Bicara Disabilitas Tak Selalu Pakai Bahasa Kasihan, Mereka Punya Potensi

Hasil keterampilan dari pelajar SLB masih dipandang sebelah mata.

Bicara Disabilitas Tak Selalu Pakai Bahasa Kasihan, Mereka Punya Potensi
Anggota Komite III DPD RI Cholid Mahmud. (sholihul hadi/koranbernas.id)

KORANBERNAS.ID, YOGYAKARTA – Anggota Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Cholid Mahmud, menegaskan berbicara mengenai disabilitas tidak selalu dengan bahasa kasihan, tetapi bagaimana melihat realitas dan memberdayakan mereka sebagai bagian dari masyarakat.

Penegasan ini disampaikan saat memimpin Rapat Kerja (Raker) Pengawasan atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, Terkait Pemberdayaan dan Perlindungan Kelompok Disabilitas (KD), Selasa (1/8/2023), di Kantor DPD RI DIY Jalan Kusumanegara Yogyakarta.

“Penyandang disabilitas bukan tidak mungkin mampu menghasilkan karya-karya besar kehidupan masyarakat,” ujarnya seraya mencontohkan kiprah seorang mufti besar Arab Saudi yang faktanya juga seorang disabilitas.

Menurut senator dari Yogyakarta ini, sudah banyak stakeholder memiliki perhatian terhadap disabilitas. Melalui raker tersebut bisa dipertemukan dan masing-masing menyampaikan masukannya.

Peserta Raker Pengawasan Atas UU Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas di Kantor DPD RI DIY. (sholihul hadi/koranbernas.id)

“Termasuk dari Parfi (Persatuan Artis Film Indonesia) DIY juga punya gagasan tentang pemberdayaan difabel,” kata Cholid kepada wartawan.

Selain itu, lanjut dia, banyak perusahaan juga memiliki komitmen antara lain PT Pertamina melalui CSR (Corporate Social Responsibility) untuk pemberdayaan disabilitas.

Menjawab pertanyaan apakah ada hak-hak disabilitas yang terabaikan, Cholid menyatakan kebetulan pada rapat tersebut tidak banyak keluhan.

Kecuali satu yaitu mengenai halte Trans Jogja yang terlalu curam. “Mau naik Trans Jogja ora kuwat nyurung munggah, bahaya bisa mlotrok, sarana publik agar dibuat yang lebih ramah,” pintanya.

ARTIKEL LAINNYA: Evakuasi Delapan Penambang di Ajibarang Dihentikan

Kemudian, fasilitas kereta api juga perlu ada pemberitahuan bagi penumpang bukan sebatas berupa audio tetapi bisa ditambahkan gambar peta disertai lampu menyala saat berhenti di stasiun.

Menurut Cholid, dari raker kali ini harapannya pemberdayaan disabilitas yang selama ini terkesan masih berjalan sendiri-sendiri ke depan bisa lebih terintegrasi dan berkolaborasi.

“Dari rapat ini bagaimana penanganan difabel di SLB, organisasi-organisasi dan pondok pesantren, menyampaikan persoalan kemudian ke pemerintah daerah,” kata Cholid.

Lilis Setyowati mewakili Kepala Dinas Sosial DIY yang kebetulan sedang ada acara di Situbondo menyatakan, sebelum ada UU Nomor 8 Tahun 2016 Pemda DIY sudah memiliki Perda Nomor 4 Tahun 2012 yang mengatur pemenuhan hak disabilitas.

ARTIKEL LAINNYA: Pembuat Jamu di Bantul Belajar Digital Marketing

Setelah terbitnya UU, perda tersebut kemudian disesuaikan sehingga terbit perda baru Nomor 5 Tahun 2022. Saat ini draft peraturan gubernur (pergub) sedang disusun.

Berdasarkan data tahun 2022, penyandang disabilitas di DIY sejumlah 28.137 orang berusia di atas 18 tahun. Sedangkan penyandang disabilitas anak sejumlah 2.012.

Sub Koordinasi Bidang Kurikulum dan Pendidikan Khusus Disdikpora DIY, Suryanto, menambahkan tercatat 5.073 penyandang disabilitas yang bersekolah di SLB (Sekolah Luar Biasa). Selebihnya di sekolah inklusi.

Di luar itu, masih ada 1.200-an anak difabel yang tidak sekolah karena orang tua kesulitan mengantarnya. Fenomena ini banyak terjadi di Gunungkidul. Kaitannya dengan budaya, masih ada beberapa orang tua siswa belum berkenan menyekolahkan anaknya.

ARTIKEL LAINNYA: BUMD Ini Membangun Usaha dengan Memperluas Jejaring UKM

Dari total 81 SLB di DIY sembilan di antaranya berstatus negeri, selebihnya sejumlah 71 merupakan sekolah swasta. Total tercatat 1.174 guru ditambah tenaga kependikan 197 orang.

Menurut Suryanto, secara umum pembelajaran SLB berjalan lancar tapi masih terkendala kekurangan guru terutama seni dan olahraga. Bahkan ada SLB sama sekali belum punya guru olahraga.

“Banyak yang pensiun tapi pemerintah belum membuka keran untuk guru. Perlu juga menambah SLB negeri di DIY. Di Gunungkidul hanya ada dua,  minimal tiga SLB Negeri,” jelasnya.

Suryanto menambahkan, Pemda DIY menyediakan pusat layanan gratis untuk asesmen psikologis dan kesehatan serta terapi. Gratis, semua biaya ditanggung Pemda DIY.

ARTIKEL LAINNYA: Bernama Agus Bebas Tiket, Promo Merdeka Kaliurang Park

Perwakilan dari Paniradya Kaistimewan menyampaikan beberapa fasilitasi kegiatan bagi disabilitas di antaranya beasiswa. Penerimanya tahun ini 785 orang siswa SD sampai SMA. Khusus pelajar SMA menerima Rp 1,5 juta setahun.

Melalui Dana Keistimewaan (Danais) juga ada layanan keliling terapi seni dan budaya disertai pameran karya disabilitas. Sedangkan fasilitasi dari Dinas Pariwisata berupa mengajak disabilitas mengunjungi tempat wisata sekaligus untuk terapi,  meski layanan ini masih terbatas di Kulonprogo.

Nur Khasanah mewakili MKKS (Musyawarah Kerja Kepala Sekolah) SLB DIY mengatakan kebanyakan siswa rata-rata penyandang tuna grahita dan autis. Mengingat mereka IQ-nya di bawah rata rata maka guru berpikir keras. “Pembelajaran tidak fokus pada akademik tetapi vokasional,” kata dia.

Dia mengakui, setiap tahun guru SLB banyak yang purnatugas tetapi tak ada penerimaan guru baru. Akibatnya guru dipaksa mampu memberikan keterampilan, seni dan olahraga sekaligus. ”Selama ini yang terjadi seperti itu,” tambahnya.

Selain itu, Nur Khasanah juga mengakui hingga sekarang hasil keterampilan dari pelajar SLB masih dipandang sebelah mata. Pemasarannya susah. Ini yang perlu memperoleh perhatian. (*)