persoalan umur. Saya benar-benar kecewa. Kasihan sama anak saya, padahal berprestasi dengan nilai kumulatif 22 koma 89,” katanya.

Demikian pula dikatakan Handoko, warga Mojolegi, Desa Karangtengan, Imogiri. Anaknya, Meyla Pintaliring, lulusan SDN Karangtengah Baru, juga gagal masuk ke SMPN 1 Imogiri maupun ke SMPN 2 Imogiri. Teryata setelah dikonfirmasi ke panitia, kegagalan karena umur, yakni 12 tahun 1 bulan. Kalah oleh pendaftar lain yang lebih tua.

“Sementara dalam aturan untuk online kita hanya bisa mendaftar satu kali dengan dua pilihan sekolah. Dengan adanya ketentuan umur, maka harapan anak saya ke SMP negeri ini pupus. Kami mohon kebijakannya, karena anak saya ini berprestasi dan saya juga masuk zona untuk SMPN 1 Imogiri dan SMPN 2 Imogiri,” katanya.

Handoko berharap anaknya bisa mendaftar ke SMPN 3 Imogiri yang masih ada kuota. Sehingga aturan mendaftar sekali dalam online juga dihapuskan.

Meyla sendiri mengatakan kecewa karena namanya tidak lagi ada dalam calon siswa SMPN 1 maupun SMPN 2 Imogiri. ”Saya nilainya kemarin 86 koma 80,” katanya menunduk sedih.

Ada puluhan warga lain yang berdatangan ke gedung DPRD Bantul untuk mengadukan soal PPDB ini. Baik yang datang sendiri, berombongan atau bersama anaknya. Mereka meminta kepada pemerintah Kabupaten Bantul meninjau ulang PPDB dengan tolak ukur umur.

Kedatangan orang tua yang protes PPDB itu diterima oleh Ketua DPRD Bantul, Hanung Raharjo ST, Wakil Ketua, Damba Antivis, dan anggota dewan dari FPDIP,  Aryunadi SE.

“Apa yang dilakukan oleh orang tua ini sudah benar, karena ini memperjuangkan hak anak dan juga mereka tidak salah kaitan PPDB tadi,” kata Aryunadi.

Sebab, katanya, jika mengacu aturan Peraturan Menteri Pendidikan Nomor 44/2019 tentang PPDB sistem zonasi, dasarnya ada dua. Jika jaraknya sama, nilainya sama, maka seleksinya baru faktor umur.

“Jadi kalau seleksi pertama umur, maka tidak sesuai Permen. Kalau perlu digugat ke MA. Ini harus dikoreksi, kembalikan roh bahwa zonasi adalah jarak, bukan sistem umur. Jadi dinas harus mengubah aturan ini,” katanya. Mumpung pendaftaran masih dua hari pada Selasa (30/6/2020) dan Rabu (1/7/2020).

Menurut Aryunadi, sangat mengecewakan jika anak-anak yang pintar namun tidak terakomodir untuk berkeinginan masuk sekolah negeri. “Nangis ini mbak. Padahal pak menteri gawe aturan jelas, zonasi itu jarak. Bukan tolak ukur pertama adalah umur. Ini harus diubah. Kalau tidak, rakyat demo saja, Saya siap di depan,” katanya.

Menurutnya, yang harus bertanggung jawab terhadap kekacauan PPDM SMP di Bantul adalah dinas kabupaten. “Kembalikan pada aturan menteri yakni jarak. Kalau ternyata jarak sama, nilai sama, barulah pakai perbandingan umur,” tandasnya.

Tidak Melanggar

Sementara itu Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga Bantul, Drs Isdarmoko M.Pd, saat dikonformasi mengatakan seleksi dengan menggunakan umur tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri.

“Kalau yang dikatakan zona itu adalah jarak. Maka kita sudah kelompok-kelompokkan kecamatan di Bantul menjadi beberapa zonasi terkait jarak tadi. Nah kemudian dilakukan seleksi menggunakan umur tadi,” katanya.

Hal itu tercantum dalam pasal 25 huruf b. Dan pada Permen nomor  1/2020 untuk PPDB zonasi dan PPDM afirmasi (keluarga tidak mampu, red) dilarang pakai tolak ukur nilai.

“Jadi kami konsisten pakai sistem zonasi tadi, bukan pada nilai. Dan  tujuan dari aturan ini adalah untuk menghilangkan sekolah favorit, sehingga yang memiliki nilai bagus bisa merata tersebar di seluruh Bantul. Dan harus dipahami, nek kabeh mau masuk sekolah negeri, jelas ora iso. Ini harus dipahami karena yang mendaftar juga banyak. Jadi harus ada seleksinya. Maka dipastikan aturan yang berlaku ini tidak akan diubah,” tandasnya. (eru)