Sultan HB X Mengenakan Busana Takwa Saat Menyambut Kaisar Jepang

Sultan HB X Mengenakan Busana Takwa Saat Menyambut  Kaisar Jepang
Sri Sultan Hamengku Buwono X bersama GKR Hemas menyambut kehadiran Kaisar Hironomiya Naruhito di Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat. (istimewa)

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X bersama permaisuri GKR Hemas menyambut kehadiran Kaisar Jepang Hironomiya Naruhito di Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat, Rabu (21/6/2023).

Dengan mengenakan busana takwa dilengkapi Kuluk Kanigara serta jarik Parang Gurda, Sri Sultan bersama permaisuri menyapa Kaisar ke-126 Jepang itu di Regol Danapratapa Kompleks Plataran Srimanganti Keraton Yogyakarta dilanjutkan sesi foto bersama.

Lawatan Yang Mulia Kaisar Jepang ini merupakan yang pertama dilakukan di luar negeri sejak dinobatkan 1 Mei 2019. Sebelumnya, Kaisar Naruhito terlebih dulu diterima putri sulung Sri Sultan, GKR Mangkubumi di Regol Kamandungan Lor (Keben) pukul 18:00.

Ya seperti biasa kalau kita menerima tamu apalagi ini dari Kaisar Jepang tadi ada tarian, seperti biasa tariannya Lawung kemudian beliau melihat koleksi batik, keris, manuskrip kemudian wayang kulit. Intinya beliau senang sekali dan melanjutkan kunjungan dari orang tuanya dulu,” ungkap GKR Mangkubumi yang menjabat sebagai Penghageng Kawedanan Hageng Punakawan (KHP) Datu Dana Suyasa Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat.

Saat memasuki Kompleks Plataran Srimanganti, puluhan prajurit Bregada Wirabraja mengenakan seragam keprajuritan lengkap disertai senjata, bendera dan alat musik berbaris memanjang dari utara ke selatan di area plataran sembari memberikan penghormatan pada Kaisar Naruhito.

Pada kesempatan ini, turut menyambut yakni Putri Dalem GKR Condrokirono, GKR Maduretno, GKR Hayu, GKR Bendara serta Mantu Dalem KPH Wironegoro, KPH Purbodiningrat, KPH Notonegoro, dan KPH Yudonegoro. Hadir pula cucu Ngarsa Dalem RM Gustilantika Marrel Suryokusumo, R Ay Arti Ayya Fatimasari dan RM Dhrastya Wironegoro.

Seusai penyambutan di Regol Danapratapa, alunan repertoar persembahan Abdi Dalem Musikan bergema di Kagungan Dalem Bangsal Mandalasana, mengiringi Sri Sultan, GKR Hemas, dan Kaisar Jepang menuju Tratag Kagungan Dalem Bangsal Kencana. Selanjutnya Yang Mulia Kaisar bersama Ngarsa Dalem dan GKR Hemas menyaksikan benda koleksi milik keraton di sisi utara Tratag Kagungan Dalem Bangsal Kencana.

“Dalam kunjungan Kaisar Jepang kali ini, Kawedanan Radya Kartiyasa memamerkan beberapa koleksi Keraton Yogyakarta berupa batik motif Parangrusak Barong, batik motif Kawung, batik motif Purbanegara, batik motif Sidaluhur, pusaka keris dan manuskrip,” kata Nyi R Ry  Noorsundari, Carik Kawedanan Radya Kartiyasa Karaton Ngayogyakarta Hadiningrat.

Dalam kesempatan itu Keraton Yogyakarta memamerkan manuskrip bertajuk Serat Baratayuda yang dibuat pada masa Sri Sultan Hamengku Buwono VII-VIII. Serat ini bercerita tentang perang saudara Pandawa dan Kurawa, karena Kasultanan Yogyakarta bersendikan Islam, maka Pandawa melambangkan prinsip keislaman (Rukun Islam), Kurawa melambangkan 100 dosa yang harus dilawan manusia.

Pada akhir peperangan Pandawa yang menang, walaupun banyak sekali korban. Gambar pada manuskrip ini sama dengan tokoh yang ada dalam wayang kulit, jadi bisa dibayangkan perlu waktu yang cukup lama untuk pembuatannya, juga konsentrasi dan keahlian dalam tata sungging wayang.

Kaisar ke-126 Jepang ini juga juga melihat displai pertunjukan wayang kulit persembahan Kawedanan Kridhamardawa di Tratag Bangsal Kencana sisi selatan.

Adapun pementasan Beksan Lawung Jajar di Tratag Bangsal Kencana juga menjadi sajian dalam lawatan Kaisar Jepang.

“Tarian di keraton itu ada tingkatan-tingkatannya. Selain Bedhaya Beksan Lawung ini termasuk yang memiliki strata tertinggi. Beksan ciptaan Sri Sultan Hamengku Buwono I ini adalah salah satu tarian tertua yang dimiliki Keraton Yogyakarta," kata KPH Notonegoro, Penghageng Kawedanan Kridhamardawa.

Beksan ini kerap ditampilkan saat Keraton Yogyakarta menerima kepala-kepala negara sahabat seperti halnya Kaisar Jepang.

Beksan Lawung Ageng diciptakan oleh Sri Sultan Hamengku Buwono I (1755-1792) yang menggambarkan adu ketangkasan prajurit bertombak. Tarian ini menggambarkan suasana berlatih perang dan adu ketangkasan bermain tombak.

Gerakan-gerakan dalam tarian ini mengandung unsur heroik, patriotik dan berkarakter maskulin. Dialog yang digunakan dalam tarian merupakan campuran dari bahasa Madura, Melayu, dan Jawa. Dialog tersebut umumnya adalah perintah-perintah dalam satuan keprajuritan.

Seperti tari gaya Yogyakarta lainnya, Beksan Lawung Ageng juga mengandung falsafah hidup. Melalui tarian ini Sri Sultan Hamengku Buwono I menanamkan nilai-nilai keberanian serta ketangkasan seorang prajurit keraton. Selama lebih dari dua abad tari ini telah menjadi sarana pembentukan karakter jiwa seorang ksatria melalui kedisiplinan berolah fisik dan berolah batin.

Sebelum mengakhiri lawatannya, Kaisar Jepang bersantap malam di Bangsal Manis bersama Sri Sultan HB X didampingi GKR Hemas, Putri Dalem, Mantu Dalem dan Wayah Dalem.

Beberapa menu yang disajikan seperti setup jambu, sop ayam galantin, sate ayam jeruk nipis, udang bakar madu, dan es teler cake. Kaisar Jepang beserta rombongan beranjak meninggalkan keraton sekitar pukul 19:50 untuk meneruskan agenda selanjutnya keesokan harinya ke Borobudur. (*)