Hindari Politik Balas Jasa, Muhammadiyah Ingatkan Sikap Pemerintah Seharusnya
Haedar juga menyoroti pentingnya pemberantasan korupsi yang efektif. Menurutnya, diperlukan political will yang kuat dari seluruh jajaran pemerintahan, termasuk eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA--Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Prof. Haedar Nashir, mengingatkan pemerintahan hasil Pemilu 2024 untuk menghindari politik balas jasa dan memprioritaskan kebijakan pro-rakyat. Hal tersebut disampaikan dalam acara Refleksi Akhir Tahun 2024 PP Muhammadiyah di Yogyakarta, Senin (30/12/2024).
Haedar juga menyoroti pentingnya pemberantasan korupsi yang efektif. Menurutnya, diperlukan political will yang kuat dari seluruh jajaran pemerintahan, termasuk eksekutif, legislatif, dan yudikatif.
“KPK harus kembali pada khittahnya sebagai lembaga independen dan melakukan pemberantasan korupsi secara benar, adil, tanpa terpengaruh pihak manapun,” ujarnya.
Dalam refleksinya, Muhammadiyah mengapresiasi kemajuan Indonesia di berbagai bidang, namun menekankan masih banyak tantangan yang perlu diselesaikan.
Organisasi Islam ini mendorong penguatan peran agama sebagai landasan moral, terutama dalam menghadapi fenomena negatif seperti bunuh diri, gangguan kesehatan mental, pinjaman online, judi online, dan pornografi.
“Agama jangan sampai hanya menjadi komoditas atau hiburan yang menghilangkan substansi dan fungsi luhurnya. Agama harus menjadi faktor motivatif, kreatif, dan integratif dalam kehidupan masyarakat,” tambahnya.
Terkait konsolidasi demokrasi pasca Pemilu 2024, Muhammadiyah mendorong penguatan kualitas demokrasi substantif.
“Demokrasi yang sehat harus didukung kuat oleh seluruh institusi negara. Keberhasilan Indonesia dalam berdemokrasi diukur dari kemampuan menghilangkan praktik politik uang, politik transaksional, dan penyalahgunaan hukum,” jelasnya.
Sebagai penutup, Haedar menekankan bahwa setiap kebijakan yang diambil pemerintah harus berpihak pada kepentingan rakyat.
“Jika ada kebijakan yang menimbulkan penolakan publik, pemimpin yang bijaksana harus berani melakukan koreksi bahkan mencabut kebijakan tersebut demi kepentingan bangsa,” pungkasnya. (*)