Tarian Kontemporer Bertema Sampah Memukau Penonton

Karya tari Sampahku Bumiku merupakan refleksi dari situasi darurat sampah yang dihadapi Yogyakarta saat ini.

Tarian Kontemporer Bertema Sampah Memukau Penonton
Penampilan tim penari Mila Art Dance (MAD) School berhasil memukau penonton dengan penampilan tari bertajuk Sampahku Bumiku. (muhammad zukhronnee muslim/koranbernas.id)

KORANBERNAS.ID, SLEMAN – Melalui perhelatan Metamorfosa ke-17 yang digelar di Sleman City Hall, siswa-siswa dari Mila Art Dance (MAD) School berhasil memukau penonton dengan penampilan tari bertajuk Sampahku Bumiku. Acara yang disaksikan oleh berbagai kalangan ini menampilkan bakat-bakat muda yang terlatih di bawah bimbingan pendiri MAD School, Mila Rosinta Totoatmojo.

Karya tari Sampahku Bumiku merupakan refleksi dari situasi darurat sampah yang dihadapi Yogyakarta saat ini. Dalam penampilannya, para penari menggambarkan permasalahan lingkungan yang dihadapi kota ini melalui gerakan tari yang dinamis dan penuh ekspresi.

"Tari ini tidak hanya sekadar seni pertunjukan, tapi juga menjadi media refleksi bagi semua pihak untuk lebih sadar akan pentingnya menjaga lingkungan," ujar Mila Rosinta Totoatmojo di sela perhelatan Metamorfosa ke-17, Minggu (4/8/2024), di Sleman City Hall.

Mila menambahkan karya ini merupakan hasil dari proses kreatif yang mendalam. "Sebelum penampilan, para siswa melakukan riset mengenai kondisi sampah di Yogyakarta. Mereka diajak untuk berpikir kritis tentang dampak sampah dan bagaimana cara menanggulanginya. Hasil dari riset tersebut kemudian diolah menjadi karya tari ini," jelasnya.

Alat edukasi

Tarian ini tidak hanya menjadi bentuk ekspresi seni, tetapi juga sebagai alat untuk mengedukasi dan menyadarkan masyarakat tentang pentingnya pengelolaan sampah yang baik demi keberlangsungan lingkungan di masa depan.

Ken Ayu Galuh Satiti, salah seorang penari MAD School berbagi cerita tentang proses kreatif mereka menyiapkan tarian kontemporer yang mengangkat isu lingkungan khususnya permasalahan sampah di Yogyakarta.

Dia mengungkapkan tantangan dan pengalaman berharga yang mereka peroleh selama proyek tersebut. Tantangan pertama yang dihadapi tim adalah menyempitkan tema yang awalnya luas menjadi lebih spesifik, yakni tentang sampah.

"Awalnya, kita hanya ingin membahas soal lingkungan secara umum. Namun, fokus kita berubah ketika Mbak Mila mengusulkan untuk membuat konten tentang 'Jogja Darurat Sampah' beberapa bulan kemudian," ungkap Ayu.

Enam bulan

Tim kemudian mulai mengumpulkan sampah mereka sendiri dari rumah mereka masing-masing selama enam bulan. Tak terkecuali, sampah yang mereka hasilkan selama latihan.

"Sampah-sampah yang kami kumpulkan ini kemudian menjadi bahan utama properti tarian kami. Dua properti yang dipakai untuk menari, kami tempeli dengan sampah-sampah kami sendiri," jelas Ayu.

Proses latihan yang dilakukan setiap minggu selama tiga hingga empat jam penuh tantangan. Salah satu kesulitan utama yang dihadapi adalah bagaimana mengekspresikan keresahan yang mereka rasakan terhadap masalah sampah.

"Dalam tari kontemporer, tidak cukup hanya fokus pada teknik tari. Karena tema yang kami angkat adalah keresahan, kami harus menunjukkan ekspresi bahwa kami benar-benar resah," kata Ayu.\

Tumpukan sampah

Salah satu momen paling berkesan bagi mereka adalah ketika mereka melakukan pertunjukan yang direkam langsung di tumpukan sampah Kampung Jogoyudan, yang kemudian viral di sosial media.

Saat itu, mereka benar-benar merasakan bagaimana hidup bersama sampah yang tidak diurus. "Kami sangat resah dan ingin segera menemukan solusinya," tambahnya.

Selain tantangan artistik, proyek ini juga memberikan edukasi yang berharga bagi para anggota tim. "Proses mengumpulkan sampah ini membuat kami sadar bahwa mengelola sampah itu tidak semudah yang dibayangkan," ujarnya.

Dia mengakui bahwa sebelumnya mereka cenderung mengabaikan pengelolaan sampah karena merasa itu adalah tugas tukang sampah. Namun, setelah terlibat langsung, mereka menyadari betapa pentingnya pemilahan sampah yang benar untuk mengurangi dampak buruknya.

Kesadaran lingkungan

Ken Ayu Galuh Satiti, yang telah bergabung dengan tim tari ini sejak 2018, merasa bahwa proyek ini tidak hanya memberikan pengalaman artistik tetapi juga kesadaran lingkungan yang lebih dalam. "Proses ini benar-benar mengubah cara pandang kami tentang sampah dan lingkungan," tandasnya.

Metamorfosa ke-17 di Sleman City Hall ini merupakan salah satu dari banyak upaya seni pertunjukan yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran lingkungan di kalangan masyarakat Yogyakarta. (*)