Miris, Kekerasan Seksual Anak Meningkat

Miris, Kekerasan Seksual Anak Meningkat

KORANBERNAS.ID, BANTUL--Bagi orang tua yang memiliki anak kecil agar terus waspada dan jangan lengah mengawasi anaknya. Sekiranya ada perubahan perilaku pada diri anak, agar segera dicari tahu penyebabnya. Hal ini perlu dilakukan, sebagai bentuk tindakan untuk memerangi kekerasan anak di Kabupaten Bantul yang semakin tahun semakin meningkat.

Perlu kepedulian semua pihak, dalam menekan angka kekerasan kepada anak. Masalah ini bukan tugas dari pihak kepolisian semata, namun tugas bersama.

Aipda Mustafa Kamal SH, penyidik dari unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Polres Bantul mengatakan, kekerasan yang dialami anak di antaranya penelantaran, tidak diberi nafkah dan juga kekerasan seksual. Miris, angka kekerasan seksual yang dialami anak juga terus meningkat, dengan jumlah pelaku terus bertambah.

Dirinya mengambil contoh, tahun 2019 ada 15 kasus kekerasan anak dengan 27 korban dan jumlah pelaku 15 orang. Angka ini bertambah menjadi 24 kasus dengan 40 korban anak dan jumlah pelaku 24 orang di tahun 2020.

“Angka kekerasan terhadap anak meningkat dan tergolong tinggi di Kabupaten Bantul. Tentu ini menjadi perhatian dan keprihatinan kita bersama,”kata Mustafa kepada koranbernas.id di kantornya, Selasa (2/2/2021).

Memprihatinkan, kebanyakan pelaku kekerasan adalah orang dekat, baik dari lingkungan keluarga maupun tetangga sekitar rumah korban. Ada kasus dengan pelaku ayah kandung dan kakak kandung, ada pelaku paman korban dan ada juga tetangga.

“Banyak pelaku kekerasan adalah orang dekat dari korban itu sendiri,”kata Mustafa.

Untuk memberi efek jera, maka pihaknya menjerat pelaku dengan hukuman maksimal. Untuk korban sendiri diberi pendampingan psikologis dari petugas berwenang, sehingga diharapkan bisa mengobati trauma.

Kasus terbaru kekerasan anak adalah di Kecamatan Jetis. Seorang pria berinisial TMJ (50 tahun) warga Kapanewon Jetis, ditangkap aparat Polres Bantul, Jumat (29/1/2021) pagi.

TMJ ditangkap, setelah ada laporan dari keluarga KRN (9 tahun) yang mengalami pencabulan oleh TMJ. Setelah dilakukan pengembangan penyidikan, ada dua korban lagi yakni LTF (8 tahun) serta ZIL (7 tahun) semua masih tetangga dari pelaku.

Kejadian pencabulan terjadi Desember 2020 silam. Saat itu korban sedang bermain di dekat rumah pelaku. Korban kemudian diajak ke dalam rumah dan dibilang akan diberi boneka.

Di rumah pelaku itulah, kemudian terjadi pencabulan. KRN bercerita kepada kakaknya, dan sampailah kepada orang tua. Setelah warga mendengar kabar tersebut, sempat melakukan pertemuan dengan pelaku dan terungkaplah jika ada korban lain.

Selain KRN, pelaku mengaku sudah melakukan perbuatan serupa terhadap LTF dan ZIL.

Akibat perbuatannya ini, tersangka dijerat dengan pasal 82 UU RI Nomor 17 tahun 2016 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan anak. Ancaman pidana paling singkat 5 tahun penjara dan paling lama 15 tahun.

Perlu KPAI Daerah

Dihubungi koranbernas.id terpisah, Ketua Satgas Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Kabupaten Bantul, Zainul Zain S.Ag mengaku prihatin dengan tingginya kasus kekerasan terhadap anak di wilayah ini.

“Sunggguh miris dan prihatin, karena angka kekerasan anak di Bantul tinggi. Saya yakin angka riilnya lebih dari itu, karena ada yang tidak melapor dengan berbagai alasan,”katanya.

Maka, Zainul akan menghadap calon bupati terpilih untuk ikut mendukung terciptanya Kabupaten Bantul yang lebih ramah bagi perempuan dan peduli dengan keadaan anak-anak. Anak anak yang berada di Bantul harus merasa aman dan terlindungi, serta orang tua tidak merasa khawatir saat melepaskan anak-anaknya berkegiatan di luar rumah.

“Kami ingin di Bantul bisa terbentuk lembaga baru yakni Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah (KPAID),”katanya,

Nantinya KPAID inilah yang akan menjadi lembaga untuk memberikan masukan dan juga “pengawasan” terkait kewajiban Pemerintah Daerah dalam memberikan layanan pemenuhan dan perlindungan terhadap hak-hak anak di Kabupaten Bantul. Termasuk bagaimana upaya pencegahan terjadinya kekerasan terhadap anak.

Selama ini, tupoksi KPAID belum ada yang mengampu, sehingga Satgas PPA yang sebenarnya berbeda tupoksi terpaksa melaksanakan peran dan tupoksi dari KPAID.

“Besar harapan kami, nanti Bantul memiliki KPAID. Maka sesuai dengan tupoksi KPAID akan memberikan layanan mulai dari pencegahan, penanganan dan pendampingan jika terjadi tindak kekerasan terhadap anak bisa di maksimalkan. Syukur jika terjadinya kekerasan bisa diminimalisir,” urai Zainul.

Sebagai gambaran, tahun 2030 secara nasional Indonesia ditargetkan menjadi Indonesia Layak Anak (ILA). Dan di tingkat Provinsi DIY ditarget kan tahun 2025 sudah terwujud provinsi layak anak.

“Jadi suka tidak suka, harus terwujud Bantul KLA sebelum tahun 2025. Padahal masa bakti bupati periode ini hanya 3,5 tahun. Dan tahun 2024 adalah tahun politik. Tidak mungkin para politisi bisa memikirkan terwujudnya KLA di tahun 2024. Jadi secara otomatis dan harus mau menargetkan 2023 Bantul Kabupaten Layak Anak (KLA),”tandasnya.

Dengan komitmen bersama semua pihak, dirinya optimis dalam 2-3 tahun bisa terwujud KLA. Kuncinya adalah komitmen bersama atau tanggung jawab bersama. Untuk pembenahan sudah ada acuannya yang telah dikeluarkan oleh Kementerian PPPA berupa 24 indikator Kabupaten Layak Anak.

“Jika pemerintah daerah bersedia mempelajari dan komitmen memenuhi apa yang tertuang dalam 24 indikator KLA bisa dipastikan Bantul KLA dengan mudah bisa terwujud,” pungkasnya. (*)