Penganiayaan Tujuh Pendukung Ganjar-Mahfud, Pakar Hukum UJAY: Jelas Melanggar Hukum

Penganiayaan Tujuh Pendukung Ganjar-Mahfud, Pakar Hukum UJAY: Jelas Melanggar Hukum
Ilustrasi. (istimewa)

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA--Akademisi Universitas Atma Jaya Yogyakarta, Dr Benediktus Hestu Cipto Handoyo, menyoroti peristiwa penganiayaan terhadap sejumlah pendukung atau relawan Ganjar-Mahfud, oleh sekelompok oknum TNI di Boyolali. Ia menegaskan, tindakan oknum TNI tersebut jelas perbuatan melanggar hukum.

“Tindakan yang dilakukan sejumlah oknum TNI tersebut jelas merupakan perbuatan melanggar hukum,” kata Hestu, Sabtu (30/12/2023) malam.

Hestu menekankan, para pelaku penganiayaan harus diproses secara hukum. Kasus ini juga harus dikawal hingga tuntas.

Dituturkan, apapun alasannya, tindakan penganiayaan TNI terhadap rakyat sipil tidak bisa dibenarkan. Meski misalnya, korban yang dianiaya itu melanggar tata tertib berlalu-lintas.

“Kendati alasan penganiayaan adalah karena korban mengendarai sepeda motor dengan knalpot blombongan, itu tidak dapat dibenarkan,” tegasnya. 

Dia menuturkan, semestinya penindakan atas pelanggaran lalu-lintas dilakukan oleh pihak kepolisian khususnya polisi lalu-lintas. Sehingga dari segi apapun, tidak bisa dibenarkan bila petugas TNI melakukan penindakan terhadap pelanggar lalu-lintas. Terlebih, dengan melakukan penganiayaan secara brutal di tengah jalan raya.

“TNI setelah reformasi bukan penegak hukum. Dan dalam konteks reposisi TNI dan Polri sejak reformasi sudah dipisahkan. TNI lebih berfungsi sebagai kombatan, sedang Polri non-kombatan,” jelasnya.

Dengan demikian, lanjut Hestu, jika pelaku kemudian diperiksa Detasemen Polisi Militer (Denpom) maka langkah ini sudah benar. Sanksi terhadap oknum yang bersangkutan juga haruslah setimpal dengan perbuatan yang dilakukan.

“Menurut Pasal 100 Undang-undang 31/1997 tentang Peradilan Militer, penganiayaan itu adalah perbuatan pidana. Tentu oknum TNI tersebut akan diperiksa lewat Peradilan Militer kendati pidananya tetap mempergunakan KUHP,” katanya.

Ia menjelaskan, anggota TNI yang melakukan pemukulan terhadap warga dapat dikenakan Pasal 351 ayat (1), ayat (2), atau ayat (3) KUHP yang menyatakan sebagai berikut: (1) Penganiayaan dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya dua tahun delapan bulan atau denda sebanyak-banyaknya empat ribu lima ratus rupiah.

(2) Jika perbuatan itu berakibat luka berat, yang bersalah dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun. (3)  Jika perbuatan tersebut menyebabkan matinya orang, maka yang bersalah dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya tujuh tahun.

Sementara, terhadap para korban, Hestu menyarankan agar didampingi kuasa hukum (advokat), serta harus ada upaya untuk mengawal kasus ini sehingga ada kepastian dalam penegakan hukum.

Sebelumnya, sejumlah pendukung Ganjar-Mahfud mendapatkan tindak kekerasan dari oknum TNI di Boyolali, Sabtu (30/12/2023). Video peristiwa penganiayaan oleh oknum TNI kepada pendukung Ganjar-Mahfud tersebut viral di media sosial X dan platform medsos lainnya.

Informasi yang dihimpun, ada tujuh orang yang menjadi korban dalam penganiayaan tersebut. Diduga oknum TNI tersebut menganiaya korban yang mengendarai motor berknalpot brong.

Pihak TNI telah membenarkan adanya peristiwa penganiayaan tersebut dilakukan oleh anggota TNI. Kapuspen TNI Brigjen Nugraha Gumilar mengatakan, pihaknya sedang memeriksa oknum anggota TNI yang melakukan penganiayaan di Denpom Surakarta.

“Oknum tersebut saat ini dalam proses pemeriksaan Denpom Surakarta,” kata Kapuspen TNI Mayjen Nugraha Gumilar, Sabtu (30/12/2023). (*)