Hanung Bramantyo Beri Sentuhan Film Barunya

Hanung Bramantyo tidak sekadar mengadaptasi novel ini secara mentah-mentah.

Hanung Bramantyo Beri Sentuhan Film Barunya
Para sineas dan pemeran Tuhan Ijinkan Aku Berdosa berdiskusi dengan penonton  Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) 2023. (muhammad zukhronnee muslim/koranbernas.id)

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA -- Hanung Bramantyo, salah seorang sutradara terbaik di Indonesia kembali membuat karya film yang menarik perhatian publik. Judulnya Tuhan Izinkan Aku Berdosa, yang merupakan adaptasi dari novel Tuhan Izinkan Aku Menjadi Pelacur karya Muhidin Dahlan.

Novel ini terbit pada tahun 2003 dan mengisahkan tentang Nadya Kirani, seorang wanita yang bergabung dengan organisasi Islam radikal dan menjadi pelacur. Kemudian menuai kontroversi karena mengangkat isu pelecehan seksual di lingkungan keagamaan dan menantang pandangan-pandangan ortodoks tentang agama, moral dan seksualitas.

Hanung Bramantyo mengaku tertarik mengadaptasi novel ini sejak tahun 2003 atau 2004, ketika ia pertama kali membacanya. Ia mengatakan bahwa novel ini memiliki pesan yang kuat dan relevan dengan kondisi saat ini.

Namun, Hanung Bramantyo tidak sekadar mengadaptasi novel ini secara mentah-mentah. Ia memberikan sentuhan baru pada beberapa aspek dari novel, seperti judul, ending dan beberapa adegan.

"Judul film dibuat lebih ringan karena judul novel asli terlalu provokatif dan bisa menimbulkan kesalahpahaman," kata Hanung saat Q&A dengan penonton  Jogja-NETPAC Asian Film Festival (JAFF) 2023 Jumat (1/12/2023).

ARTIKEL LAINNYA: Film Tira Menggabungkan Mitologi dengan Aksi

Hanung juga mengubah ending novel yang melibatkan karakter sebagai seorang pelacur karena ia merasa tidak nyaman dengan ending tersebut.

"Ending di novelnya di gunung itu tadi. Sementara, saya beda, ending-nya Mas Muhidin di gunung itu seperti instruksional menjadi pelacur. Benar-benar, saya nggak mau," jelasnya.

Ia menambahkan film ini menawarkan sebuah perspektif yang berbeda dari novel aslinya. Hanung mengubah judul, ending dan beberapa elemen lainnya dari novel untuk menciptakan sebuah interpretasi yang unik dan kreatif.

Hanung juga mempertimbangkan aspek-aspek artistik, moral dan kreatif dalam proses pembuatan filmnya. Ia mengambil inspirasi dari berbagai sumber, seperti informasi dari aktivis, pengalaman ibadah haji dan pandangan pribadinya.

"Alasan lain kenapa saya membuat film ini. Selain persoalan konflik politik yang sudah masuk ke ruang pribadi ada beberapa kasus-kasus bagaimana mereka yang menganggap dirinya ustad justru melakukan pencabulan terhadap santri-santrinya," kata Hanung.

ARTIKEL LAINNYA: Wayang Masuk Sekolah, Penanaman Nilai Seni dan Budaya Sejak Dini

Salah satu hal yang menjadi daya tarik dari film ini adalah pemeran utamanya yaitu Aghniny Haque, yang memerankan Nadya Kirani. Aghniny Haque adalah seorang aktris muda yang telah membintangi beberapa film dan sinetron, seperti Cinta Pertama, Dua Garis Biru, dan Anak Band.

"Jujur, aku sangat bersemangat, tetapi juga merasa bingung dalam hatiku. Ini seperti proses manusia menentukan sisi spiritualnya, tetapi juga terdapat elemen protes di dalamnya. Dan jika aku memandang diriku sendiri, sebagai manusia, aku juga punya pertanyaan-pertanyaan yang sama dengan Nadya," ujar Aghniny Haque.

Ia juga mengaku mendapat banyak bimbingan dan dukungan dari Hanung Bramantyo, yang ia puji sebagai sutradara yang visioner dan profesional.

Tokoh sastra dan aktivis perempuan Djenar Maesa Ayu, yang juga terlibat dalam film ini mengajak untuk melihat film ini sebagai sebuah karya yang mengungkapkan suara-suara yang terabaikan dan terluka oleh tindakan kekerasan seksual, dan bukan sebagai sebuah karya yang menyinggung nilai-nilai agama atau moral.

Ia juga menekankan pentingnya membicarakan isu kekerasan seksual sebagai isu yang menyatukan semua, dan bukan memecah belah.

ARTIKEL LAINNYA: Buku Lacak Jejak Teater Yogyakarta Diluncurkan

"Ini merupakan masalah yang perlu diperhatikan. Apa yang kalian saksikan di sini hanya satu contoh dari seberapa banyaknya pelecehan seksual dan tindakan kekerasan yang terjadi, dan seringkali mereka hanya bisa diam,” ucapnya.

Menurut dia, itu sebenarnya masalahnya. “Jadi, ketika ada seseorang yang berani bicara, ini bukan masalah boleh atau tidak, bukan masalah akhirnya mengambil sikap untuk menjadi pelacur atau tidak, tetapi ketika ada seseorang yang memiliki keberanian untuk bicara, itu hanya mewakili satu dari ratusan juta orang yang tidak bisa bicara," kata dia.

"Kenapa saya terlibat dalam film ini? mungkin mewakili banyak karya dan suara-suara yang tidak dapat bersuara. Jadi, mohon untuk melihatnya lebih dari sekadar masalah Tuhan atau masalah pelacur, melainkan bagaimana tindakan kekerasan ini harus dibicarakan sebagai isu yang menyatukan kita semua. Mari bersama-sama berjuang untuk memberantasnya," tandasnya.

Film Tuhan Izinkan Aku Berdosa diproduksi oleh MVP Pictures dan diproduseri oleh Raam Punjabi, yang merupakan salah satu produser film terkemuka di Indonesia. Film ini ditayangkan di Jogja-NETPAC Asian Film Festival 2023.

Film ini menjadi salah satu film yang paling ditunggu-tunggu di festival film tersebut. Diharapkan akan menjadi sebuah karya yang menunjukkan keberanian dan kreativitas dari Hanung Bramantyo sebagai sutradara, dan kemampuan dan potensi dari para pemainnya, khususnya Aghniny Haque sebagai aktris muda yang berbakat. (*)