Korban Arisan Hoki Masih Membuka Kesempatan Perdamaian

Korban Arisan Hoki Masih Membuka Kesempatan Perdamaian

KORANBERNAS.ID, BANTUL -- Sidang arisan 'Hoki' yang tercatat dalam nomor 51/Pdt.G/2021 kembali digelar di Pengadilan Negeri (PN) Bantul, Rabu (3/11/2021). Sidang dengan agenda pemeriksaan saksi ini dipimpin oleh hakim Rajendra SH dan digelar secara maraton sejak pukul 10.30 WIB dan berakhir pukul 16.30 WIB dengan break saat dhuhur dan ashar.

Nampak dalam sidang para penggugat peserta arisan didampingi kuasa hukum Mahendra Handoko SH. Untuk tergugat 1, GP, dan suaminya tergugat 2, DWP, yang juga anggota DPRD Bantul, tidak hadir di persidangan dan hanya diwakili kuasa hukumnya, Tatak Swasana SH dan Anwar Robinson SH.

Saksi, Susilo Hariningtyas Utami, yang bertindak sebagai admin di arisan 'Hoki' dalam keteranganya mengatakan dirinya bertugas di bagian administrasi atas permintaan GP sejak Agustus 2020 hingga Desember 2020.

Selama kurun waktu itu, perempuan yang di dalam grup arisan dipanggil Chio ini menerima fee sekitar Rp 20 juta. Selain bertindak sebagai admin, Chio juga menjadi peserta arisan.

"Jadi, arisan 'Hoki' ini ownernya Bu GP dan tidak ada pengurusnya. Cuma ada saya sebagai admin dan Bu GP sebagai owner,"katanya.

Tugas admin adalah mencatat siapa saja peserta arisan, siapa yang sudah pasok dan siapa yang dapat arisanya. Pasokan arisan langsung ditransfer ke rekening GP yakni di BRI, Bank BCA dan Bank Mandiri (2 rekening).

Adapun dalam arisan ini, DP awalnya menawarkan kepada peserta melalui pesan WhatsApp secara pribadi maupun via grup, sehingga satu dengan lain awalnya tidak saling mengenal.

Selanjutnya mereka yang bersedia ikut arisan dibuat grup atau istilahnya room oleh GP dengan nilai GET (nilai putus arisan, red) bervariasi. Menurut Chio, ada 100 lebih room yang dibuat GP dengan nilai GET mulai Rp 1 juta hingga room GET Rp 50 juta.

Saat masuk sebagai peserta arisan, para member juga harus membayar biaya admin yang besarnya bervariasi sesuai nilai GET tadi. Menurut keterangan Chio, biaya admin terkumpul sekitar Rp 600 juta. Biaya admin ini menurut keterangan GP untuk jaminan jika ada yang macet bayar pasokan, bisa untuk untuk nalangi.

"Jadi semua pasokan arisan maupun uang admin ditransfer peserta ke rekening ibu GP. Saya bagian mencatat dan melaporkan secara berkala, termasuk siapa yang dapat arisan. Nanti yang transfer kepada yang dapat arisan juga Bu GP," jelasnya.

Awalnya pembayaran arisan berjalan lancar. Namun mulai Desember 2020 pembayaran kepada mereka yang mendapat GET mulai terganggu. Ada yang menerima penuh, ada yang sebagian dan banyak yang tidak terbayar.

"Kalau dari catatan saya, yang belum terbayar Rp 1 miliar lebih," katanya.

Diduga hal tersebut karena ada peserta arisan yang terkendala dan tidak membayar pasokan. Termasuk GP yang ikut beberapa room diketahui juga mengalami kendala dalam pembayaran pasokan.

Untuk mengatasi itu, GP membuka room baru yang diberi nama room GET kuncian yang anggotanya juga dari member yang ada.

GP membuat 10 room, di mana GET pertama untuk setiap room akan digunakan untuk membayar mereka yang belum menerima pembayaran arisan. Begitu pun kalau ada yang dapat GET di room kuncian, uangnya akan langsung dipotong untuk nalangi yang belum pasok.

"Umpama dapat Rp 10 juta, namun ada yang belum pasok arisan Rp 2 juta, maka yang dapat GET cuma dibayar Rp 8 juta. Jadi mereka yang gagal bayar atau tidak pasok ini ditalangi member lainya," terang Chio.

Namun, lagi-lagi room GET kuncian juga tidak berjalan mulus. Akhirnya GP menghentikan arisan pada Januari 2021.

Dirinya lantas meminjam ke bank untuk membayar kewajiban ke peserta, namun belum mencukupi. GP juga menjanjikan akan menjual tanah dan bangunan di Gunungsempu milik orang tuanya untuk membayar hak peserta, namun hingga kini aset belum terjual.

Sebagian peserta pernah mendatangi rumah GP di wilayah Kasihan. Mereka diterima GP dan suaminya yang berjanji akan ikut membantu masalah tersebut, namun ternyata hingga kasus ini bergulir belum terealisasi.

Sementara Ria Italia, salah satu peserta arisan, dalam kesaksinya mengatakan ia ikut GET Rp 5 juta. Saat membayar pasokan, dia tansfer ke rekening GP melalui rekening BCA. Dia tahu owner arisan adalah GP dan dia ikut arisan dengan 18 pasokan. Tetapi saat dirinya sudah pasok 16 kali, tahu-tahu arisan sudah dihentikan oleh GP.

"Beberapa peserta belum dapat uang arisan seperti saya," katanya.

Demikian pula saksi Guruh Yudianto Putro yang juga adik sepupu GP, mengatakan harusnya owner membayar hak para peserta. "Saya ikut GET yang Rp 10 juta dan ada dua room yang saya belum dibayarkan," kata Guruh.

Sementara Mahendra Handoko mengatakan, dari beberapa gugatan semua bisa dibuktikan di persidangan dan ada keterkaitan antar-saksi. "Kami mengajukan saksi admin, saudara sepupu GP dan member. Dalam persidangan terungkap fakta jika owner arisan adalah GP dan pembayaran setoran ke rekening GP semua,"katanya.

Kendati kasus sudah bergulir di persidangan, menurut Mahendra, mereka masih membuka kesempatan menyelesaikan masalah ini secara kekeluargaan untuk menjaga nama baik tergugat 2, anggota DPRD Bantul.

Usai sidang para peserta menggelar aksi membentangkan beragam poster di halaman PN Bantul yang berisi tuntutan pembayaran arisan.

Seperti diberitakan sebelumnya, arisan 'Hoki' ini dibentuk GP dan menawarkan arisan ini kepada mereka yang menjadi teman ataupun mitra bisnisnya sebagai reseller buah, reseller baju dan usaha lain miliknya. Juga ditawarkan melalui media sosial sehingga pesertanya bukan hanya dari Bantul, namun ada juga dari wilayah lain se DIY, Kebumen, Cilacap bahkan hingga luar Jawa. Arisan dimulai awal tahun 2020. (*)