Mantra Lumina, Sebuah Harapan Lewat Seni Cahaya

Mantra Lumina, Sebuah Harapan Lewat Seni Cahaya

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA – Setelah sukses menghelat Festival Seni Cahaya pada 2019 silam, SUMONAR akan kembali digelar tahun ini. Festival Seni Cahaya berskala internasional ini akan dihelat pada 5 hingga 13 Agustus 2020 mendatang.

Festival yang pada saat sebelumnya banyak mencuri perhatian khalayak luas di kawasan bangunan heritage Nol Kilometer tersebut kali ini siap disajikan dengan mengusung tema besar “Mantra Lumina”. Mantra yang berarti doa atau harapan, sementara Lumina adalah istilah lain dari cahaya.

Kurator SUMONAR 2020, Sujud Dartanto, menuturkan di tengah wabah Covid-19 yang membuat ketakutan dan kecemasan di seluruh dunia, “Mantra Lumina” menjadi simbol sebuah harapan terbaik dari para pelaku seni yang disampaikan melalui cahaya.

"Sebenarnya tema ini sudah disiapkan jauh sebelum pandemi ini merebak dan menjadi suatu hal yang sangat menakutkan bagi banyak masyarakat di seantero bumi," kata Sujud saat konferensi pers daring, Kamis (18/6/2020) petang.

“Salah satu visi dan misi Sumonar adalah memancarkan cahaya. Melalui tema ‘Mantra Lumina’ dapat diartikan kami dan para seniman yang terlibat di dalam festival ini ingin memancarkan harapan terbaik yang dimiliki melalui cahaya kepada banyak orang,” lanjutnya.

Penyelenggaraan SUMONAR pada tahun ini, lanjut Sujud, dilaksanakan dengan cara berbeda dari sebelumnya. Yakni dengan memanfaatkan media digital untuk proses penyajian karya. Demikian pula proses interaksi antara seniman dengan penikmat karyanya. Segala hal yang ingin disajikan di dalam festival ini bisa diakses dengan sangat mudah melalui website www.sumonarfest.com.

“Semua pengunjung tidak perlu pergi ke mana-mana, tinggal memanfaatkan telepon genggam, laptop atau perangkat lainnya untuk menyaksikan keseluruhan konten yang ingin kami sajikan di dalam festival ini," katanya.

Di tengah kondisi seperti saat ini, lanjut Sujud, kami sebagai pelaku seni seperti sedang diberi tantangan baru untuk melakukan hal yang tidak biasa kami lakukan. Satu contoh yang bisa kita lihat dalam SUMONAR tahun ini adalah ketika kami harus menyajikan dan mempresentasikan karya-karya yang telah kami ciptakan kepada khalayak luas secara online, tidak offline seperti biasanya.

“Menurut saya, di sini kami [seniman] telah menjadi bagian dari sebuah catatan sejarah baru, di mana karya seni cahaya disajikan secara online kepada khalayak, dan kami pun dituntut untuk terus berekspresi dan berkarya di tengah segala hal yang serba terbatas seperti sekarang. Kali ini kami pun seperti sedang dipaksa untuk mengaktualisasi diri dengan pilihan media seperti ini,” kata Sujud.

Sementara Co-Kurator SUMONAR 2020, Raphael Donny, menginformasikan pada tahun ini konten-konten yang akan disajikan kepada masyarakat tidak berbeda jauh dengan tahun sebelumnya. Di antaranya seperti karya video mapping, instalasi cahaya dan masih banyak lainnya. Namun, yang membedakan pada tahun ini adalah para seniman memamerkan karya-karyanya dengan memanfaatkan media online. Begitu pun untuk para penikmat karyanya.

“Karena kondisi di seluruh dunia sedang seperti sekarang, jadi mau tidak mau langkah seperti inilah yang kami ambil. Bahkan di luar sana, banyak festival yang memutuskan untuk pending, bahkan cancel karena pandemi," tutur pria yang akrab disapa Donny ini.

"Dalam kondisi seperti ini kami sebagai seniman dituntut harus tetap berekspresi walau dengan menggunakan media lain. Di sini kami bersama pada seniman yang terlibat menjadi bagian awal dari sebuah tren baru penyelenggaraan sebuah festival,” lanjutnya.

Menurut Donny, seniman yang terlibat dalam SUMONAR 2020 bisa terbilang lebih banyak dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Terutama untuk seniman yang berasal dari luar Indonesia. Di antaranya ada seniman yang berasal dari Cina, Jepang, Spanyol, Makau, Bulgaria dan lainnya. Dan sebanyak 50 persen seniman yang terlibat adalah mereka yang belum pernah ikut serta dalam SUMONAR sebelumnya.

JVMP dan Saab! Production sebagai penyelenggara ingin SUMONAR 2020 “Mantra Lumina”, para pecinta seni cahaya maupun masyarakat umum bisa menyaksikan bagaimana harapan-harapan terbaik itu diciptakan oleh para senimannya, dan akan sangat tergambarkan di dalam setiap karya yang mereka ciptakan. Hal itu tentunya diharapkan menjadi sebuah angin segar, di mana ketakutan dan kekalutan sedang terjadi di tengah masyarakat.

Art Director SUMONAR 2020, Gilang Kusuma, menambahkan seniman yang berpartisipasi pada tahun ini dibagi menjadi dua, yaitu exhibition dan video mapping show. Untuk exhibition, para seniman akan berkarya di rumah atau studio masing-masing, lalu mendokumentasikan karya mereka. Setelah itu SUMONAR akan mendisplay video tersebut di website.

Selain itu, ada juga beberapa seniman yang memang membuat karya secara interaktif dengan media online dan lainnya. Untuk video mapping sebenarnya tidak banyak perubahan proses berkaryanya. Namun SUMONAR 2020 akan menampilkan karya video mapping tersebut secara virtual dengan 360° view.

“Semoga platform baru yang kami gunakan untuk penyelenggaraan festival ini bisa menjadi media baru untuk para seniman untuk tetap berkarya, dan juga audience tetap bisa menikmati sebuah festival seni,” harap Gilang.

Selain itu, salah satu bagian acara SUMONAR 2020 lainnya adalah Monument of Hope (MoH), sebuah program video mapping dalam sebuah lokasi khusus. MoH melambangkan ekspresi untuk tetap termotivasi dan selalu berfikir positif menyikapi keadaan saat ini. MoH akan berbentuk tayangan video mapping dari karya seniman dari seluruh tempat dan dunia sebagai wujud gerakan bersama masyarakat umum.

“Untuk itu kami mengundang secara terbuka melalui Open Submission Monument of Hope untuk berpartisipasi dalam Sumonar 2020 Monument of Hope. Untuk ketentuan dan detail teknis karya silahkan menghubungi www.sumonarfest.com,” kata Gilang. (eru)