Gaya Hidup Berlebihan Jadi Pintu Korupsi

Gaya Hidup Berlebihan Jadi Pintu Korupsi

KORANBERNAS.ID, BANTUL–Gaya hidup mewah dan berlebihan, dinilai menjadi pintu awal tindak korupsi. Maka tak heran, perilaku koruptif sudah terjadi sejak dulu, sejak era orde Baru hingga sekarang semakin marak.

Dalam Kuliah Umum Pengenalan dan Pencegahan Korupsi serta Penguatan Al Islam Kemuhammadiyahan (AIK) pada Rabu (4/3/2020) di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Ketua Pimpinan Pusat Muhammadiyah Busyro Muqoddas, menjabarkan tentang kejahatan perampokan kekayaan negara (korupsi), Ideologi, Pola dan Konsep Pencegahannya.

Dikatakan Busyro, koruptor di Indonesia kini sudah punya ideologi. Kenapa hal tersebut bisa terjadi?. Menurutnya, dalam kurun beberapa decade, korupsi tak kunjung reda justru terus bergerak massif.

“Ideologi mengalami internalisasi dan penguatan melalui tradisi berfikir, relasi, kontemplasi selain konseptualisasi dan aktualisasi serta institusionalisasi ke dalam dan keluar. Demikianlah korupsi, sebagai nilai atau tradisi yang telah menjadi sebuah ideologi yang hidup,” ungkapnya.

Busyro mengatakan korupsi menjadi terpola. Pola korupsi itu dimulai dari penciptaan iklim, zona nyaman dan pembiasaan.

“Ketika membuat nyaman, kemudian dibentuk dalam aturan, surat, sampai undang-undang. Modusnya banyak,” tegasnya.

Busyro melanjutkan pentradisian dalam kelompok atau organisasi lembaga negara juga menjadi pola tersendiri, sistem regulasi dalam bentuk surat, rekayasa perumusan BAP dan lainnya, juga penerbitan sejumlah kebijakan lembaga negara baik pusat maupun daerah juga menjadi pola operasi korupsi.

“Praktek korupsi dalam pusaran politik pun kerap terjadi. Seperti permainan imbalan saat pemilu atau pilkada, distribusi perizinan proyek juga infrastruktur di berbagai sektor, pola rekruitmen pejabat, dan pengamanan keberlanjutan kebijakan,” paparnya.

Dengan pola-pola korupsi di berbagai sektor tersebut, maka perlunya memikirkan strategi pencegahan. Busyro menjelaskan pentingnya dekonstruksi paradigma makna kehidupan, ilmu, dan profesi. Dinamisasi spiritualitas rumah tangga, kampus, dan profesi juga perlu dilakukan.

Tidak hanya hal itu, Busyro juga menginginkan anak muda khususnya mahasiswa menggalakkan riset berbasis masalah dan kebutuhan rakyat di samping kajian lintas disiplin oleh pakar yang dijalankan dengan maksimal.

“Kemudian juga dilaksanakannya klusterisasi hasil kajian untuk FGD, seminar nasional maupun internasional sebagai rekomendasi untuk pemerintah dan masyarakat sipil,” terangnya.

“Ditambah harus ada orang-orang baik dan benar-benar berkompeten di bidangnya untuk ditempatkan di berbagai sektor dalam negara,” tutupnya. (SM)