Seragam Batik Siswa SD di Purworejo Menuai Kontroversi

Seragam Batik Siswa SD di Purworejo Menuai Kontroversi

KORANBERNAS.ID -- Ketentuan penggunaan seragam batik untuk siswa Sekolah Dasar (SD) di Purworejo menuai kontroversi di media sosial (medsos). Disebut-sebut pengadaan seragam batik siswa SD tersebut mahal dan ditumpangi oleh pihak tertentu.

Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (Dindikpora) Kabupaten Purworejo, Sukmo Widi, memberikan klarifikasi kepada sejumlah media atas kesimpang-siuran berita medsos tersebut di kantor setempat, Jumat (22/11/2019).

 

Sukmo mengatakan, ketentuan penggunaan seragam batik itu telah diatur dalam Surat Edaran Bupati sebelum ia menjabat sebagai kepala Dindikpora.

“Di lapangan, dalam prosesnya sudah ada pengawas, sebatas menawarkan seragam batik itu, dan tidak ada paksaan. Seragam tersebut harganya murah. Untuk lengan pendek Rp. 59.500 dan lengan panjang Rp 65.200 dan bisa dicicil minimal 2 kali sampai 6 kali pembayaran. Namun di medsos disebut harganya Rp 74.000.
Rencana awal, seragam mengunakan batik lokal, namun karena perawatannya sulit dan harganya mahal, rencana tersebut dialihkan ke batik printing agar murah,” paparnya.

Gunawan Irianto SPd MPd, Ketua Pengawas Pendidikan Kabupaten Purworejo, yang turut mendampingi Dindikpora mengatakan dalam ketentuan penggunaan seragam batik siswa SD tidak ada unsur paksaan. Niat penyeragaman itu, agar anak-anak seragamnya sama dan jika pindah sekolah identitasnya tetap sama

"Ketentuan itu berdasar SE Bupati untuk penggunaan batik Purworejo, bagi semua PNS dan siswa," ujar Gunawan.

 

Sebenarnya dalam SE Bupati itu tak hanya soal batik. Ada juga himbauan untuk mengkonsumsi makanan tradisional Purworejo.

"Kami bersepakat tidak mengambil keuntungan. Sangat salah kalau ada anggapan pengadaan seragam tersebut ditumpangi," kata Gunawan.

Menurut Gunawan, guru tidak bodoh. Kalau ada hal yang menumpangi, pasti akan mengetahuinya. Kalau per baju seharga sekitar Rp 60 ribu, menurutnya, sangatlah wajar. "Dalam pengadaan seragam batik, kami bekerjasama dengan Fendi yang beralamat di Kaliurip, Kemiri," ungkapnya.

 

Gunawan menjelaskan, Fendi adalah seorang pedagang batik keliling, dari sekolah ke sekolah. Untuk pengadaan kain batik, Fendi mengambil dari luar Purworejo. Penjahitnya ada 50 orang, para tetangganya sendiri. Jika ada yang minat, pemesanan secara kolektif, dari SD dikumpulkan ke gugus, selanjutnya diakomodir oleh Pengawas tingkat kecamatan, kemudian dilanjutkan ke Fendi.

Suherman, Kepala SD Kedung Pucang, Kecamatan Bener, yang tergabung dalam Kelompok Kerja Kepala Sekolah (K3S), ikut dihadirkan mewakili SD wilayah utara. Herman mengatakan dalam group whatshapp kepala SD se Purworejo, yang berisi sekitar 400 orang, sudah ada kesepakatan terkait baju seragam siswa SD itu.
"Saya kaget kok ada viral-viralan segala," ujarnya.

 

Menurut Suherman, SE Bupati tersebut sudah berulang kali dirembuk oleh kepala SD. "Kami sepakat tidak ada aura bisnis," terangnya.
 

Suherman menambahkan, masyarakat sekarang cerdas, mampu membandingkan harga. Harga seragam lengan panjang seharga Rp.65.200, dan lengan pendek Rp. 59.500. “Mengapa di medsos muncul harga sebesar Rp. 74.000. Saya dihimbau Kepala Dinas, untuk tidak ada tumpangan, yang penting kebersamaan," ujarnya.

Adhy Sufanto, selaku Pengawas Pendidikan Kecamatan (PPK) Grabag, mengatakan ditempatnya terdapat 37 SD. Yang tidak pesan seragam batik ada 12 SD. "Artinya kami tidak pernah memaksa sekolah untuk pesan seragam batik itu," katanya.

Adhy menambahkan, setiap SD bebas dalam menentukan kelas berapa saja yang berseragam batik. Menurutnya, banyak yang kelas 1 dan kelas 6 tidak memesan seragam batik tersebut. (eru)