Perlu Sosialisasi Lebih Masif, Keselamatan Kerja Jadi Budaya Masyarakat

Sering terjadi dan sering kita dengar usai pemakaman banyak yang nagih utang.

Perlu Sosialisasi Lebih Masif, Keselamatan Kerja Jadi Budaya Masyarakat
Anggota Komisi IX DPR RI, Sukamto, saat sosialisasi membangun budaya K3, Jumat (6/10/2023). (sholihul hadi/koranbernas.id)

KORANBERNAS.ID, SLEMAN – Masih ada tenaga kerja di Indonesia tatkala mengalami kecelakaan kerja tidak memperoleh apa-apa, entah itu berupa santunan kematian maupun bantuan biaya pengobatan. Ini terjadi karena kurangnya pengetahuan dan pemahaman dari masyarakat terhadap pentingnya program K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja).

Sebagai upaya memberikan pemahaman kepada masyarakat, anggota Komisi IX DPR RI dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Daerah Pemilihan (Dapil) DIY, Sukamto SH, mengadakan Sosialisasi Membangun Budaya K3 Kerja dan Sosialisasi Norma 100 Tempat Kerja, Jumat (6/10/2023), di Rumah Aspirasi Masyarakat Purwosari Sinduadi Mlati Sleman.

“Sering terjadi dan sering kita dengar usai pemakaman banyak yang nagih utang. Padahal sebenarnya tidak boleh seperti itu,” ujarnya pada kegiatan yang digelar bekerja sama dengan Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) ini.

Di tengah cuaca yang panas, di hadapan pengurus dan anggota Muslimat serta Fatayat Nahdhlatul Ulama (NU) maupun tokoh masyarakat, anggota legislatif pusat yang juga pensiunan Polri ini menyampaikan sebenarnya apabila masyarakat mengerti maka setiap pekerja bisa memiliki hak perlindungan.

Arnes Brando dari Kemenaker menjelaskan mengenai pentingnya penerapan K3. (sholihul hadi/koranbernas.id)

Sukamto mencontohkan, penjual bakso misalnya kepleset kemudian meninggal dunia, meski kematian adalah takdir dari Allah SWT, maka berhak atas santunan.

Atau, terkena air panas dan terluka juga bisa dapat bantuan. Contoh lainnya petani yang sedang bekerja di sawah tiba-tiba tersambar petir dan meninggal dunia. “Tapi ini tidak dimengerti oleh masyarakat,” kata Sukamto.

Menurut dia, cukup dengan iuran Rp 16.700 per bulan sebenarnya warga masyarakat bisa mengikuti program BPJS Ketenagakerjaan.

Mereka tidak harus berstatus sebagai pegawai perusahaan. Pekerja serabutan pun, menurut Sukamto, bisa memperoleh santunan dengan besaran antara Rp 42 juta sampai Rp 70 juta apabila mengalami kecelakaan kerja.

“Pekerja serabutan boleh daftar. Misalnya pas hari itu dia menjadi tukang batu, kemudian ada kecelakaan maka bisa di-cover. Jaminan kecelakaan kerja ini penting tetapi belum dimengerti oleh rakyat. Yang dibantu bukan yang meninggal melainkan keluarga yang masih hidup,” ungkapnya.

Anggota DPR RI Fraksi PKB, Sukamto, di antara peserta sosialisasi budaya K3.  (sholihul hadi/koranbernas.id)

Sukamto sepakat, regulasi mengenai hal itu perlu disosialisasikan secara lebih masif supaya masyarakat bisa memperoleh pemahaman.

Intinya adalah pemerintah tidak tinggal diam dan berusaha memberi jaminan kepada semua tenaga kerja baik di perusahaan maupun di tempat usahanya sendiri. “Kalau ada undang-undang dan aturan yang baru harus cari tahu. Jangan sampai tidak dapat bantuan apa-apa dari pemerintah,” kata Sukamto.

Seperti diketahui, tujuan penerapan K3 adalah memberikan perlindungan bagi tenaga kerja dan orang lain di tempat kerja, melindungi aset perusahaan, melindungi masyarakat dan lingkungan sebagaimana diamanatkan di dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1970.

Sebagai gambaran, berdasarkan hasil olah data kecelakaan kerja dan Penyakit Akibat Kerja (PAK) dari program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) BPJS Ketenagakerjaan tahun 2022, ada kecenderungan peningkatan kasus setiap tahunnya.

Pada 2021 tercatat sebanyak 234.370 kasus yang menyebabkan kematian pekerja atau buruh sebanyak 6.552 orang, meningkat sebesar 5,7 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Artinya, penerapan K3 harus jadi prioritas dunia kerja di Indonesia.

ARTIKEL LAINNYA: Konsumsi Sayur dan Buah Rendah, Anggota DPR RI Sukamto Merasa Ada yang Aneh

Narasumber lainnya pada sosialisasi kali ini adalah Arnes Brando dari Kemenaker. Di hadapan ratusan peserta dia pun sepakat program K3 terus disosialisasikan kepada masyarakat baik di lingkungan perusahaan maupun pekerja mandiri.

Dia mengakui, memberikan pemahaman mengenai program K3 awalnya memang sulit. “Bagaimana pemerintah memastikan warganya mengerti budaya K3. Secara filosofi perlu dipaksa melalui ketentuan peraturan perundang-undangan,” ungkapnya.

Jika sudah dipaksa maka akan menjadi kebiasaan di masyarakat. Kemudian meningkat lagi menjadi kebutuhan seperti halnya kebutuhan akan makan dan minum. Selanjutaya, program K3 meningkat lagi menjadi budaya masyarakat.

Menurut dia, upaya menjadikan program K3 menjadi budaya perlu dimulai dari hal-hal terkecil terlebih dahulu. Misalnya, saat mengendarai motor pakai helm standar serta memakai sepatu. “Itu bagian dari K3,” jelasnya.

Contoh kecil lainnya yaitu penggunaan colokan listrik dan pemakaian gas untuk keperluan memasak. Keduanya harus dipastikan aman. Jangan sampai satu colokan digunakan berlebihan sehingga bisa memicu kebakaran.

ARTIKEL LAINNYA: Jangan Gunakan Obat Semaunya, Anggota DPR RI Sukamto Beri Edukasi Warga Cangkringan

Dari yang kecil, lanjut dia, maka program K3 bisa diterapkan mulai dari level terbawah para pekerja mandiri hingga perusahaan maupun proyek-proyek besar pembangunan jalan dan gedung. Ini penting bahwa tujuan dari bekerja adalah keselamatan dan kesehatan.

“Prgoram K3 sangat luas tetapi sederhananya adalah mematuhi semua ketentuan agar nihil kecelakaan kerja dan penyakit di tempat kerja,” tandasnya.

Hadir pula dalam kesempatan itu anggota DPRD Kabupaten Sleman Rahayu Widi Nuryani dan Rahayu Widi Cahyani. Mereka menyatakan sosialisasi seperti ini sangat bermanfaat mengingat banyak dari warga masyarakat belum mengetahui peraturan terkait ketenagakejaan.

“Sangat luar biasa, membangun budaya K3 sangat bermanfaat bagi masyarakat,” ungkap Rahayu Widi Nuryani yang juga Ketua Komisi C DPRD Sleman itu. (*)