Tampil di Artjog, Didik Nini Thowok Memukau Penonton
Sejak 2019, Bakti Budaya Djarum Foundation bekerja sama dengan Artjog menyediakan ruang bagi seniman-seniman muda di Indonesia.
KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA – Seniman tari terkenal, Didik Nini Thowok, tampil pada ajang festival, pameran dan pasar seni rupa kontemporer tahunan ARTJOG, Kamis (22/8/2024), di Jogja National Museum. Pertunjukan hasil interpretasi Didik Nini Thowok atas karya Empat Puluh Malam dan Satunya Hujan itu berhasil memukau penonton.
Malam itu, Didik Nini Thowok satu panggung bersama Elizabeth D Inandiak (narrator), Anon Suneko (composer) dan Sarah Diorita (performer). Mereka memadukan pertunjukan wayang golek dan lantunan tembang dari beberapa pupuh kisah tersebut dalam seni tari yang ekspresif. Penonton diajak melihat kembali kisah Amongraga dan Tambangraras secara interpretatif dan kontemplatif.
Rianto, seorang penari dan koreografer yang kini tinggal di Jepang menampilkan sebuah pertunjukan tari bertajuk Sastra Jiwangga - Perjalanan Tubuh Jawa. Rianto setiap tampil selalu berusaha mengungkap relasi antara tubuh religius, sosial, politik dan tradisional.
Kali ini dia bersama iringan instrumen perkusi Cahwati Sugiarto, seorang musisi dan penari asal Solo, mencoba menelusuri kembali akar kata yang mendasari Lengger, yaitu menyadari dan mengingat (elinga ngger).
Festival, pameran dan pasar seni rupa kontemporer tahunan ARTJOG tahun 2024 bertema Motif: Ramalan berlangsung sejak 28 Juni hingga 1 September 2024 di Jogja National Museum (JNM). Setiap tahunnya, ARTJOG selalu berusaha menyediakan ruang bagi pertumbuhan dan perkembangan seni di Indonesia, bukan hanya dalam ranah seni rupa, tapi juga bentuk kesenian yang lain.
Para penampil menyapa penonton usai pementasan karya Empat Puluh Malam dan Satunya Hujan di JNM. (sholihul hadi/koranbernas.id)
Komitmen ARTJOG menjadi ruang pertemuan antara seni, dalam hal ini seni pertunjukan, dengan masyarakat diwujudkan melalui program performa•ARTJOG x Bakti Budaya Djarum Foundation.
“Dari tahun ke tahun ARTJOG telah menjadi ajang bagi seniman rupa dan juga seniman panggung untuk menampilkan hasil karyanya ke hadapan para pengunjung yang juga memiliki kecintaan tinggi dengan seni. Sejak 2019, Bakti Budaya Djarum Foundation telah bekerja sama dengan ARTJOG untuk menyediakan ruang bagi seniman-seniman muda di Indonesia dalam upaya menciptakan ekosistem seni pertunjukan yang kreatif dan mandiri,” ujar Renitasari Adrian, Program Director Bakti Budaya Djarum Foundation.
Melalui program performa•ARTJOG x Bakti Budaya Djarum Foundation tahun ini, lanjut dia, harapannya membuka kesempatan bagi pengunjung untuk berinteraksi langsung dengan para seniman, memahami proses kreatif dan mendengar langsung cerita di balik karya-karya mereka.
“Rangkaian kegiatan ini diharapkan dapat menginspirasi dan memperkaya wawasan budaya penonton, sehingga dapat mendorong kreativitas para seniman muda dan memperkuat ekosistem seni di Indonesia,” tambahnya.
CEO dan Founder ARTJOG, Heri Pemad, menyampaikan apresiasinya terhadap dukungan Bakti Budaya Djarum Foundation kepada ARTJOG selama ini. Hal ini merupakan langkah kongkret membangun infrastruktur seni dan budaya.
Satu frekuensi
“Sebuah peristiwa budaya ketika mendapatkan kesempatan dan semangat yang sama dari relasi, partner atau dari siapa pun rasanya seperti mendapatkan kawan satu frekuensi. Tentu kerja sama ini sangat membahagiakan di tengah kondisi kemandirian sekaligus keterbatasan dari teman-teman seniman dan penyelenggara event seni dan budaya. Dukungan ini juga menguatkan landasan kita; bahwa memajukan seni dan budaya adalah tanggung jawab bersama,” ungkapnya.
Kemitraan antara ARTJOG dan Bakti Budaya Djarum Foundation tahun ini juga terwujud dalam presentasi karya instalasi mix-media hasil kolaborasi antara Nicholas Saputra, Happy Salma, (alm) Gunawan Maryanto dan Iwan Yusuf yang berjudul Empat Puluh Malam dan Satunya Hujan.
Karya ini merupakan alih wahana dari buku tafsir dan terjemahan Serat Centhini yang dilakukan oleh Elizabeth D Inandiak dan diterbitkan pada tahun 2002.
Usai pementasan, Nicholas Saputra, Happy Salma, Iwan Yusuf, Elizabeth D Inandiak dan Didik Nini Thowok mengikuti program Meet the Artist untuk mengungkap proses kreatif di balik karya Empat Puluh Malam dan Satunya Hujan serta mengkaji ulang makna Serat Centhini.
“Ini adalah upaya kami untuk memperkenalkan lebih dalam sebuah karya penting dalam sastra Jawa dari abad ke-19. Secara visual, instalasi ranjang dan kelambu terpasang melalui kolaborasi dengan Iwan Yusuf. Melalui karya ini, kita diajak untuk memaknai isi dari percakapan antara Amongraga dan Tambangraras sebagaimana sebuah suluk dipresentasikan kembali di era kontemporer hari ini melalui karya Elizabeth D Inandiak, seperti halnya memaknai sebuah ‘ramalan’ dari masa lalu. Semoga bisa menambah wawasan pengunjung,” ujar Nicholas Saputra.
Pengalaman baru
Adapun pertunjukan Sastra Jiwangga - Perjalanan Tubuh Jawa akan dua kali dipentaskan di Panggung ARTJOG pada Sabtu dan Minggu, 24 dan 25 Agustus 2024 pukul 20:00.
Kolaborasi ARTJOG dan Bakti Budaya Djarum Foundation dalam beragam bentuk kesenian di ARTJOG 2024 bertujuan untuk memberikan pengalaman baru bagi pengunjung. Harapannya hal ini dapat semakin meniadakan jarak antara seni dengan masyarakat. ARTJOG 2024 - Motif: Ramalan masih dapat dikunjungi sampai 1 September 2024.
ARTJOG adalah festival seni yang berfungsi sebagai tempat berkumpulnya ide-ide baru dalam seni dan kreativitas. Festival ini juga berfungsi sebagai platform berbagi pengetahuan, pengalaman estetika, dan perkembangan terbaru dalam dunia seni.
ARTJOG mengakomodasi proses artistik kontemporer yang diwujudkan melalui pameran seni rupa dan program-program pendamping yang secara terus menerus menawarkan pengalaman baru bagi masyarakat. Hal ini mencerminkan komitmen ARTJOG untuk mendobrak batasan yang membatasi praktik dan interpretasi artistik sambil membina dan memelihara jejaring antara seniman, pasar, pembuat kebijakan dan publik.
Sedangkan Bakti Budaya Djarum Foundation sejak tahun 1992 konsisten menjaga kelestarian dan kekayaan budaya dengan melakukan pemberdayaan, dan mendukung insan budaya di lebih dari 5.000 kegiatan budaya.
Media digital
Beberapa tahun terakhir, Bakti Budaya Djarum Foundation melakukan inovasi melalui media digital, memberikan informasi mengenai kekayaan dan keragaman budaya Indonesia melalui sebuah situs interaktif yang dapat diakses oleh masyarakat luas melalui www.indonesiakaya.com.
Kemudian, membangun dan meluncurkan "Galeri Indonesia Kaya" di Grand Indonesia Jakarta pada 10 Oktober 2013. Ini adalah ruang publik pertama dan satu-satunya di Indonesia yang memadukan konsep edukasi dan multimedia digital untuk memperkenalkan kebudayaan Indonesia agar seluruh masyarakat bisa lebih mudah memperoleh akses mendapatkan informasi dan referensi mengenai kebudayaan Indonesia dengan cara yang menyenangkan dan tanpa dipungut biaya.
Bakti Budaya Djarum Foundation bekerja sama dengan Pemerintah Kota Semarang mempersembahkan “Taman Indonesia Kaya” di Semarang sebagai ruang publik yang didedikasikan untuk masyarakat dan dunia seni pertunjukan yang diresmikan pada 10 Oktober 2018, bertepatan dengan ulang tahun Galeri Indonesia Kaya ke-5.
Bakti Budaya Djarum Foundation juga melakukan pemberdayaan masyarakat dan rutin memberikan pelatihan membatik kepada para ibu dan remaja sejak 2011. Hal ini dilatarbelakangi kelangkaan dan penurunan produksi Batik Kudus akibat banyaknya para pembatik yang beralih profesi. (*)