Yogyakarta Komik Weeks Pamerkan Karya-karya Adaptasi Seniman terhadap Pandemi

Yogyakarta Komik Weeks Pamerkan Karya-karya Adaptasi Seniman terhadap Pandemi

KORANBERNAS ID, YOGYAKARTA -- Pandemi belum berakhir. Protokol kesehatan harus selalu dipatuhi demi kenyamanan dan keselamatan. Pada era kenormalan baru, semua yang dulu belum pernah dibiasakan dan dilakukan, sekarang akan menjadi sebuah kewajaran anyar.

Seniman kolektif Mulyakarya dan Dinas Kebudayaan Daerah Istimewa Yogyakarta mengangkat tema tersebut ke dalam sebuah lomba komik. Ajang lomba komik Kukuruyug #7 ini mengangkat tema Kreasi Adaptasi dan dibiayai dengan Dana Keistimewaan.

“Pameran Yogyakarta Komik Weeks 2021 hendak melihat bahwa kondisi yang mampu diciptakan oleh setiap seniman komik tersebut untuk bisa terus berkreasi adalah sebagai suatu bentuk adaptasi," ungkap Terra Bajragosa selaku kurator pameran kepada wartawan Kamis, (8/10/2021).

Dalam situasi pandemi, masing-masing pekomik terus berkreasi mengupayakan karya, dalam keadaan normal yang baru dan apa pun nanti yang akan terus berubah.

“Inilah sebagian bentuk adaptasi seniman komik dalam mempertahankan kehidupannya dan kehidupan karyanya,” lanjutnya.

Adaptasi secara umum memiliki arti sebagai aksi atau proses membuat (sesuatu) menjadi sesuai untuk kegunaan atau tujuan baru. Dalam paham biologi, adaptasi adalah proses perubahan di mana organisme atau spesies menyesuaikan diri dengan lingkungannya.

Sebagai medium bercerita dan berekspresi, komik atau seni gambar sekuensial di Indonesia dalam satu dekade ini mengalami perkembangan yang cukup menjanjikan.

“Dan hal inilah yang tampak jelas satu setengah tahun terakhir ini, seniman komik terus mencoba berkarya di tengah suasana apapun termasuk pandemi,” tambahnya.

Selain dimaknai sebagai bentuk penyesuaian diri terhadap keadaan lingkungan, dalam pengertian media, adaptasi sering dilihat sebagai pengubahan (suatu teks) sehingga sesuai untuk difilmkan atau dipentaskan.

Komikus Mulyakarya, Yudha Sandy, menambahkan kreasi adalah tantangan pertama bagi setiap pekomik atau perupa yang diundang, sebagai hal mendasar yang harus dilakukan untuk mempertahankan eksistensi di dunia seni komik.

“Adaptasi menjadi tantangan berikutnya, adaptasi terhadap apa-apa yang dilakukan, bagaimana bentuknya, bagaimana melakukannya, dan banyak lagi kemungkinan menerjemahkan adaptasi tersebut,” jelasnya.

Bisa disimak bagaimana Irwan Hersi, Patub Porx, Reza Mustar, Didit Pratomo, Iyok Prayoga, terus berkarya dengan mengangkat apa yang terjadi di sekitar mereka selama pandemi dengan nada kritis.

Pameran yang berlangsung 8-17 Oktober 2021 di Museum Sonobudoyo Yogyakarta ini menempatkan sorotan kepada Ganes TH dan Teguh Santosa, maestro komik Indonesia.

Meskipun hanya menampilkan sebagian kecil dari ratusan ribu lembar gambar komik yang telah dihasilkan, upaya ini merupakan sebentuk apresiasi kepada tokoh komik nasional yang memberi warna pada perjalanan komik Indonesia, dengan ciri dan gaya cerita gambar yang khas. (*)