BULD DPD RI Jaring Masukan Terkait UU HKPD

BULD DPD RI Jaring Masukan Terkait UU HKPD

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA--Badan Urusan Legislasi Daerah Dewan Perwakilan Daerah (BULD DPD) RI menjaring masukan ke daerah, terkait dengan Undang-undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD). Upaya dilakukan dengan menggelar dialog (komunikasi) ke daerah. Salah satunya ke Pemda DIY.

Diselenggarakan di Gedung Pracimasono, Kepatihan, Kamis (9/2/2023). Dialog mengusung tema “Pembentukan Peraturan Daerah Mengenai Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Sebagai Tindak Lanjut Berlakunya UU HKPD”. Dialog dihadiri 30 peserta dari Pemerintah DIY, Bapemperda DPRD DIY, akademisi, Badan Pengelola Keuangan dan Aset (BPKA) dan tokoh masyarakat.

Dialog menghadirkan narasumber B. Hestu Cipto Handoyo (Pakar Hukum Fakultas Hukum UAJY), Dr Aslam Ridlo MAP (Wakil Ketua Bapemperda DPRD DIY), dan Hidayati Yuliastantri Djohar SSos MSi (Kepala Bidang Anggaran Pendapatan BPKAD DIY.

“Pertemuan ini untuk mendapatkan masukan secara komprehensif dan holistik dari Pemda DIY. DPD RI hadir untuk menjembatani kepentingan daerah apabila terdapat kendala dalam proses pembentukan peraturan daerah,” kata Gusti Kanjeng Ratu Hemas saat menyampaikan sambutan mewakili BLUD.

Memperoleh masukan dari stakeholders tentang berbagai permasalahan yang dihadapi daerah, menyangkut pembagian kewenangan antara pusat dan daerah dalam menentukan Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD).

Pimpinan BLUD, H Abdurrahman Abubakar Bahmid Lc MH mengatakan, BLUD ingin mendapatkan masukan tentang persoalan yang dihadapi pemerintah daerah dalam penerapan Undang-undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD).

Juga persiapan pemerintah daerah atas penyesuaian berlakunya UU HKPD. Memperoleh gambaran tentang propemperda prioritas yang disusun daerah, terutama terkait pelaksanaan UU HKPD.

“DPD membutuhkan masukan dari pemerintah daerah mengenai permasalahan yang dihadapi mengenai perubahan kewenangan serta penerapan ketentuan baru mengenai PDRD,” kata Abubakar saat menyampaikan pengantar diskusi.

Tujuan lain adalah memperoleh gambaran permasalahan penyusunan raperda dan perubahan perda pada penyesuaian ketentuan baru mengenai PDRD.

Seperti diketahui, langkah konkret penerapan UU HKPD adalah kebijakan mengenai redesign terhadap kebijakan desentralisasi fiskal yang diterapkan pemerintah pusat. Pelaksanaan UU HKPD diharapkan dapat meningkatkan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat melalui penguatan desentralisasi fiskal.

Upaya reformasi yang dilakukan tidak sekadar dari sisi fiscal resource allocation. Melainkan juga diupayakan memperkuat belanja daerah agar lebih efektif, efisien, fokus, dan sinergis dengan pemerintah pusat.

UU HKPD telah melimpahkan kewenangan kepada pemerintah daerah untuk menetapkan besaran tarif pajak dan retribusi yang telah ditentukan sesuai kewenangan.

“Konsekuensinya, pemerintah daerah menghadapi sejumlah tantangan,” kata Abubakar.

Tantangan dimaksud, antara lain perubahan mekanisme rangeprice berdasarkan UU Nomor 28 Tahun 2009 menjadi kontraproduktif dengan semangat regulerend pajak dalam menghadirkan iklim investasi yang kondusif. Adanya kebijakan pembaruan pada aspek jenis, tarif, hingga prosedur pemungutan PDRD di daerah.

Pembaruan ini terlihat dari hadirnya skema opsen, simplifikasi jumlah dan perubahan nomenklatur, serta sejumlah pengaturan baru terkait PDRD.

UU HKPD juga menggunakan pendekatan kodifikasi yang berdampak reformasi perpajakan di daerah.

Kewenangan pemerintah daerah untuk membuat kebijakan pengenaan tarif PDRD, mengelola pajak pusat yang dialihkan menjadi pajak daerah, dan menambah jenis-jenis pajak baru untuk memperluas basis pajak di daerah.

Selain menjadi sumber utama penerimaan daerah, pajak dan retribusi juga berperan terhadap dinamika investasi yang ikut menentukan pertumbuhan ekonomi daerah.

GKR Hemas menambahan, DPD RI memposisikan diri untuk memberikan penguatan kepada daerah dalam kerangka harmonisasi legislasi pusat-daerah.

“Daerah tidak perlu khawatir dengan kewenangan DPD RI dalam melakukan pemantauan dan evaluasi terhadap rancangan peraturan daerah dan peraturan daerah,” kata GKR Hemas. (*)