Ini Respons DPRD DIY Tanggapi Unjuk Rasa yang Menyuarakan Pendidikan Gratis

Ini Respons DPRD DIY Tanggapi Unjuk Rasa yang Menyuarakan Pendidikan Gratis

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Forum Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Senin (3/4/2023), mengadakan aksi unjuk rasa damai di DPRD DIY.

Aliansi Yogyakarta Menggugat kali ini menyuarakan tuntutan untuk mencabut Undang-undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) serta menolak penundaan pemilu 2024. Selain itu, mereka juga menyuarakan aspirasi agar menggratiskan pendidikan di DIY serta tegas menolak kapitalisasi pendidikan.

Merespons tuntutan tersebut, Wakil Ketua DPRD DIY, Huda Tri Yudiana, menyatakan legislatif menghargai rekan-rekan mahasiswa yang menyampaikan aspirasinya dengan baik dan teratur.

“Isu yang dibawakan oleh rekan rekan ini juga merupakan kepedulian dari mereka terhadap permasalahan bangsa Indonesia,” ujarnya.

Menurut Huda, tuntutan mahasiswa yang merupakan kewenangan maka diteruskan ke pemerintah pusat. “Sedangkan kewenangan DIY kami akan bahas bersama di dewan. Saya kira masukan tentang pendidikan gratis itu bagus. Kebetulan kami sedang akan membahas Raperda tentang Pembiayaan Pendidikan,” kata Huda.

Dia mengakui, terdapat hal krusial yang perlu disikapi secara kebijakan. Memang saat ini masih ada selisih antara biaya unit cost minimal yang telah ditetapkan dengan peraturan gubernur (pergub) dan total antara BOS (Biaya Operasional Sekolah) nasional dan BOS Daerah. “Sekitar selisih Rp 1,5 juta per siswa per tahun,” kata Huda.

Menurut Huda, pilihan kebijakannya adalah dibebankan kepada orang tua siswa berupa pungutan atau ditanggung oleh pemda atau negara.

“Rekan-rekan mahasiswa hari ini mendorong agar diwujudkan pendidikan gratis, artinya selisih tersebut ditanggung oleh negara. Dalam pandangan saya, hal tersebut logis saja masuk akal untuk kondisi DIY yang merupakan pusat pendidikan,”kata dia.

Lebih lanjut, anggota Fraksi PKS DPRD DIY ini mengatakan anggaran yang diperlukan memang cukup besar namun dalam pandangannya DIY mampu. “DPRD DIY sangat terbuka terhadap masukan masyarakat terkait raperda ini,” ucapnya.

Selanjutnya, DPRD DIY meminta eksekutif untuk segera melakukan perhitungan anggaran yang diperlukan untuk menanggung selisih angka tersebut, agar saat pembahasan nanti lebih mudah memutuskan kebijakan.

“Saya kira memang pungutan untuk mengatasi masalah tersebut kurang bijak. Lebih tepat jika negara yang mencukupinya,” kata Huda.

Dalam pernyataan sikapnya, Aliansi Yogyakarta Menggugat (AYM) melalui Koordinator Umum Forum BEM Se-DIY, Abdullah Ariansyah, melihat saat ini pemerintah tidak ada keberpihakan terhadap masyarakat, terutama dalam produk Undang-Undang Cipta Kerja.

“Pengesahan Perppu Cipta Kerja menjadi Undang-Undang yang dilakukan secara tergesa-gesa potensial dan aktual cacat secara formilnya, kata dia.

Oleh sebab itu, dia meminta pencabutan Perppu Cipta Kerja yang sangat kental akan syarat kepentingan oligarki dalam proses pembentukan yang dilakukan oleh eksekutif dan legislatif.

Sedangkan Koordinator Bidang Kajian Strategis Forum BEM Se-DIY, Andi Redani Suryanata, mengungkapkan, proses pengesahan Perppu Cipta Kerja menjadi Undang-Undang di DPR RI patut dipertanyakan.

Mulai dari UU cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional bersyarat, perevisian Undang-Undang Pembentukan Pertauran Perundang-Undangan (UU P3), dan penerbitan Perppu Cipta Kerja oleh Presiden Joko Widodo.

Berbagai cara yang dilakukan oleh Pemerintah dan DPR RI untuk memperbaiki UU Cipta Kerja Onmimbus Law dinilai membangkangi putusan Mahkamah Konstitusi.

“Jelas, Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa UU Cipta Kerja dinyatakan inkonstitusional bersyarat dikarenakan kurangnya meaningfull participations dan menggunakan metode omnimbus law yang tidak dikenali dalam UU P3. Namun, Pemerintah justru merevisi UU P3 dan mengeluarkan Perppu agar dapat menggunakan metode omnimbus dan tidak perlu menekankan meaningfull participations,” ungkapnya.

Selain meminta pencabutan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, Aliansi Yogyakarta Menggugat juga menolak dengan adanya isu penundaan pemilu tahun 2024 dan meminta Pemerintah DIY untuk menggratiskan Pendidikan di DIY.

Aliansi Yogyakarta Menggugat melihat bahwa Daerah Istimewa Yogyakarta sebagai Kota Pelajar dengan UMR yang relatif rendah sudah seharusnya menyelenggarakan Pendidikan Gratis, ditambah lagi dengan adanya anggaran APBN serta Dana Keistimewaan yang dimiliki. (*)