Kominfo Menerbitkan SE Panduan Pemanfaatan Teknologi AI

Ekonomi digital RI tahun 2030 diperkirakan tumbuh pesat dengan kontribusi ekonomi mencapai 366 miliar dollar AS.

Kominfo Menerbitkan SE Panduan Pemanfaatan Teknologi AI
Wamen Kominfo bersama UGM meresmikan Center of AI Ethic di UGM, Jumat (8/3/2024). (yvesta putu ayu palupi/koranbernas.id)

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bersama Universitas Gadjah Mada (UGM) meresmikan Center of AI Ethic di UGM, Jumat (8/3/2024). Pusat etik AI ini menjadi satu dari kebijakan Kominfo dalam mengatur pemanfaatan AI.

"Center of ethic AI ini mencoba melihat dari sisi multidisipliner, terutama dari etik karena penting bagaimana meminimalisir risiko AI," ujar Wamenkominfo, Nezar Patria, di sela Diskusi Publik yang bertajuk Kebutuhan Mengembangkan Regulasi Tata Kelola Kecerdasan Artifisial.

Menurut Nezar, pertumbuhan ekonomi digital RI pada tahun 2030 diperkirakan tumbuh pesat dengan kontribusi ekonomi mencapai 366 miliar dollar Amerika Serikat. Potensi pertumbuhan ekonomi digital dipengaruhi oleh sejauh mana pemanfaatan teknologi kecerdasan artifisial (AI) di sektor industri.

Menurut Nezar, diperlukan peraturan perundang-undangan yang lebih mengikat soal tata kelola penggunaan AI agar tidak menimbulkan kerugian bagi masyarakat.

Saat ini kontribusi ekonomi digital pada GDP masih di bawah 10 persen, namun dari hasil sejumlah studi diperkirakan pertumbuhan ekonomi digital RI meningkat pesat hingga 366 miliar dollar Amerika serikat pada tahun 2030. 

ARTIKEL LAINNYA: Mahasiswa KKN UAD Mengolah Minyak Jelantah Menjadi Lilin Aroma Terapi

“Dibandingkan di Asia Tenggara pertumbuhanya bisa mencapai 1 triliun dollar maka kontribusi ekonomi digital memberikan kontribusi hampir 40 persen,” jelasnya.

Pertumbuhan ekonomi digital sedikit banyak dipengaruhi oleh masifnya pemanfaatan teknologi AI di sektor industri sehingga Kominfo mengeluarkan surat edaran (SE) yang mengatur panduan etik penggunaan AI sejak bulan Desember 2023 yang ditujukan pada pengemban AI dan sektor industri.

Surat edaran ini menurut Wamen memang tidak bisa memberikan sanksi hukum karena belum ditindaklanjuti pada peraturan perundang-undangan karena pemerintah masih menunggu dan memantau pertumbuhan AI di sektor industri di tanah air.

“Kita masih bergerak di soft regulation dengan mencermati pertumbuhan AI di sektor industri. Prinsipnya, kita ingin mengambil manfaat sebesar-besarnya namun juga memitigasi risiko yang muncul,” jelasnya.

Dekan Fakultas Filsafat UGM, Siti Murtiningsih, mengatakan di era kemajuan teknologi informasi dan komunikasi yang semakin berkembang pesat maka kehadiran teknologi AI menimbulkan tantangan etis.

ARTIKEL LAINNYA: Universitas Alma Ata Yogyakarta Menjalin Kerja Sama dengan Malaysia

Perkembangannya harus sejalan dengan nilai moral dan etika di masyarakat, serta tidak merugikan dari sisi aspek kemanusiaan.

Menurutnya, diperlukan instrumen hukum yang lebih mengikat bagi semua kepentingan masyarakat dan industri terkait dengan penggunaan teknologi kecerdasan buatan. “Kita perlu menyusun undang-undang terkait prinsip etis AI dari pandangan lintas keilmuan,” ungkapnya.

Direktur Government Relations Microsoft Indonesia and Brunei Darussalam, Ajar Edi, menambahkan sebenarnya banyak miskonsepsi tentang AI di tengah masyarakat namun bagi para eksekutif dan staf di perusahaan, pemanfaatan AI digunakan untuk mendukung tugas dan pekerjaan yang memberikan efisiensi dan efektivitas waktu kerja.

"Meski ada potensi bias namun untuk memastikan sebuah keputusan, manusialah selaku pemegang keputusan yang paling tepat,” tandasnya. (*)