Kemenkes Perlu Cari Terobosan Perbaiki Layanan Telemedisin

Kemenkes Perlu Cari Terobosan Perbaiki Layanan Telemedisin

KORANBERNAS.ID, SLEMAN -- Anggota Komisi IX DPR RI dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Sukamto, meminta Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melakukan sosialisasi sekaligus mencari terobosan untuk memperbaiki layanan telemedisin, layanan kesehatan berbasis online yang selama ini sudah berjalan.

“Telemedisin jika bisa diterapkan sangat menghemat, tidak terpengaruh oleh kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Cukup dengan telepon. Metodenya seperti apa? Biar dijelaskan oleh Kemenkes. Garis besarnya adalah periksa dokter cukup secara online,” kata Sukamto saat menjadi narasumber Sosialisasi Pemanfaatan Telemedisin kepada Masyarakat, Minggu (17/4/2022), di Klinik Dialisis Damai Sejahtera Ngaglik Sleman.

Anggota legislatif dari daerah pemilihan (dapil) DIY ini bisa merasakan layanan tersebut berguna terutama pada provinsi besar seperti Kalimantan Tengah (Kalteng) yang luas wilayahnya 2,6 kali luas pulau Jawa maupun daerah yang masih kekurangan tenaga dokter. “Dokter sangat diperlukan setelah kebutuhan ekonomi serta keamanan,” ungkapnya.

Secara nasional jumlah dokter di DIY menempati urutan kedelapan sedangkan secara global rasio dokter di Indonesia pada posisi kedua terendah setelah Kamboja. Pada tahun 2022 tercatat jumlah dokter di Indonesia 106.316 orang.

Sukamto mengakui dokter perlu mengabdi kepada masyarakat apalagi masih banyak warga belum fasih teknologi informasi sehingga masih asing dengan telemedisin. “Bagaimana masyarakat yang tidak punya telepon atau teleponnya jadul? Kemenkes perlu mencari terobosan,” kata dia.

Sukamto menambahkan telemedisin bermanfaat untuk menangani penyakit menular, agar dokter bisa menangani secara cepat. Pada prinsipnya konsultasi dengan dokter tidak harus bertemu secara fisik. Contoh, karena kendala cuaca pasien tidak bisa bertemu langsung dengan dokter.

Sukamto berharap dokter-dokter di Indonesia terutama dokter keluarga HP-nya siap 24 jam supaya bisa memberikan layanan, termasuk meminta pasien periksa ke laboratorium kemudian hasilnya dikirimkan ke dokter.

“Layanan telemedisin bisa memberi kemudahan bagi pasien dan dokter apalagi saat Covid-19, dokter banyak yang meninggal karena tertular,” kata Sukamto.

Layanan kesehatan jarak jauh saat pandemi itu bisa dikembangkan untuk menangani penyakit menular lainnya di Indonesia, di antaranya TBC.

Sosialisasi yang diikuti peserta terdiri dari tokoh masyarakat, perwakilan Puskesmas se-Kabupaten Sleman serta dokter-dokter keluarga kali ini juga dihadiri Boga Hardhana selaku Plt Kepala Pusat Data dan Teknologi Informasi Kemenkes RI, Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan (Dinkes) DIY Setyarini Hestu Lestari serta Hamidah Yuliati dari Dinkes Sleman. Hadir pula Siti Wahyu Purwaningsih selaku Panewu Ngaglik.

Boga mengakui, tantangan kesehatan di Indonesia semakin berat. Rasio dokter belum ideal. Perbandingannya, empat orang dokter melayani 10 ribu penduduk. “Inilah tantangan bagi kita untuk memberikan layanan kesehatan yang optimal,” kata dia.

Kemenkes memanfaatkan teknologi digital seiring penduduk Indonesia sudah sangat terbiasa dengan penggunaan handphone sebagai pendukung sarana komunikasi. “Sekarang waktunya melahirkan transformasi sistem kesehatan di Indonesia, kami siap berkolaborasi dengan berbagai pihak,” ucapnya.

Kehadiran telemedisin sebagai fasilitas yang gratis tetapi memang ada konsekuensi pulsa terpotong, merupakan salah satu jawabannya. Layanan tersebut bekerja sama dengan PT Kimia Farma selaku penyedia obat-obatan serta jasa kurir yang mengantarkan obat ke pasien.

Pada forum dialog dan tanya jawab, seorang peserta dari RS PKU Muhammadiyah, Taufik, mengakui penyebaran informasi mengenai telemedisin belum dilakukan secara masif. “Alhamdulillah Pak Kamto memfasilitasi kegiatan hari ini,” ujarnya.

Dia punya pengalaman saat terkena Corona dan menggunakan layanan telemedisin. Ternyata sampai hari kelima isolasi mandiri obat belum juga diterima.

Masukan serupa disampaikan Rani dari Puskesmas Ngemplak 2. Keluhannya sama. Layanan akses obat memakan waktu lama,  lebih dari empat hari baru datang.

Rekannya sesama nakes, Farida, juga mengatakan serupa dirinya baru mendapatkan kiriman obat pada hari ketujuh saat isolasi mandiri.

Mereka bertanya apakah layanan telemedisin bisa dikembangkan supaya lebih baik lagi serta apakah memungkinkan bisa diakses oleh ibu hamil?

Menjawab itu, Boga Harsana menyatakan layanan akan disempurnakan supaya lebih baik lagi. Selain itu, juga bisa memuat rekam medis individu di dalam satu sistem sehingga memudahkan layanan kesehatan.

“Seperti buku KIA (Kesehatan Ibu dan Anak), ada pencatatan berbasis pelayanan. Semua sistem pasti ada kekurangannya. Kita akan melakukan perbaikan,  atas dasar masukan-masukan itu,” kata dia. (*)