Kasus Pengalihan IUP Tanah Bumbu Berlanjut

Kasus Pengalihan IUP Tanah Bumbu Berlanjut

KORANBERNAS.ID, BANJARMASIN -- Kasus siap pengalohan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Tanah Bumbu terus berlanjut. Raden Dwidjono Putrohadi Sutopo, terdakwa suap pengalihan IUP Tanah Bumbu yang juga mantan Kepala Dinas ESDM Tanah Bumbu mengikuti sidang di Pengadilan Tipikor Banjarmasin pada Senin (23/5/2022).

Kuasa hukum terdakwa, Sahlan Alboneh dalam keterangan tertulisnya, Selasa (24/5/2022) siang, mengungkapkan Dwidjono mengaku dipaksa oleh Bupati Tanah Bumbu yang saat itu dijabat Mardani H Maming untuk memproses pengalihan IUP dari PT Bangun Karya Pratama Lestari (BPKL) ke PT PCN (Prolindo Cipta Nusantara).

Sahlan Alboneh membenarkan Dwidjono mengatakan tidak ada aliran uang ke Bupati Mardani dari uang Rp27,6 miliar yang dipinjam Dwidjono dari Henri Soetio.

“Memang Bupati Mardani tidak menerima uang dari pinjaman yang didapat Pak Dwidjono dari Henri Soetio yang oleh jaksa disebut sebagai suap atau gratifikasi. Tapi harus dicermati fakta persidangan lainnya, yakni apa yang disampaikan Direktur PT PCN Christian Soetio bahwa ada transfer Rp89 miliar dari PCN ke dua perusahaan yang diduga terafiliasi dengan Bupati Mardani,” kata Sahlan seusai sidang di Pengadilan Tipikor.

Sebab menurut Sahlan, aliran uang Rp89 miliar dari PT PCN itu diduga masih terkait dengan proses pengalihan IUP yang ditandatangani Bupati Mardani meski dilarang UU Minerba.

Pada persidangan Jumat (13/5/2022), Chistian Soetio adik kandung almarhum Henri Soetio, mengungkapkan bahwa ada uang transfer ke Mardani melalui PT Permata Abadi Raya (PAR) dan PT Trans Surya Perkasa (TSP) tercatat mencapai Rp89 miliar.

“Ratusan miliar yang mulia. Mohon maaf yang mulia, transfer ke Mardani, tapi transfernya ke PT PAR dan PT TSP,” kata Christian saat ditanya majelis hakim.

 

Pengalihan dilarang

Menurut Sahlan, guna membuktikan kebenaran aliran dana seperti disebut Cristian, tentu menjadi kewenangan penegak hukum.

“Bagaimana membuktikan dugaan itu? Tentu menjadi kewenangan dari penegak hukum, baik kepolisian kejaksaan atau KPK. Kami sendiri dari kuasa hukum sudah pernah melapor ke KPK terkait kasus ini,” kata Sahlan.

Sementara Dwidjono mengungkapkan, dirinya memang sempat tak memproses permohonan pengalihan IUP karena mengetahui bahwa pengalihan IUP dari satu perusahaan ke perusahaan lain dilarang oleh UU Minerba Nomor 4 Tahun 2009, yakni pasal 93.

“Saya sudah tidak mau proses tapi dipaksa (Bupati Mardani) untuk memproses. Beda lho pak, perintah dengan paksa. Kalau perintah saja, saya masih belum melaksanakan. Ini dipaksa,” kata Dwidjono saat memberi kesaksian pada persidangan lanjutan dugaan suap IUP batu bara Tanah Bumbu.

Namun Dwidjono akhirnya memproses setelah dipanggil Bupati Mardani. Selanjutnya lahirlah Surat Keputusan Bupati Tanah Bumbu Nomor 296 Tahun 2011 tentang Persetujuan Pelimpahan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Operasi Produksi PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL) Nomor 545/103/IUP-OP/D.PE/2010 ke PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN) pada 2011.

Kuasa hukum Mardani H Maming, Irfan Idham dalam keterangan tertulisnya Selasa (24/5/2022) mengatakan kliennya tidak menerima sepeser pun uang dari kasus korupsi izin tambang. Irfan mengatakan hal itu terbukti dari kesaksian Mantan Kepala Dinas ESDM Kabupaten Tanah Bumbu, Dwidjono Putrohadi Sutopo yang menjadi terdakwa kasus dugaan korupsi izin tambang.

“Dengan demikian, tudingan bahwa Mardani H. Maming turut menerima aliran dana hasil gratifikasi terbantahkan,” tandasnya. (*)