ICM Surati Jokowi Agar Copot Menkumham

ICM Surati Jokowi Agar Copot Menkumham

KORANBERNAS.ID, JOGJA – Indonesian Court Monitoring (ICM) Yogyakarta menyurati Presiden Joko Widodo agar mencopot Menteri Hukum dan Ham Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna Hamonangan Laoly. ICM Yogyakarta menilai, Menkumham telah melakukan benturan kepentingan.

Yasonna sebelumnya mengumumkan Tim Hukum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dalam melawan KPK terkait kasus suap angota KPU, Wahyu Setiawan, yang melibatkan anggota PDIP dan beberapa telah menjadi tersangka.

Dalam surat yang ditujukan kepada Presiden Jokowi, Senin (20/1/2020), Direktur ICM Tri Wahyu mengungkapkan, ICM meminta Presiden memberikan sanksi tegas pada Menkumham Yasonna Laoly dalam waktu 7x24 jam. Sebab Yasonna rela meninggalkan perannya sebagai pejabat negara demi ikut membentuk tim hukum PDIP.

"Kita tahu, di Republik Indonesia ini, pejabat publik harusnya 24 jam melayani. Artinya, jika sudah disumpah menjadi pejabat publik, harus pro kepada jabatan publik, bukan pro pada partai ataupun golongan," paparnya saat ditemui di Kantor Pos Besar Yogyakarta.

"Kami pandang bahwa dalam Undang-undang No 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas KKN, di situ ada asas akuntabilitas dan profesionalitas. Intinya, dimana semua kegiatan itu ditujukan kepada rakyat. Kami sangat mengapresiasi pada periode pertama presiden Jokowi dalam menegakkan undang-undang kementerian negara yang melarang pejabatnya untuk rangkap jabatan," lanjut Tri Wahyu.

"Kita juga tahu di dalam undang-undang kementerian negara bahwa ada undang-undang yang menegaskan bahwa tidak boleh rangkap jabatan kepada menteri. Apalagi jika menteri merangkap pimpinan organisasi yang mendapat dana dari APBN atau APBD, artinya rangkap jabatan ini menjadi satu masalah," lanjutnya.

Usai melakukan cek, lanjut Wahyu, ternyata Yasonna Laoly sendiri pada tahun 2015 menandatangani Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia nomor 38 tahun 2015 tentang Pedoman Penanganan Benturan Kepentingan di Lingkungan Kementerian Hukum dan HAM.

"Alasan Laoly waktu itu adalah demi tata kelola negara yang bebas dari KKN itu penting ada kondisi bebas dari benturan kepentingan. Disebut bahwa salah satu kondisi pendukung untuk menghindari benturan kepentingan adalah keteladanan pemimpin itu sendiri, yaitu bapak presiden," paparnya.

"Kami tidak akan berdiam diri, apalagi disebut Tim Hukum PDIP mengatakan bahwa melawan KPK demi rakyat Indonesia. Kami tidak mau dicatut oleh PDIP sebagai bagian dari rakyat Indonesia yang melawan KPK," tandasnya.

Agar menjadi perhatian serius Presiden Jokowi, Surat ini juga diteruskan kepada tiga guru bangsa yang dihormati oleh presiden, yaitu Ahmad Syafii Maarif (Buya Syafii), Ahmad Mustofa Bisri (Gus Mus) dan Sinta Nuriyah Wahid. (eru)