Pembelajaran Daring pun Harus Beretika

Pembelajaran Daring pun Harus Beretika

KORANBERNAS.ID,BANTUL -- Pendidikan Bahasa Inggris (PBI) Universitas Mercu Buana  Yogyakarta (UMBY) menggandeng Capiz State University Filipina dalam  webinar series #3 . Humas UMBY, Widarta MM, Senin (8/2/2021) mengatakan webinar mengusung tema “Sail Through: Global Teaching Approaches during Covid 19 Pandemic and Beyond”.

Kegiatan ini diikuti ratusan peserta dari para penggiat pendidikan yang berasal berbagai negara terutama dari Indonesia dan Filipina.

“Kegiatan webinar ini digelar setelah sukses gelaran  dua webinar sebelumnya. Untuk yang ketiga  digelar tanggal 24 Januari 2021 silam,”kata Widarta.

Sebagai pemateri dari UMBY  Lu'luil Maknun,  M.Pd. dan dari Capiz State University, Hazel D. Joaquin, Ph. D.  Webinar dibuka dengan menghadirkan salah satu dosen dari Capiz State University, Rossandrew B. Villaruel, Ph.D (CAR)  yang tampil sebagai moderator.

Lu'luil menyampaikan topik “Online Manner Matters Does Nettiquette Have to be Taught and Learned in a Remote Teaching-Learning?”.  Online manner sangat diperlukan dan dibutuhkan pada setiap proses pembelajaran.

“Tidak hanya aspek kognitif namun juga aspek yang menunjukkan bahwa mengapreasiasi seseorang ataupun respect kepada orang lain,” kata Lu’luil.

Selain itu, etika juga sangat dibutuhkan tidak hanya saat pembelajaran tatap muka namun juga saat pembelajaran daring yang disebut netiquette yakni gabungan dari dua kata “etiquette” dan “internet”.

“Netiquette perlu diajarkan dengan begitu dapat meningkatkan kemampuan siswa berkomunikasi, pengelolaan waktu atau time management, mengurangi miskomunikasi dan salah paham, dan tetap menjaga diskusi pembelajaran berjalan sesuai rencana,”katanya.

Sementara  Hazel membawakan topik dengan judul Contextualization in Language Teaching. Berbeda dengan language teaching terdahulu yang lebih sederhana dan terbatas, sekarang language teaching diarahkan untuk lebih ‘contextualized’ atau dengan kata lain materi yang diajarkan berdasarkan kejadian sesungguhnya atau pengalaman hidup orang lain dan diri sendiri.

Tak hanya itu, tugas yang diberikan juga diharapkan dapat memfasilitasi penggunaan kemampuan siswa secara optimal namun tetap sesuai dengan konteks budaya para siswa.

“Ada tiga contoh yang dapat membantu ‘contextualization’ diantaranya verbal amplification, visual support, dan sentence patterning choice.” ujar Hazel.(*)