Dinilai Tidak Profesional, Polsek Pajangan Diadukan ke Ombudsman RI

Dinilai Tidak Profesional, Polsek Pajangan Diadukan ke Ombudsman RI

KORANBERNAS.ID, BANTUL--Ketua Ombudsman Republik Indonesia (ORI) DIY, Budi Masturi melakukan kunjungan ke SMP Negeri 2 Pajangan yang beralamat di Triwidadi Kapanewon Pajangan Bantul, Jumat (31/3/2023).

Kedatangannya untuk melihat kasus pidana pengrusakan yang dilakukan sekelompok orang tidak bertanggung jawab di sekolah tersebut. Juga meminta keterangan pihak sekolah, korban dan juga penasehat hukum sekolah Marhendra Handoko SHI MH CLA, terkait penanganan kasus oleh Polsek Pajangan. Sebab Ombudsman mendapat laporan ada dugaan ketidakprofesionalan yang dilakukan penyidik.

“Dari kunjungan ini ada dugaan mal administrasi yang dilakukan oleh penyidik,”kata Budi Masturi.

Juga ada dugaan kejanggalan penanganan kasus yang mana ada kemungkinan relasi pihak-pihak lain mempengaruhi. Ada juga ketidak cermatan dalam penanganan.

“Maka dalam waktu dekat kami akan mendengarkan atau meminta penjelasan keterangan pihak kepolisian. Kita bisa ke Polsek Pajangan atau mereka ke kantor ombudsman, itu teknis saja,”kata Budi.

Kasus ini sendiri berawal saat Edi Purnomo (42 tahun) penjaga sekolah sekaligus tenaga honorer di SMPN 2 Pajangan makan di angkringan dekat sekolah dengan teman-temanya sekitar pukul 23.00 WIB pada Sabtu, 21 Januari 2023 lalu. Di sana berkumpul teman-temannya yakni IL,RW,B dan E. Saat akan menyendok mie rebus pesanannya, ternyata Edi mendapati puntung rokok di mangkok.

“Saya saat itu tanya, siapa yang menaruh puntung rokok. Tidak ada yang mengaku bahkan pada senyum-senyum. Karena emosi, saya menepiskan tangan dan mengenai muka IL, lalu saya banting 2 gelas yang ada di dekat saya dan saya kembali ke sekolah. Pada tengah malam saya kembali ke angkringan dengan tujuan hendak meminta maaf,”kata Edi.

Namun sampai angkringan Edi justru dipukul IL di bagian kepala dan RW turut memukul bagian belakang Edi serta menendang. Begitupun dengan E dan B ikut mengeroyok.

Dalam kondis kesakitan Edi kembali ke sekolah dan segera menggembok gerbang. Ternyata 4 orang yang mengeroyok ini menyusul berboncengan 2 sepeda motor ke sekolah pada Minggu, 22 Januari 2023 sekitar pukul 02.52 WIB sampai pukul 03.30 WIB.

Mereka berusaha membuka gerbang sambil berteriak-teriak tapi tidak bisa. Kemudian menuju ke jendela yang terbuka dan IL membanting jendela tersebut hingga pecah. Mereka tidak bisa masuk ke sekolah karena jendela itu menggunakan teralis besi. Upaya ke 4 orang mencari Edi ke sekolah tidak membuahkan hasil karena semua akses terkunci.

Setelah 4 orang tersebut pergi, Edi menghubungi adiknya Ndaru Asmara minta dijemput lalu diantar ke Puskesmas untuk visum, dan segera melaporkan kejadian itu ke Polsek Pajangan sekitar pukul 04.00 WIB. Sementara pihak sekolah diwakili Wardiyanto MPd Wakil Kepala Sekolah Urusan Sarana Prasarana dan Prasarana melaporkan kasus perusakan ke polisi pada 24 Januari.

“Jadi ada dua pelaporan yang dilakukan yakni pengeroyokan oleh Edi Purnomo dan perusakan sekolah oleh Pak Wardiyanto. Namun dalam berjalannya kasus kami menduga ada ketidakprofesioalan yang dilakukan oleh penyidik Polsek Pajangan dan telah kami telah melaporkan ke Kapolda DIY, Div Propam Polda, Kapolres Bantul. Namun hingga kini belum ada informasi lebih lanjut. Kami juga melaporkan ke Ombudsman RI Perwakilan DIY dan hari ini dikunjungi langsung oleh Ketua Budi Masturi,” kata Marhendra.

Dari hasil kunjungan itu patut diduga ada mal administrasi yang dilakukan oleh penyidik dan beberapa hal yang dianggap tidak profesional. Diantaranya dalam Surat Tanda Bukti Laporan (STBL) korban pengeroyokan tertera waktu melaporkan 01.30 WIB padahal faktanya 04.00 WIB.

“Kami sudah komplain kepada kanit kaitan hal ini. Sebab adanya perbedaan waktu bisa membuat tersangka bebas saat di persidangan nanti,”katanya. Kemudian kaitan visum dari korban juga belum ada keterangan resmi. Baru setelah pihaknya menanyakan, lalu ditunjukkan tanpa memberikan salinannya.

Pihaknya juga merasa tidak mendapat keadilan sebab dari hasil gelar perkara dari awalnya dilaporkan pasal 170 (pengeroyokan) berubah menjadi pasal 351 (penganiayaan) dengan ancaman hukuman lebih ringan. Pihak kepolisian juga hanya menetapkan 1 tersangka dari dua pelaporan yang dilakukan yakni IL. Sementara tiga orang lainya tidak.

“Padahal kalau kita melihat kasus yang ramai di TV yang pengeroyokan David Ozora, tersangka bukan hanya 1 pelaku. Tetapi temannya yang merekam dan tidak mencegah adanya penganiayaan juga ditetapkan sebagai tersangka. Kenapa ini tidak?,”katanya. Patut diduga hal ini karena pelaku lain keluargannya memiliki kolega di Polda DIY serta Kejaksaan Agung.

“Sementara terkait rekaman CCTV telah diserahkan staf sekolah saat diperiksa sebagai saksi pada Kamis 23 Februari 2023. Saat itu tidak diperiksa oleh petugas rekaman CCTV-nya. Baru pada hari yang lain saat kami menanyakan ke Polsek dan melihat rekaman dimaksud, kami justru jadi ragu atas keotentikan (keaslian) CCTV karena gambarnya telah terpotong-potong,”katanya.

Begitupun terkait berita acara serah terima barang bukti kaca dan frame jendela baru dibuat 24 Maret 2023. Padahal barang bukti diambil tidak lama setelah adanya laporan. “Jadi hampir sebulan baru berita acara itu dibuat,”kata Marhendra. Kejanggalan lain, setelah adanya laporan penyidik bukan meminta keterangan terlapor, namun polisi justru memeriksa para guru di SMPN 2 Pajangan.

Sedang Wardiyanto sendiri menandaskan laporan ke polisi adalah untuk membuat efek jera, karena para pelaku telah merusak fasilitas sekolah milik negara. “Bukan kerugian materi yang kami persoalkan justru kami mengutamakan pendidikan mental, agar tidak terulang lagi perusakan fasilitas negara di masa yang akan datang,”kata Wardiyanto. (*)