Perumahan Menengah Bawah Mendominasi, Pertumbuhan Lebih dari 10 Persen

Perumahan Menengah Bawah Mendominasi, Pertumbuhan Lebih dari 10 Persen
Pembukaan Pesta Property Expo di Pakuwon Mall. (istimewa)

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA—Bisnis perumahan di DIY, masih didominasi oleh perumahan untuk menengah ke bawah. Segmen ini, sepanjang 2023 lalu tumbuh lebih dari 10 persen. Sedangkan segmen untuk perumahan menengah ke atas, hanya tumbuh 7 persen.

Hal ini diungkapkan oleh Ketua DPD Asosiasi Pengembang Perumahan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi) DIY dan Jateng, Slamet Santosa, di sela-sela pembukaan Pesta Property Expo di Pakuwonmall Jogja, Senin (22/1/2024). Pameran berlangsung hingga 28 Januari 2023, melibatkan lebih dari 31 pengembang, dengan berbagai tawaran kemudahan dengan produk-produk terbaik.

Slamet menuturkan, bisnis rumah menengah ke bawah utamanya rumah subsidi, masih tumbuh dengan baik. Terutama pasca pandemi covid-19. Tahun 2023, dari kuota rumah subsidi 220 ribu lebih, pada November sudah habis terserap. Untuk tahun ini, kuota hanya 160 ribu.

“Perkiraan kita pertengahan tahun sekira Juni-Juli, untuk kuota ini sudah akan habis. Sehingga harapan kami akan ada tambahan kuota untuk rumah subsidi atau FLPP,” katanya.

Slamet mengatakan, untuk tren rumah subsidi dengan harga Rp 166 juta sesuai peraturan pemerintah tetap akan jadi sasaran. Di DIY menjangkau mungkin ke Gunungkidul atau Sleman bagian barat juga Bantul. Di DIY saja, ia memperkirakan serapan akan menmebus jumlah 500 unit. Sayangnya, bagi pengembang membangun rumah subsidi saat ini juga menjadi persoalan tersendiri, lantaran terkendala harga tanah yang sudah mahal.

“Ya akhirnya larinya ke Gunungkidul dan Kulonprogo. Asalkan bisa mencari lahan yang strategis, masih bisalah membangun rumah subsidi yang diminati pembeli,” katanya.

Sementara itu, Arjuna Putra Kinasih, Branch Manager BTN KC Yogyakarta, menambahkan, bahwa peningkatan minat membeli rumah berbanding lurus dengan pertumbuhan KPR tahun ini.

Arjuna mengaku optimistis, tahun 2024 ini bisnis properti di DIY masih akan terus bertumbuh, seiring dengan terus meningkatnya kebutuhan rumah tinggal dari masyarakat.

“KPR 2024 ini kami prediksi cukup besar. BTN saja ada pada angka 500 unit, itu untuk rumah non subsidi dengan rentang harga 200 hingga 350 juta. Jadi memang terus bertumbuh,” tambahnya.

Ia mengakui, harga tanah menjadi problem utama bagi bisnis properti di Jogja. Ia mencontohkan, masyarakat berpenghasilan sekitar Rp 8 juta, ternyata belum mampu menjangkau harga rumah di kisaran Rp 1 miliar. Untuk itulah, pengembang kemudian menyiasatinya dengan membangun rumah-rumah dengan kisaran harga yang tidak jauh selisihnya dari harga rumah bersubsidi.

“Sementara kami perbankan, juga membantu dengan memberikan kemudahan pada repayment capacity (RPC) atau kemampuan konsumen membayar yang lebih longgar hingga maksimal 55 persen dari take home pay. Juga gimmicik-gimmick seperti bunga yang rendah, agar daya beli menjadi lebih baik,” katanya. (*)