Menimbulkan Polemik, Batalkan Pengesahan RUU Kesehatan
KORANBERNAS.ID, BANTUL -- Pemerintah bersama DPR RI dijadwalkan mengesahkan Rancangan Undang Undang (RUU) Omnibuslaw Kesehatan atau RUU Kesehatan pada Sidang Paripurna, Selasa (11/8/2023) hari ini.
Dalam perjalananya, RUU ini mendapat penolakan dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) dan Ikatan Bidan Indonesia (IBI).
Ini dilakukan akibat banyaknya pasal di dalam RUU yang menyebabkan muncul aksi penolakan pada 8 Mei dan 5 Juni 2023.
RUU kesehatan dianggap mengancam UU profesi medis yang sudah ada yakni UU Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, UU Nomor 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan, UU Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan, dan UU Nomor 4 Tahun 2019 tentang Kebidanan.
Ketua PPNI Bantul, Sihono. (istimewa)
"Pemerintah dan DPR RI diharapkan meninjau ulang bahkan membatalkan RUU Kesehatan omnibus law yang rencananya disahkan Selasa 11 Juli 2023," kata drg Bambang Sugiharto, Ketua PDGI Kabupaten Bantul, kepada koranbernas.id, Senin (10/7/2023) malam.
Sebelumnya PDGI juga sudah dua kali melakukan aksi penolakan yakni tanggal 8 Mei dan 5 Juni. PDGI DIY juga mengirimkan perwakilan melakukan aksi ke Jakarta. Tapi untuk tanggal 11 Juli belum ada rencana aksi atau mengirim perwakilannya kembali ke Jakarta.
Menurut Bambang, banyak pasal dalam RUU tersebut yang menimbulkan polemik dan membuat organisasi profesi kesehatan menolak.
Misalnya saja terkait selama ini adanya rekomendasi organisasi profesi dalam pembuatan izin praktik sesungguhnya adalah bentuk pengendalian terhadap kualitas dokter tersebut. Agar kualifikasinya memenuhi syarat dan berujung pada kualitas layanan yang diberikan kepada masyarakat.
"Jika itu dihapus sebagaimana RUU yang dibahas,PDGI khawatir terhadap kualitas layanan karena tidak ada kontrol. Misal untuk dokter gigi, selain ada rekomendasi dari organisasi juga ada rekomendasi puskesmas,keterangan sehat dan juga kualitas air. Hal ini jangan dihapuskan," katanya.
Sebagaimana RUU yang dibahas maka sertifikasi diambil alih langsung oleh Menteri Kesehatan.
"Kami tegaskan PDGI tidak menentang pemerintah namun apa yang tertera di dalam berbagai pasal di RUU Kesehatan merugikan dunia kesehatan itu sendiri dan bisa menurunkan kualitas layanan kepada masyarakat," katanya.
Hal lain adalah terkait kemudahan izin termasuk masuknya tenaga profesional kesehatan asing di Indonesia yang hanya perlu sertifikasi dari Menteri Kesehatan.
Ini dikhawatirkan puka akan berdampak bagi masyarakat. Apalagi jika ternyata kualitasnya di bawah standar layanan dokter di Indonesia. Juga masih banyak pasal lain yang kemudian mendapat penolakan dari organisasi profesi kesehatan.
"Kami dari PDGI mulai pusat hingga daerah kompak dan solid untuk menolak pengesahan RUU tersebut. Bersama organisasi profesi lain yakni IDI, PPNi dan IBI. Namun jika terkait wacana mogok layanan, PDGI Bantul belum mengambil sikap. PDGI memastikan masyarakat jangan sampai dirugikan terkait kontroversi RUU kesehatan ini," tandasnya.
Apalagi di dalam sejarahnya, PDGI yang berdiri sejak 1950 bertujuan mewadahi semua dokter gigi di tanah air dari beragam latar belakang dan entis agar bersatu dan saling berkolaborasi. Selain itu, juga bersama-sama memberikan layanan kesehatan yang terbaik bagi masyarakat indonesia.
Maka jangan sampai lahirnya UU kesehatan membuat mereka terpecah belah.
Secara terpisah, Ketua PPNI Bantul, Sihono S Kep Ns mengatakan pihaknya juga berkeberatan dengan RUU tersebut. PPNI juga sudah menggelar aksi sebelumnya terkait penolakan tersebut ke Jakarta.
"Terkait sikap atau apakah ada aksi 11 Juli, kami menunggu instruksi dari wilayah DIY. Sejauh ini belum ada," katanya. (*)