Mendongkrak Peran Milenial Leader

Mendongkrak Peran Milenial <i>Leader</i>

INDONESIA sedang dalam proses memasuki bonus demografi pada 2025–2030. Jumlah penduduk Indonesia diproyeksikan terus meningkat dari 238,5 juta pada 2010 menjadi 305,6 juta jiwa pada 2035. Besarnya jumlah peningkatan penduduk ini berpotensi mendatangkan bonus demografi bagi bangsa ini.

Bonus demografi membuat penduduk usia produktif yang berpotensi menggerakkan ekonomi Indonesia semakin banyak. Diperkirakan pada 2045, pemuda yang dalam usia produktif saat ini akan menjadi generasi emas. Mereka inilah yang saat ini sedang duduk di sekolah dasar dan mereka pula yang akan menggerakkan perekonomian Indonesia kelak pada masa depan.

Jika disiapkan dan dikawal dengan baik, maka bonus demografi dapat mengakselerasi hadirnya milenial Indonesia mandiri yang berkualitas tinggi. Sebaliknya, jika momentum ini tidak dimanfaatkan akan menjadi bencana dan petaka. Banyaknya Sumber Daya Manusia (SDM) produktif yang tidak berkualitas akan menimbulkan banyak masalah, mulai dari pengangguran, kemiskinan hingga tingkat kriminalitas yang tinggi.

Saat ini tengah terjadi pergeseran dalam gaya kepemimpinan seiring dengan perkembangan teknologi yang mengubah pola kehidupan manusia di seluruh belahan dunia. Tidak ada batas minimum bagi pemuda mendapat amanah besar di kursi pengambil kebijakan dan pada level strategis di dalam pemerintahan.

Indonesia dihadapkan dengan beragamnya masalah yang makin menantang dan kompleks. Level kepemimpinan lintas sektor sudah harus berani memberikan ruang berkembang dan bertumbuh bagi calon pemimpin di berbagai sektor, tidak hanya di level pemerintah saja, tetapi juga perusahaan atau organisasi lainnya. Generasi milennial yang berpotensi, perlahan sudah harus diberikan kesempatan dalam ruang formal untuk mengambil peran sebagai policy maker.

Konsep Leadership 4.0 berfokus pada keterlibatan tim, kemampuan individu, keterampilan memotivasi dan pabrikasi ide-ide super kreatif. Hal ini akan menghasilkan budaya kerja yang terbuka, transparan dan inovatif. Yang pasti, para pemimpin milenial saat ini mayoritas sudah menggunakan teknologi dalam menjalankan aktivitas pekerjaannya. Seakan, teknologi sudah tidak terpisahkan lagi dalam pemerintahan, perusahaan, organisasi, komunitas atau proyek yang mereka pimpin.

Milenial leader yang agile (tangkas) berhasil mengajak organisasinya dengan cepat mengakomodasi perubahan. Respon yang dimiliki oleh tipe kepemimpinan digital jauh lebih cepat dibandingkan pemimpin yang gagap teknologi atau tidak mengikuti tren teknologi terkini. Apalagi, kalau melihat tren penggunaan internet di Indonesia yang diproyeksikan mencapai 175 juta pada tahun ini menunjukkan pentingnya dan semakin menguatnya tren digital leadership.

Kepemimpinan 4.0 memungkinkan organisasi pemerintahan ataupun swasta saat ini untuk meningkatkan kapasitasnya dalam mengimbangi berbagai percepatan dalam dunia industri dengan penuh percepatan karena hadirnya teknologi di semua lini.

Dari pengamatan berbagai macam sumber, terdapat lima dimensi dari kepemimpinan 4.0 saat ini. Pertama adalah kompetisi, bagaimana pemimpin merespon tantangan terhadap iklim kompetisi yang ketat dan semakin kompleks. Kedua, hirarki. Pemimpin 4.0 mengedepankan pengambilan keputusan secara partisipatif dengan melibatkan seluruh anggota organisasi dalam menentukan langkah yang dipilih. Collaborative Leadhership menjadi hal penting, bagaimana seorang pemimpin mampu berkolaborasi memajukan organiasasi.

Garansi

Ketiga adalah pengembangan talenta di bidang teknologi, pemimpin memanfaatkan talenta individu agar dapat terus mengeksplorasi dan memaksimalkan penggunaan potensi, guna memaksimalkan kemajuan teknologi di setiap bidang yang relevan. Keempat, hiper-konektivitas. Kondisi ini memungkinkan kepemimpinan yang berjejaring dari level mikro hingga makro. Salah satu tugas utama menjadi pemimpin 4.0 adalah menguasai fungsi media sosial sebagai platform jitu untuk memperkuat koneksi dan menjalin hubungan dengan orang lain. Hyper-konektivitas berarti terhubungnya manusia, organisasi dan mesin melalui seperangkat teknologi digital.

Kelima adalah transparansi. Pemimpin 4.0 mengedepankan komunikasi terbuka (open) dan kejujuran (honest). Konteks kepemimpinan 4.0 menjadikan transparansi menjadi budaya utama. Saat berbagai informasi mengalir deras secara global hanya dengan hitungan detik, maka transparansi tidak hanya diharapkan tetapi juga tidak bisa dihindari.

Perubahan selalu berawal dari hal yang paling kecil dan butuh proses. Terkadang, kita tidak sabar untuk meraih hasilnya, sehingga menjadi tergesa-gesa dan hasilnya pun tidak maksimal. Kita tetap bergerak pelan, namun tetap progresif. Akan ada momennya ketika kita ingin bergerak ke arah yang lebih besar.

Walau begitu, siapa pun yang ingin diberikan amanah besar sebagai pemimpin tentunya harus mampu memantaskan diri terlebih dahulu. Kapasitas, kompetensi, daya saing, jam terbang, sikap dan keterampilan menentukan tingkat kepantasan pemuda dalam menjadi pemimpin 4.0. Mungkin bahasa premannya, “harus tahu diri” sebelum mengambil peran lebih jauh sebagai seorang pemimpin.

Ada beberapa hal yang menjadi syarat utama untuk jadi seorang pemimpin, seperti melayani, welcome atas kritik, hadir di tengah rakyat (egaliter), tak lagi orientasi populis, dan jujur. Moralitas, Karakter, dan Integritas merupakan hal terpenting yang menjadi syarat wajib untuk dimiliki seorang pemimpin visioner. Itu bakal menjadi garansi dan selalu dikontrol track-nya oleh seluruh rakyat. *

Marjono

Kasubag Materi Naskah Pimpinan Pemprov Jateng