Sidang Kasus Pengeroyokan, Alat Bukti yang Diajukan Jaksa Disebut Menyalahi UU ITE

Sidang Kasus Pengeroyokan, Alat Bukti yang Diajukan Jaksa Disebut Menyalahi UU ITE

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Alat bukti berupa rekaman CCTV yang diajukan oleh jaksa, dalam sidang kasus pengeroyokan di Gedong Kuning Yogyakarta, dinilai menyalahi Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).

Usai sidang lanjutan di Pengadilan Negeri (PN) Yogyakarta, Selasa (26/7/2022), Penasihat Hukum (PH) terdakwa FAS yakni Taufiqurrahman SH mengatakan, seharusnya proses pengambilan barang bukti CCTV dilakukan dengan prosedur sebagaimana diatur dalam UU ITE.

Namun, melihat isi dari rekaman CCTV yang disampaikan jaksa, Taufiq  berpendapat barang bukti itu tidak diproses dengan cara yang benar berdasarkan undang-undang.

“Bagi saya, rekaman CCTV itu diambil secara serampangan. Tidak mengindahkan prosedur sebagaimana diatur dalam UU ITE,” kata Taufiq.

Sebagaimana diketahui, kasus pengeroyokan yang terjadi di wilayah Yogyakarta beberapa waktu silam ini, menyebabkan satu orang korban meninggal dunia yakni Daffa Adzin Albasith. Kasus ini menyedot perhatian publik dan juga pemerintah serta aparat kepolisian. Polisi kemudian melakukan penangkapan terhadap sejumlah orang yang diduga terlibat dalam kasus ini. Salah seorang di antaranya FAS.

Taufiq menegaskan CCTV yang ada di berkas perkara maupun yang mungkin akan dihadirkan dalam persidangan, seharusnya tidak berdiri sendiri.

Artinya, bukti rekaman CCTV ini harus dilengkapi dengan berita acara pengambilan atau berita acara penyalinan. Sebuah rekaman CCTV yang diambil, wajib disertai berita acara pengambilan dan jika disalin maka juga harus ada berita acara penyalinan.

“CCTV ini diambil dari apa atau diambil dari alat apa, merknya apa, tipenya apa, IMEI berapa, matrik seperti apa,semua harus jelas. Dengan ada berita acara itu nanti rekaman CCTV diambil dan dilakukanlah uji forensik,” tambahnya.

Tujuan dari uji forensik ini untuk mengetahui kebenaran rekaman CCTV tersebut cocok atau tidak. Apabila hasil uji forensik dan berita acara itu sesuai, maka kebenaran dari CCTV itu dapat dipastikan.

“Artinya di situ tidak ada rekayasa. Jika matriknya berubah, itu artinya ada yang salah. Jadi rekaman CCTV gak bisa sembarangan. Harus memenuhi ketentuan undang-undang,” tegasnya.

Sidang lanjutan Selasa (5/7/2022) berisi agenda mendengarkan keterangan saksi dari jaksa penuntut umum (JPU). Saksi yang dihadirkan yakni Redi yang merupakan teman dari para terdakwa.

Dalam sidang yang diketuai Suparman SH, selain mempertanyakan proses pengambilan CCTV, Taufiq lagi-lagi mempertanyakan kelengkapan bukti rekaman CCTV. Sebelumnya, pihak penyidik menyebutkan ada 9 rekaman CCTV yang bisa digunakan untuk mengungkap kejadian yang sebenarnya.

Menurut Taufiqurrahman, apapun petunjuknya jika itu masuk dalam berkas perkara maka harus dilengkapi. Dalam persidangan mendatang, kuasa hukum juga telah menyiapkan alat-alat bukti untuk membuktikan ketidakterlibatan terdakwa dalam perkara ini. Alat bukti yang akan dihadirkan baik berupa surat, audio, video maupun saksi. (*)