Dua Orang Terdakwa Mutilasi Menyampaikan Pembelaan

Penasihat Hukum menyatakan keduanya tidak melakukan pembunuhan berencana.

Dua Orang Terdakwa Mutilasi Menyampaikan Pembelaan
ilustrasi hukum. (istimewa)

KORANBERNAS.ID, SLEMAN – Waliyin dan Ridduan, dua orang terdakwa pembunuhan disertai mutilasi terhadap mahasiswa, menyampaikan pembelaan (pledoi) pada sidang di Pengadilan Negeri (PN) Sleman.

Adi Susanto SH selaku Penasihat Hukum (PH) terdakwa mengatakan penerapan dakwaan pasal primair 340 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP terhadap kliennya tidak masuk unsur.

Sebab, kata Adi, keduanya tidak melakukan pembunuhan berencana seperti dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Hanifah, dalam sidang pembacaan tuntutan di PN Sleman, Kamis (25/1/2024) silam.

Waliyin dan Ridduan adalah terdakwa pembunuhan disertai mutilasi terhadap mahasiswa Redho Tri Agustian.

Melalui rilis ke redaksi koranbernas.id, Jumat (9/2/2024), Adi Susanto mengatakan di dalam prosesnya, keduanya sudah menjadi terdakwa usai ditetapkan sebagai tersangka di kepolisian. Keduanya telah menjalani sidang sejak November 2023 dan saat ini memasuki akhir-akhir persidangan.

ARTIKEL LAINNYA: Polda DIY Meringkus Pelaku Penyekapan Pasutri

"Pledoi (pembelaan - red) telah dibacakan. Dalam pledoi, saya ingin agar dakwaan primair pasal 340 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP untuk klien saya ditolak. Sebab, menurut saya  dakwaan yang paling tepat unsur-unsurnya dari ketiga pasal yang didakwakan adalah dakwaan lebih subsidair pasal 351 ayat (3) KUHP Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP yaitu tentang penganiayaan yang mengakibatkan matinya korban bukan pembunuhan berencana seperti tuntutan jaksa penuntut umum," kata Adi.

Menurutnya, peristiwa yang terjadi bukanlah pembunuhan berencana. Itu semua terjadi atas kepanikan kedua kliennya. "Jangankan direncanakan, dipikirkan saja pembunuhan itu tidak ada di benak Waliyin dan Ridduan," ucapnya.

Lebih lanjut Adi mengatakan, bahkan alat-alat yang dijadikan barang bukti di dalam persidangan itu rata-rata memang sudah milik Waliyin sejak awal, sebagai perlengkapan alat-alat dapur di kosnya.

Menurut dia, tidak ada keterkaitannya dengan permainan kekerasan menyimpang yang dilakukan terdakwa Ridduan dan Redho. Ada  empat barang yang baru dibeli Waliyin usai korban dimutilasi di beberapa bagian organ tubuh.

Adi berkeyakinan, dakwaan Pasal 340 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tentang pembunuhan berencana tidak bisa diterapkan terhadap kliennya.

ARTIKEL LAINNYA: Korban Meninggal Kecelakaan Bus Pariwisata di Bukit Bego Bertambah Menjadi Tiga Orang

Itu karena pada dasarnya, terdakwa Ridduan dan Redho bertemu untuk melakukan permainan menyimpang. Lantas, tanpa diprediksi sebelumnya korban tak sadarkan diri dan meninggal dunia.

Tumbangnya Redho yang tak sadarkan diri dan diyakini meninggal dunia setelah dicek denyut nadi leher dan pergelangan tangan, membuat kepanikan dua kliennya itu.

Muncul ide memutilasi untuk menghilangkan jejak, semata-mata karena kliennya takut keterlibatannya dalam komunitas menyimpang itu terdengar masyarakat. Ditambah lagi terdakwa Ridduan bukan orang Jogja dan baru datang ke Jogja untuk melakukan permainan menyimpang dengan korban Redho Tri Agustian.

Adapun barang bukti baru yang dibeli terdakwa Waliyin berupa pacul untuk mengubur potongan tubuh korban, pisau baru untuk memotong tubuh korban.

Dia menilai, perbuatan mutilasi memotong jasad korban yang sudah meninggal dunia dengan kematian korban akibat permainan menyimpang merupakan satu rangkaian yang terpisah bukan dalam kesatuan. Atas dasar itu, menurut Adi, Waliyin dan Ridduan tidak melakukan pembunuhan berencana.

Dalam pledoinya, Adi mengatakan agar kliennya didakwakan dakwaan penuntut umum pasal lebih subsidair yakni, Pasal 351 ayat (3) KUHP Jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. "Yang ancaman hukumannya tujuh tahun penjara," ujarnya.

Selain itu, kliennya juga sudah meminta maaf kepada keluarga korban, kepada seluruh masyarakat Yogyakarta, kepada sivitas akademika kampus tempat korban kuliah serta memohon keringanan vonis hukuman kepada hakim pemeriksa perkara yang diketuai Cahyono SH. (*)